Kampanye Anti Kekerasan di NTT

id Komnas

Kampanye Anti Kekerasan di NTT

Komosioner Komnas Perempuan Indriati Suparno (kedua kanan) bersama Forum Pengada Layanan (FPL) menggelar jumpa pers, di Kupang, Senin, terkait kampanye "16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan" di Provinsi Nusa Tenggara Timur. (Foto ANTARA/Aloysius

Komnas Anti Kekerasan terhadap Perempuan bersama Forum Pengada Layanan mengkampanyekan anti kekerasan terhadap perempuan di NTT melalui peringatan "16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan/HAKTP)".
Kupang (Antrara NTT) - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan bersama Forum Pengada Layanan mengkampanyekan anti kekerasan terhadap perempuan di Provinsi Nusa Tenggara Timur melalui peringatan "16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan/HAKTP)".

Komisioner Komnas Perempuan Indriati Suparno di Kupang, Senin,  mengatakan peringatan "16 HAKTP" yang digelar mulai 25 November-10 Desember 2017 itu diawali dengan Konferensi Perempuan Timor II di SoE, ibu Kota Kabupaen Timor Tengah Selatan pada 21-22 November 2017.

"Konferensi ini kami adakan untuk mendorong komitmen multipihak dalam upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan," ucapnya.

Untuk itu, konferensi tersebut melibatkan berbagai pihak baik pemerintah dan legislatif dari pusat hingga daerah, jaringan masyarakat sipil, elemen non negara seperti korporasi dan swasta dan lainnya.

Ia menjelaskan, kampanye "16 HAKTP" itu disi dengan sejumlah kegiatan hari peringatan seperti hari internasional penghapusan kekerasan terhadap perempuan pada 25 November 2017 hingga peringatan hari Hak Asasi Manusia (HAM) 10 Desember 2017.

Dalam rentan waktu 16 hari itu, lanjutnya, digelar berbagai hari peringatan seperti Hari Pembela HAM, Hari AIDS, dan Hari Disabilitas serta berbagai kampanye anti kekerasan lainnya.

"Dipilihnya rentan waktu ini dalam rangka menghubungkan secara simbolik antara kekerasan terhadap perempuan dan HAM serta menekankan bahwa kekerasan terhadap perempuan merupakan bentuk pelanggaran HAM," katanya.

Ia menjelaskan, Komnas Perempuan terus membangun komitmen bekerja untuk isu-isu kekerasan terhadap perempuan khususnya memperkuat layanan terhadap korban perempuan.

Lebih lanjut dari aspek kebijakan, lanjuntya, pihaknya bersama FPL juga telah mengusulkan ke DPR terkait rancangan undang-undang penghapusan kekerasan sesksual.

"Karena dalam kerangka kebijakan sebelumnya belum banyak diatur soal perlindungan korban kekerasan seksual terhadap perempuan sehingga," katanya.

Selain itu, katanya, sejak 2001 pihaknya bersama FPL bekerja melayani korban kekerasan terhadap perempuan melalui anggota forum seperti Human Trafficing Center, Rumah Aman, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) untuk perempuan, LBH sipil, serta organisasi perempuan lainnya termasuk di tingkat komunitas.

"Keberadaan layanan itu dari waktu ke waktu terus kami kami perkuat untuk mekanisme layanannya dan semakin mendekatkan akses layanan korban kekerasan," katanya.