Kupang (AntaraNews NTT) - Kasus penangkapan Bupati Ngada Marianus Sae (56) dalam sebuah operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Minggu (11/2) di Surabaya, Jawa Timur, langsung merebak luas ke seluruh penjuru Nusa Tenggara Timur.
Pria kelahiran Bosiko pada 8 Mei 1962 yang sedang menjalani masa pemerintahannya periode kedua (2016-2021) sebagai Bupati Ngada di Pulau Flores itu, adalah Bakal Calon Gubernur NTT periode 2018-2023 yang diusung PDIP dan PKB untuk bertarung dalam ajang Pemilu Gubernur NTT pada Juni 2018.
Sehari menjelang penetapan Calon Gubernur-Wakil Gubernur NTT oleh KPU setempat pada Senin (12/2), mantan Ketua DPD Partai Amanat Nasional (PAN) Kabupaten Ngada itu harus berdiri berdampingan dengan wakilnya Emilia Nomleni bersama tiga pasangan calon lainnya untuk menerima SK penetapan dari institusi penyelenggaran pilkada itu.
Marianus Sae ibarat sedang menerima sebuah kado pahit dari KPK saat terjaring dalam OTT ketika dirinya sedang berada di sebuah ujung pengharapan untuk menjadi orang nomor satu di wilayah provinsi berbasis kepulauan itu.
Penangkapan Marianus Sae oleh KPK dalam OTT tersebut bukan lahir dari sebuah konspirasi politik tingkat tinggi dalam menghadapi Pemilu Gubernur NTT tahun ini, namun tampaknya KPK sudah lama menjadikannya sebagai target operasi dalam dugaan korupsi di lingkungan pemerintahan yang dipimpinnya.
Marianus tampaknya tidak sendirian menelan pil pahit lewat OTT yang dilakukan oleh KPK tersebut. Ada sekitar lima orang diduga kuat terlibat dalam kasus suap proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Kabupaten Ngada.
"Selain Marianus, KPK juga telah menetapkan Direktur PT Sinar 99 Permai (S99P) Wilhelmus Iwan Ulumbu sebagai tersangka yang diduga kuat sebagai pemberi suap," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan kepada wartawan di Gedung KPK Jakarta, Senin (12/2).
Dalam proses penangkapan tersebut KPK mengamankan lima orang terdiri atas dua orang yang diamankan di Surabaya, satu orang di Kupang, dan dua orang lainnya di Bajawa, Ibu Kota Kabupaten Ngada.
Mereka yang terjaring OTT KPK itu adalah Marianus Sae, Wilhelmus Iwan Ulumbu, Ketua Tim Penguji Psikotes Calon Gubernur NTT Ambrosia Tirta Santi, ajudan Bupati Ngada DK, dan pegawai Bank BNI Cabang Bajawa PP.
KPK, kata Basaria, telah menerima informasi dari masyarakat. Tim kemudian menelusuri kebenaran informasi tersebut dan pada Minggu, 11 Februari tim bergerak secara paralel ke tiga lokasi, antara lain di Surabaya, Kupang, dan Bajawa.
Sekitar pukul 10.00 WIB, tim pertama bergerak menuju ke sebuah hotel di Surabaya dan langsung mengamankan Marianus Sae dan Ambrosia Tirta Santi. Dari tangan Marianus, tim mengamankan sebuah ATM dan beberapa struk transaksi keuangan.
Tim kedua yang sudah berada di Kupang mengamankan DK di posko pemenangan Marianus-Emi sekitar pukul 11.30 Wita. Tim ketiga yang sudah berada di Bajawa mengamankan Wilhelmus di kediamannya di Bajawa pukul 11.30 Wita dan juga mengamankan PP di kediamannya di Bajawa sekitar pukul 11.45 Wita.
Kelima orang yang diamankan KPK tersebut, kemudian menjalani pemeriksaan awal di tempat. Marianus Sae dan Ambrosia dilakukan di Polda Jawa Timur, DK di Polda Nusa Tenggara Timur, serta Wilhelmus dan PP di Polres Bajawa.
Setelah menjalani pemeriksaan awal tersebut, tim kemudian menerbangkan Marianus, Ambrosia dan DK pada Minggu (11/2) malam untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut di gedung KPK Jakarta.
