Kupang (AntaraNews NTT) - Pengamat politik dari Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang Mikhael Bataona menilai Presiden Joko Widodo telah memperagakan jurus mahaguru perang Sun Tzu yang memorak-porandakan lawan tanding dalam Pilpres 2019.
"Menurut saya, Jokowi sangat cerdik. Jokowi sedang memperagakan jurus perang Sun Tzu, dan berhasil membuat lawannya saling bertengkar sendiri karena tidak segera menemukan kecocokan soal wakil presiden," kata Mikhael Bataona kepada Antara di Kupang, Jumat (10/8).
Bataona mengemukakan pandangan itu berkaitan dengan fenomena politik menjelang penutupan pendaftaran pasangan calon presiden dan wakil presiden ke KPU, Kamis (9/8) malam.
Ia mengatakan Partai Demokrat bahkan menyerang Ketua Umum DPP Partai Gerindra Prabowo Subianto dengan sebutan Jenderal Kardus, dan penolakan Demokrat pada nama Sandiaga Uno (Wakil Gubernur DKI Jakarta). "Inilah yang menjadi kata kunci Jokowi semalam," katanya.
Pengajar pada Fakukltas Ilmu Sosial dan Politik (Fisip) Unwira Kupang itu kemudian mengutip pernyataan Sun Tzu, "Letihkan mereka dengan jalan berputar-putar. Bikin mereka bertengkar sendiri. Haluslah agar kau tidak terlihat. Misteriuslah agar kau tak teraba. Maka, kau akan menguasai nasib lawanmu".
"Jokowi telah memperagakan jurus perang mahaguru Sun Tzu dengan sangat dingin, Bahkan, pada menit-menit terakhir, ketika nama Mahfud MD disebut sebagai pendamping Jokowi untuk masuk arena deklarasi, justru Jokowi memutuskan nama Ma`ruf Amin".
"Hal ini jelas bahwa bonus efek kejut itu diperoleh Jokowi," katanya dan menambahkan kejutan pertama adalah penolakan oleh para pendukung Jokowi-Mahfud karena luka lama dalam Pilgub DKI Jakarta.
"Saya kira ini reaksi alamiah yang akan berangsur pulih seiring dengan perjalanan waktu, sebab pemilih Jokowi sulit untuk melakukan eksodus karena mereka sangat fanatik," katanya.
Bataona menambahkan narasi-narasi yang dibangun Mahfud MD setelah bertemu dengan Presiden Jokowi di Istana Negara, sudah mulai mendinginkan situasi.
Efek kejutan yang kedua adalah bahwa ternyata Jokowi dan Mahfud sudah saling memahami. Mahfud paham bahwa Jokowi sedang memainkan gim itu untuk menaikkan effec elektoral.
"Jika bukan karena ada drama Mahfud semalam, pendeklarasian Jokowi-Ma'ruf Amin tidak seheboh ini. Inilah politik. Memanfaatkan setiap item secara perinci dan rigid, juga menggunakan momentum untuk mencuri reaksi publik sangatlah diperlukan," katanya.
Menurut Bataona, dalam politik, jika Anda tidak cerdas dalam mencuri reaksi publik, maka posisi Anda pasti melemah dan buyar dalam pertarungan wacana di ruang publik.
Artinya, menurut dia, pada fase ini Jokowi lah yang memenangi pertarungan wacana itu karena gaya misterius dan unpredictable-nya atau tidak terprediksi sudah membuat lawan-lawannya kelabakan.
Kanal elektoral
Ia menambahkan Presiden Joko Widodo memilih KH Ma`ruf Amin untuk mendampinginya dalam Pilpres 2019 karena pertimbangan kanal elektoral.
"Menurut saya, yang menjadi dasar rasional mengapa Presiden Jokowi memilih Ma'ruf Amin dan bukan Mahfud MD karena soal ceruk dan kanal elektoral," katanya.
Presiden Joko Widodo pada Kamis (9/8) malam mengumumkan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma`ruf Amin sebagai calon wakil presiden yang akan mendampinginya dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.
Menurut Bataona, Mahfud MD adalah seorang muslim moderat dan tokoh bangsa yang diterima kaum moderat secara luas, sebaliknya Ma`ruf Amin datang dari latar belakang yang sedikit berbeda.
"Ma`ruf bisa diterima oleh para alumni 212, karena beliau adalah ulama yang sangat dihormati dan bisa berkomunikasi dengan kaum ultra kanan di negeri ini. Kondisi inilah yang tampaknya menjadi variabel penting dalam kontestasi elektoral," ucapnya.
Menurut dia, suara Jokowi bisa stagnan ketika memilih Mahfud MD karena meskipun mereka akan sangat populer, tetapi tambahan elektoral akan sangat kecil karena datang dari sumber yang sama.
Karena itu, dengan memilih KH Ma`ruf Amin sebagai calon Wakil Presiden, Presiden Jokowi akan mendapat tambahan elektoral dari ceruk atau kanal berbeda.
"Saya kira dengan memilih Ma`ruf Amin maka agresifitas kaum kanan yang selama ini begitu kencang menyuarakan Ganti Presiden 2019 akan menurun tajam bahkan bisa saja pada akhirnya mereka memilih tiarap di Pilpres 2019.
Menurut dia, mayoritas pemilih milenial akan hijrah ke kubu Prabowo adalah sesuatu yang terlalu dibesar-besarkan karena Jokowi sendiri sudah punya ceruk pemilih milenial. "Area ini sudah dihitung dengan sangat matang karena pemilih milenial itu sedikit romantis," ujarnya.
Mengenai munculnya nama Sandiaga Salahuddin Uno sebagai calon pendamping Prabowo pada Pilpres 2019, Bataona berpendapat Wakil Gubernur DKI Jakarta itu bisa saja mendapat predikat muda tapi program-program Jokowi dalam sisa waktu ini bisa menyasar pada bagian itu.
.
Apalagi kaum melek media seperti para milenial akan bertanya soal track record Sandiaga Uno selama menjabat sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta. "Apa yang sudah Sandi lakukan untuk kaum milenial," ujarnya.
"Sekali lagi bahwa pemilih milenial itu bukan sesuatu yang beku dan kaku. Mereka terfragmentasi dan terpola juga dalam beragam segmen, sehingga sulit dikumpulkan dalam satu blok hanya dengan satu alat tangkap," katanya.
Menurut dia, kreativitas tim kampanye akan menjadi sangat menentukan di segmen milenial ini, dan tentu saja program-program nyata yang bisa mereka rasakan, karena mereka sangat romantis dan kurang fanatik (bisa berpindah-pindah) sesuai selera dan perubahan psikologis.