Australia Kabulkan Lagi Gugatan Petani Rumput Laut

id Petani rumput laut

Australia Kabulkan Lagi Gugatan Petani Rumput Laut

Ketua Tim Advokasi Rakyat Korban Montara Ferdi Tanoni (kanan) bersama Daniel Sanda (kedua dari kiri) sedang memberi keterangan pers usai mendaftar gugatan Class Action di Pengadilan Federal Australia di Sydney, beberapa waktu lalu.

Pengadilan Federal Australia, Rabu (15/11), kembali mengabulkan gugatan Daniel Sanda, bersama lebih dari 15.000 rekan-rekan seprofesinya melawan PTTEP Australasia, perusahaan pencemar Laut Timor.
Kupang (Antara NTT) - Pengadilan Federal Australia, Rabu (15/11), kembali mengabulkan gugatan Daniel Sanda, salah seorang petani rumput laut asal Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur bersama lebih dari 15.000 rekan-rekan seprofesinya melawan PTTEP Australasia, perusahaan pencemar Laut Timor.

Ketua Tim Advokasi Rakyat Korban Montara Ferdi Tanoni kepada pers di Kupang, Rabu, mengatakan hakim tunggal Pengadilan Federal Australia di Sydney Yates dalam putusannya mengatakan bahwa masa pembatasan yang berlaku untuk klaim pemohon dalam proses persidangan ini diperpanjangan hingga 3 Agustus 2016.

Hal ini, menurut hakim Yates, sesuai dengan Pasal 44 Undang-Undang Negara bagian Australia Utara tahun 1981 tentang Pembatasan Waktu Pengajuan Gugatan.

Tanoni menjelaskan gugatan petani rumput laut yang didaftarkan di Pengadilan Federal Australia di Sydney tertanggal 3 Agustus 2016 tersebut menggunakan Undang-Undang Negara bagian Australia Utara tahun 1981.

Dalam Undang-Undang tersebut, kata mantan agen imigrasi Australia ini, mengatur bahwa penggugat diberikan waktu selambat-lambatnya tiga (3) tahun untuk mengajukan gugatan terhitung sejak tanggal kejadian perkara.

Sementara, Daniel Sanda yang mewakili lebih dari 15.000 petani rumput laut di wilayah Kabupaten Kupang dan Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur malah mengajukan gugatan tersebut ke Pengadilan Federal Australua tujuh (7) tahun setelah kejadian pencemaran Laut Timor itu berlangsung.

Hal ini mengacu pula pada Undang-Undang Negara bagian Australia Utara yang mengatur bahwa sebuah gugatan bisa diajukan melebihi batas waktu tiga (3) tahun yang ditetapkan dalam Undang-Undang tersebut, jika penggugat tidak pernah mengetahui sebab akibat dari pada kejadian perkara yang digugat.

Putusan yang disampaikan hakim Yates itu setelah mempertimbangkan 101 alasan kuat yang diyakini benar sebelum membuat kesimpulan dan menetapkan putusannya pada Rabu (15/11).

Sebagaimana diketahui bahwa pada tanggal 24 Januari 2017 Pengadilan Federal Australia di Sydney yang dipimpin hakim tunggal Griffiths dalam amar putusannya mengabulkan permohonan Daniel Sanda dan mengabaikan keberatan PTTEP Australasia dan memutuskan bahwa Daniel Sanda berhak untuk mewakili seluruh petani rumput melawan PTTEP Australasia.

"Dengan putusan pengadilan Federal Australia ini maka perkara tersebut dilanjutkan. Saya berkeyakinan kuat bahwa dengan bukti dan pengakuan Daniel Sanda di Pengadilan Federal Australia beberapa waktu lalu telah meyakinkan Hakim Pengadilan Federal Australia bahwa benar tumpahan minyak Montara menjangkau pantai-pantai di NTT yang mengakibatkan rusaknya tanaman rumput laut di NTT," ujar Tanoni.

Ia mengatakan bahwa gugatan Class Action petani rumput di Pengadilan Federal Australia ini baru mencakup dua dari 13 Kabupaten/Kota di NTT yang terdampak atau baru sekitar tiga persen saja dari total seluruh kerusakan dan kerugian yang diderita rakyat dan daerah NTT.

Guna mempercepat penyelesaian petaka tumpahan minyak Montara di Laut Timor ini, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan secara terus menerus telah mendesak Pemerintah Australia untuk turut mempercepat penyelesaian kasus ini tanpa mengintervensi gugatan Class Action yang sedang berlangsung di Pengadilan Australia.

"Saya telah menyampaikan time line (batas waktu) penyelesaian kasus Montara ini paling lambat Maret 2018 kepada Pemerintah Australia sesuai kesepakatan bersama dalam pertemuan 26 September 2017 di Canberra," katanya dan menambahkan "Saat ini, saya masih menunggu jawaban balik dari Pemerintah Australia".