Kebijakan "e-Money" Jangan Bebani Nasabah

id e-money

Kebijakan "e-Money" Jangan Bebani Nasabah

Ketua YLKI NTT Marthen Mullik

Bank Indonesia diharapkan tidak membebani nasabah dengan menarik biaya isi ulang kartu uang elektronik (e-money) yang akan diberlakukan mulai 31 Oktober 2017.
Kupang (Antara NTT) - Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Nusa Tenggara Timur Dr Marthen Mullik meminta Bank Indonesia tidak membebani nasabah dengan menarik biaya isi ulang kartu uang elektronik (e-money) yang akan diberlakukan mulai 31 Oktober 2017.

"Menetapkan tarif tertinggi boleh, tetapi jangan memaksa harus menarik biaya dari kebijakan e-money tersebut," katanya di Kupang, Rabu, ketika ditanya Antara mengenai keputusan BI yang memperbolehkan industri perbankan memungut biaya isi saldo uang elektronik kontradiktif dalam upaya menggencarkan transaksi nontunai.

Menurut dia, perbankan akan lebih kompetitif dalam melayani nasabah bila dibebaskan dari kewajiban menarik biaya isi ulang, meskipun ada aturan tentang biaya isi ulang bisa menertibkan pihak-pihak yang selama ini menarik biaya tinggi untuk isi ulang.

"Saya melihat BI terkesan berpihak pada bank tertentu bila tetap memaksakan biaya isi ulang pada kartu uang elektronik, sebab pengenaan biaya isi saldo dikhawatirkan justru membuat nasabaht enggan menggunakan uang elektronik dan kembali memanfaatkan transaksi tunai," ujarnya.

Menurut dia, BI dan industri perbankan memberikan insentif bagi masyarakat, karena bank-bank sudah mendapat keuntungan dari marjin penjualan kartu perdana uang elektronik.

"Seharusnya dengan keuntungan dari penjualan kartu perdana e-money tidak perlu lagi memungut biaya isi saldo meskipun hanya Rp1.000 sekali transaksi. Nasabah atau konsumen terkesan dibebani menggunakan uang elektronik dengan dalih untuk mendukung masyarakat tanpa uang tunai," katanya.

Ia mengatakan nasabah atau konsumen seharusnya menerima insentif karena sudah ikut mendukung kebijakan e-money tersebut, bukan sebaliknya ditarik lagi biaya isi ulang uang elektroniknya untuk membiayai perawatan infrastruktur.

"Perawatan infrastruktur juga bisa menggunakan anggaran Bank Indonesia yang dihemat melalui kebijakan itu. Dengan penggunaan uang elektronik tentu biaya pencetakan uang akan menurun," katanya.

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (DK-OJK) Wimboh Santoso mengatakan penerapan biaya isi saldo untuk uang elektronik (e-money) harus dilakukan secara terukur dan tidak boleh dilaksanakan sembarangan agar pelaksanaan gerakan nontunai dapat berlangsung sesuai mekanisme pasar.