Kasus muntahan paus diserahkan ke BPPH

id Muntahan paus

Kasus muntahan paus diserahkan ke BPPH

Muntahan Paus (Ambergis) yang diamankan petugas Bandara El Tari Kupang pada 7 April 2018 di Kupang. (ANTARA Foto/BBKSDA NTT)

"Masalah ini sudah kami limpahkan berkas dan barang bukti ke Balai Gakkum pada 13 April lalu," kata Tamen Sitorus.
Kupang (AntaraNews NTT) - Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Nusa Tenggara Timur (BBKSDA NTT) Tamen Sitorus mengatakan kasus muntahan paus (Ambergris) sudah diserahkan kepada Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum (BPPH) Lingkungan Hidup dan Kelautan (LHK) Wilayah Jawa Bali Nusra Tenggara.

"Masalah ini sudah kami limpahkan berkas dan barang bukti ke Balai Gakkum pada 13 April lalu," kata Tamen Sitorus kepada Antara di Kupang, Selasa (24/4) menjawab pertanyaan kasus penyitaan muntahan paus sperma yang dilakukan petugas BBKSDA NTT pada 7 April 2018 lalu, dan dasar hukumnya.

"Hasil berupa penyelidikan awal sudah diserahkan kepada Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum LHK Wilayah Jawa Bali Nusra Tenggara dan nantinya dari Gakkum yang akan menyelesaikan masalah ini," katanya.

Dia juga menyarankan agar wartawan menghubungi Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum LHK Wilayah Jawa Bali Nusra Tenggara yang saat ini sedang menangani kasus ini.

Pengamat kelautan dan perikanan dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang Dr Chaterina A Paulus mengatakan, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) perlu menjelaskan menyitaan muntahan paus (Ambergris) dari tangan nelayan.

"BBKSDA Nusa Tenggara Timur perlu menjelaskan alasan dan dasar hukum penyitaan Ambergris Paus yang ditemukan oleh nelayan di Pantai Oeba beberapa hari lalu," kata Chaterina A. Paulus.

Baca juga: Pemilik muntahan paus minta temuannya dikembalikan
Baca juga: Pengamat: Muntahan ikan paus tidak berbahaya


Menurut Chaterina, dari aspek lingkungan, muntahan Paus atau Ambergris ini sama sekali tidak membahayakan. Hanya saja, perdagangan Amergris ini telah dilarang di beberapa negara seperti Amerika Serikat.

Larangan tersebut karena adanya kekuatiran terhadap adanya eksploitasi paus secara besar-besaran, kata pengajar manajemen sumber daya perairan pada Fakultas Perikanan dan Kelautan Undana itu.

Dia mengatakan, menjadi salah ketika seorang nelayan atau siapa saja yang membunuh Paus dan kemudian memperjualbelikan bagian-bagian tubuhnya. "Yang terjadi di Pantai Oeba itu adalah Ambergris Paus yang ditemukan oleh nelayan," katanya.

Karena itu, BBKSDA NTT harus menjelaskan tentang penyitaan Ambergris itu mengingat Ambergris adalah `by product` paus yang tidak membahayakan bagi lingkungan, kata pengajar pada program studi Ilmu Lingkungan Pascasarjana Undana ini menambahkan.