Menurut Basaria, pemberian uang dari Wilhelmus kepada Marianus terkait "fee" proyek-proyek di Kabupaten Ngada. Wilhelmus merupakan salah satu kontraktor di Kabupaten Ngada yang kerap mendapatkan proyek-proyek di kabupaten itu sejak 2011.
Wilhelmus membukakan rekening atas namanya sendiri sejak 2011 dan memberikan ATM bank tersebut kepada Marianus pada 2015. Total uang yang ditransfer maupun diserahkan secara tunai oleh Wilhelmus kepada Marianus sekitar Rp4,1 miliar.
Pemberian itu, kata Basaria, dilakukan pada November 2017 Rp1,5 miliar secara tunai di Jakarta, Desember 2017 terdapat transfer Rp2 miliar dalam rekening Wilhelmus, 16 Januari 2018 diberikan tunai di rumah bupati Rp400 juta, 6 Februari 2018 diberikan tunai di rumah bupati Rp200 juta.
Pada 2018, Wilhelmus dijanjikan proyek di Kabupaten Ngada senilai Rp54 miliar terdiri atas pembangunan jalan Poma Boras Rp5 miliar, Jembatan Boawe Rp3 miliar, ruas jalan Ranamoeteni Rp20 miliar, ruas jalan Riominsimarunggela Rp14 miliar, ruas jalan Tadawaebella Rp5 miliar, ruas jalan Emerewaibella Rp5 miliar, dan ruas jalan Warbetutarawaja Rp2 miliar.
Atas dasar perbuatan Marianus tersebut, KPK kemudian menjadikannya sebagai tersangka karena melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Tarik Dukungan
Kasus yang menimpa Marianus Sae, merupakan sebuah pukulan yang maha dahsyat bagi PDI Perjuangan dan PKB yang telah mengusungnya maju menjadi Calon Gubernur NTT dalam perhelatan pilkada tahun ini, bersama 10 kabupaten lainnya di Nusa Tenggara Timur.
Ketua DPW PKB Nusa Tenggara Timur Yucundianus Lepa secara tegas mengatakan bahwa partai yang dipimpinnya tengah mempertimbangkan untuk menarik dukungan terhadap Calon Gubernur NTT Marianus Sae yang terjaring dalam OTT KPK, Minggu (11/2).
Sebagai salah satu partai pengusung, Yucundianus Lepa merasa sangat terpukul dengan peristiwa terjaringnya Marianus Sae dalam OTT KPK, sehari menjelang KPU NTT menetapkan yang bersangkutan sebagai Calon Gubernur NTT bersama pendampingnya Emilia Nomleni sebagai Calon Wakil Gubernur.
Yucundianus Lepa mengaku sangat prihatin dengan peristiwa itu. PKB pasti akan segera mengambil sikap, dan keputusan yang paling buruk adalah mencabut dukungan kepada yang bersangkutan dan memberi dukungan politik kepada pasangan calon gubernur lain yang telah ditetapkan KPU tersebut.
Reaksi yang sama pun datang dari Sekjen DPP PDIP Perjuangan Hasto Kristiyanto yang mengatakan partainya sudah memutuskan untuk mencabut dukungan kepada Marianus Sae sebagai Calon Gubernur NTT untuk bertarung dalam ajang Pilgub NTT 2018.
Menurut Hasto, ada indikasi kuat bahwa Marianus Sae memiliki keanggotaan ganda. Oleh karena itu partainya sudah bersikap tegas dan segera menarik dukungan kepada yang bersangkutan
Melalui keterangan tertulis yang diterima Antara Kupang, Senin (12/2), Hasto menyatakan penyesalannya atas kasus yang dialami oleh Marianus Sae. Padahal, sejak awal, partai berlambang banteng moncong putih dalam lingkaran itu sudah menegaskan tidak akan menolerir kadernya yang terjerat kasus korupsi. Kini, PDIP seperti menepuk air di dulang dan memercik muka sendiri.
Bagaimana reaksi KPU NTT sebagai institusi penyelenggara pemilu terhadap persoalan yang dihadapi Marianus Sae? Juru bicara KPU NTT Yosafat Koli mengatakan partai politik pengusung calon Gubernur-Wakil Gubernur NTT dilarang untuk menarik dukungan politiknya, karena KPU secara kelembagaan telah menetapkan mereka sebagai Calon Gubernur-Wakil Gubernur NTT periode 2018-2023 untuk Pilgub NTT 2018.
