Kupang (AntaraNews NTT) - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) segera menggelar rapat pleno untuk memutuskan ada tidaknya pelanggaran kode etik yang dilakukan Ketua KPU dan Ketua Panwaslu Sumba Barat Daya dalam kasus ijazah palsu yang melibatkan MDT.
"Sidang kode etik ini tidak untuk pengambilan keputusan. Keputusannya akan dilakukan di Jakarta dalam suatu rapat pleno yang melibatkan tujuh majelis hakim komisioner," kata Ketua Majelis Hakim DKPP Teguh Prasetyo kepada wartawan di Kupang, Kamis.
Dia mengemukakan hal itu, menjawab pertanyaan seputar keputusan sidang dugaan pelanggaran kode etik terhadap Ketua KPU dan Ketua Panwaslu Kabupaten Sumba Barat Daya dalam kasus pengaduan ijazah palsu yang melibatkan salah satu calon Bupati Sumba Barat Daya.
Calon Bupati Sumba Barat Daya yang diduga memiliki ijazah palsu itu adalah Markus Dairo Talu (MDT), petahana Bupati Sumba Barat Daya periode 2013-2018.
Menurut dia, sidang kode etik yang berlangsung di Kupang ini dalam kerangka pengumpulkan fakta, dan kemungkinan alat bukti atau barang bukti yang belum diterima pada saat DKPP menerima pengaduan.
Baca juga: Pilkada 2018- Calon Bupati SBD berijazah palsu
"Fakta dan alat bukti ini penting agar hakim komisioner DKPP dapat mengambil keputusan secara adil dan berimbang," katanya menjelaskan.
Mengenai fakta persidangan, dia mengatakan, fakta yang didapatkan dalam persidangan adalah KPU dan Panwaslu setelah menerima pengaduan dan telah mengambil langkah-langkah seperlunya.
Setelah menerima laporan dari Panwaslu, langkah-langkah yang diambil KPU adalah melakukan klarifikasi langsung kepada Kementerian Pedidikan di Jakarta untuk menanyakan keabsahaan ijazah calon Bupati Sumba Barat Daya MDT.
"Panwaslu menerima surat pengaduan pada 20 Februari dan langsung menyerahkan ke KPU. Pada 25 Februari KPU ke Jakarta untuk melakukan klarifikasi pada Kementerian Pendidikan di Jakarta," katanya.
Artinya, kata dia, KPU sebagai penyelenggara tidak diam setelah menerima pengaduan dari masyarakat dalam proses pemilihan bupati-wakil bupati di daerah itu.
Baca juga: Lima Bakal Cabup SBD Daftar ke PDIP
Hanya saja, para hakim komisioner akan melihat, apakah langkah-langkah yang telah dilakukan KPU setelah menerima aduan ini sudah profesional dan sesuai aturan atau tidak.
"Setelah dipelajari, hakim komisioner akan mengambil keputusan apakah ada pelanggaran kode etik dalam kasus ini atau tidak," katanya.
Sidang kode etik ini dipimpin Ketua Majelis Prof Teguh Prasetyo SH.MH didampingi tiga anggota majelis hakim serta anggota KPU NTT Gasim, Ketua Bawaslu NTT Thomas Mauritus Djawa dan Bahrudin Gesi.
Sidang yang digelar di aula Sekretariat Bawaslu NTT itu sebagai tindaklanjut pengaduan dari Aliansi Peduli Demokrasi Jujur dan Adil SBD, terkait dugaan ijazah palsu calon Bupati SBD atas nama bupati petahana MDT.
Sidang perdana
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Kamis, menggelar sidang dugaan pelanggaran kode etik terhadap Ketua KPU dan Ketua Panwaslu Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD).
Sidang yang digelar di aula Sekretariat Bawaslu NTT itu digelar, sebagai tindaklanjut pengaduan dari Aliansi Peduli Demokrasi Jujur dan Adil SBD, terkait dugaan ijazah palsu calon Bupati SBD Markus Dairo Talu.
Sidang ini dipimpin Ketua Majelis Prof Teguh Prasetyo SH.MH didampingi tiga anggota majelis yakni anggota KPU NTT, Gasim, Ketua Bawaslu NTT, Thomas Mauritus Djawa dan Bahrudin Gesi.
Dalam sidang Majelis meminta pengadu dalam hal ini Aliansi Rakyat Peduli Demokrasi Jujur dan Adil (ARPDJA) SBD dengan didampingi Kuasa Hukum, Amos Lafu untuk memberikan penjelasan.
Kuasa hukum ARPDJA Amos Lafu mengatakan ada beberapa inti persoalan dan kejanggalan yang terjadi pada proses pemilihan kepala daerah di Kabupaten Sumba Barat Daya.
Menurut Amos Lafu, beberapa kejanggalan seperti ijazah yang dimiliki oleh calon Bupati SBD, Markus Dairo Talu yang diduga tidak asli.
Dia mengatakan, persoalan itu, tentu hanya pada keberanian dan kejujuran dari penyelenggara dalam membuktikan bahwa ijazah itu asli atau paslu.
"Proses politik dimiliki segenap rakyat SBD, karena itu aliansi ikut mengawal agar proses menghasilkan pilkada berkualitas. Kita minta cukup menunjukkan ijazah asli dan kalau itu ditunjukkan maka selesai persoalan," kata Amon.
Usai mendengar pengaduan, Majelis meminta tanggapan dari KPU SBD dan Panwaslu SBD, kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi.