Pengelolaan rumput laut di NTT baru 15 persen

id rumput laut

Pengelolaan rumput laut di NTT baru 15 persen

Usaha budidaya rumput laut di wilayah perairan Nusa Tenggara Timur

Jenis rumput laut unggulan yang dikelola di NTT yakni rumput laut euchema cottoni dan gracilaria, yang kualitasnya sangat bagus. Hampir seluruh kabupaten/kota di NTT produksi rumput lautnya cukup menonjol.
Kupang (AntaraNews NTT) - Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Nusa Tenggara Ganef Wurgiyanto mengatakan dari sekitar 51.000 hektare potensi rumput laut di wilayah provinsi berbasis kepulauan ini, baru 15 persen yang dikelolah oleh rakyat pesisir sebagai sumber penghasilan.

"Secara keseluruhan potensi rumput laut di NTT tersebar di seluruh kabupaten/kota, dan jumlahnya mencapai 51.000 hektare, namun hingga kini baru sekitar 15 persen yang dikelolah oleh masyarakat pesisir sebagai sumber penghasilan," katanya di Kupang, Kamis (19/4).

Dikatakan jenis rumput laut unggulan yang dikelola di NTT yakni rumput laut euchema cottoni dan gracilaria, yang kualitasnya sangat bagus. Hampir seluruh kabupaten/kota di NTT produksi rumput lautnya cukup menonjol.

"Kabupaten Kupang, Sabu Raijua, Rote Ndao, Alor, Lembata, selain di sejumlah daerah di Pulau Flores seperti Kabupaten Flores Timur, Sikka, Manggarai Barat maupun di Kabupaten Sumba Timur, Pulau Sumba, adalah daerah yang cukup menonjol produksinya," katanya..

Kabupaten Kupang lanjutnya adalah daerah yang cukup potensial produksi rumput lautnya dengan luas lahan saat ini mencapai 10.345 hekater, dengan pemanfaatannya mencapai 1.111 hektare dan produksinya mencapai 892.000 ton.

Baca juga: Budidaya rumput laut belum digarap maksimal
Budidaya rumput laut mulai mengalami kegagalan pascameledaknya anjungan minyak Montara di Laut Timor pada 21 Agustus 2009.

"Sementara itu daerah yang budi daya rumput lautnya belum menonjol seperti Kabupaten Belu, Malaka, Timor Tengah Utara, Timor Tengah Selatan, dan Kota Kupang," ujarnya.

Potensi pengembangan rumput laut di NTT sendiri terbilang cukup bagus pada tahun tahun 1990-an dengan hasil penjualan bisa mencapai miliaran rupiah.

Namun pascameledaknya kilang minyak Montara di Laut Timor pada tahun 2009, dan minyaknya menyebar ke hampir seluruh wilayah NTT, produksi rumput laut NTT semakin memburuk. 

Pemerintah NTTpun terus berusaha agar produksi rumput laut NTT terus dibudidayakan, mengingat rumput laut merupakan salah satu produk unggulan kelautan di provinsi setempat.

Untuk itu pihaknya terus mendorong dan berupaya memfasilitasi minat masyarakat untuk mulai berproduksi. "Kami berharap upaya yang sama juga dilakukan pemerintah masing-masing kabupaten/kota agar dari waktu ke waktu semakin banyak masyarakat melirik budid aya rumput laut," katanya.