Kupang (AntaraNews NTT) - Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Nusa Tenggara Timur Ganef Wurgiyanto mengatakan, ambergris atau muntahan dari ikan paus yang disita petugas Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) NTT beberapa waktu lalu telah dikembalikan kepada pemiliknya.
"Muntahan Paus tersebut telah dikembalikan kepada penemu sekaligus pemiliknya yaitu Marsel Lupung oleh Pihak BBKSDA NTT beberapa hari lalu," kata Ganef Wurgiyanto kepada Antara di Kupang, Senin (28/5).
Dia mengemukakan hal itu, berkaitan dengan perkembangan penanganan kasus penyitaan muntahan ikan paus yang dikenal sebagai Ambergris oleh BBKSDA NTT beberapa waktu lalu.
Pada 7 April 2018 lalu, Petugas Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) NTT menyita ambergris dari Marsel Lupung, seorang warga Desa Sulamu, Kecamatan Sulamu, Kabupaten Kupang.
Kasus ini selanjutnya diserahkan kepada Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum (BPPH) Lingkungan Hidup dan Kelautan (LHK) Wilayah Jawa-Bali-Nusa Tenggara untuk dilakukan penyidikan.
Baca juga: Pemilik muntahan paus minta temuannya dikembalikan
Menurut dia, setelah sebulan melakukan penyidikan, akhirnya Penyidik BPPH LHK Jawa Bali Nusra tidak menemukan adanya aturan yang melarang perdagangan Muntahan Paus (Ambergris), karena itu kasus ini dihentikan serta muntahan paus tersebut dikembalikan kepada penemu, sekaligus pemiliknya yaitu Marsel Lupung oleh Pihak BBKSDA NTT.
Pengembalian muntahan paus itu melalui proses secara resmi yakni disertai adanya penandatanganan berita acara penyerahan barang sitaan di DKP NTT.
"Artinya, sudah tidak ada masalah. Proses sudah selesai dan karena tidak ditemukan adanya larangan maka barang sitaan itu dikembalikan." katanya.
Dia berharap, tidak ada tuduhan yang aneh-aneh kepada petugas yang melakukan penyitaan terhadap muntahan paus itu.
Ambergris dikenal sebagai muntahan isi perut paus jenis sperma atau yang oleh masyarakat NTT dikenal dengan sebutan Koteklema (paus berkepala kotak), dan dulu banyak digunakan sebagai bahan pewangi parfum serta obat-obatan dengan harga relatif tinggi.
Baca juga: Kasus muntahan paus diserahkan ke BPPH