Berdasarkan peraturan KPU, parpol memang dilarang mengajukan permohonan penarikan dukungan terhadap pasangan calon yang sudah ditetapkan, sehingga pasangan Marianus Sae-Emilia Nomleni tetap maju dalam ajang Pilgub NTT 2018 sebagaimana yang telah diusung oleh PDIP dan PKB.
Pasangan tersebut akan bertarung dengan pasangan Esthon L Foenay-Christian Rotok yang diusung Partai Gerindra dan PAN, pasangan Beny K Harman (BKH)-Benny Litelnoni yang diusung Demokrat, PKS dan PKPI, serta pasangan Viktor Bungtilu Laiskodat-Josef Nae Soi yang diusung Partai NasDem, Golkar dan Partai Hanura.
Silakan saja PDI Perjuangan dan PKB menarik dukungan terhadap Marianus Sae, tetapi hak-hak pasangan calon yang sudah didaftarkan dan ditetapkan KPU tetap kami berikan, kata Yosafat Koli.
Regulasi dari KPU tampaknya cukup lentur buat Marianus Sae yang sedang bermasalah, namun sayangnya Bupati Ngada itu tidak bisa berdiri bersama Emilia Nomleni untuk mengampanyekan program kerjanya dalam ajang Pilgub NTT 2018, karena sudah telanjur menerima kado pahit dari KPK sebagai tersangka kasus suap tersebut.
Pria kelahiran Bosiko pada 8 Mei 1962 yang sedang menjalani masa pemerintahannya periode kedua (2016-2021) sebagai Bupati Ngada di Pulau Flores itu, adalah Bakal Calon Gubernur NTT periode 2018-2023 yang diusung PDIP dan PKB untuk bertarung dalam ajang Pemilu Gubernur NTT pada Juni 2018.
Sehari menjelang penetapan Calon Gubernur-Wakil Gubernur NTT oleh KPU setempat pada Senin (12/2), mantan Ketua DPD Partai Amanat Nasional (PAN) Kabupaten Ngada itu harus berdiri berdampingan dengan wakilnya Emilia Nomleni bersama tiga pasangan calon lainnya untuk menerima SK penetapan dari institusi penyelenggaran pilkada itu.
Marianus Sae ibarat sedang menerima sebuah kado pahit dari KPK saat terjaring dalam OTT ketika dirinya sedang berada di sebuah ujung pengharapan untuk menjadi orang nomor satu di wilayah provinsi berbasis kepulauan itu.
Penangkapan Marianus Sae oleh KPK dalam OTT tersebut bukan lahir dari sebuah konspirasi politik tingkat tinggi dalam menghadapi Pemilu Gubernur NTT tahun ini, namun tampaknya KPK sudah lama menjadikannya sebagai target operasi dalam dugaan korupsi di lingkungan pemerintahan yang dipimpinnya.
Marianus tampaknya tidak sendirian menelan pil pahit lewat OTT yang dilakukan oleh KPK tersebut. Ada sekitar lima orang diduga kuat terlibat dalam kasus suap proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Kabupaten Ngada.
"Selain Marianus, KPK juga telah menetapkan Direktur PT Sinar 99 Permai (S99P) Wilhelmus Iwan Ulumbu sebagai tersangka yang diduga kuat sebagai pemberi suap," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan kepada wartawan di Gedung KPK Jakarta, Senin (12/2).
Dalam proses penangkapan tersebut KPK mengamankan lima orang terdiri atas dua orang yang diamankan di Surabaya, satu orang di Kupang, dan dua orang lainnya di Bajawa, Ibu Kota Kabupaten Ngada.
Mereka yang terjaring OTT KPK itu adalah Marianus Sae, Wilhelmus Iwan Ulumbu, Ketua Tim Penguji Psikotes Calon Gubernur NTT Ambrosia Tirta Santi, ajudan Bupati Ngada DK, dan pegawai Bank BNI Cabang Bajawa PP.
KPK, kata Basaria, telah menerima informasi dari masyarakat. Tim kemudian menelusuri kebenaran informasi tersebut dan pada Minggu, 11 Februari tim bergerak secara paralel ke tiga lokasi, antara lain di Surabaya, Kupang, dan Bajawa.
Sekitar pukul 10.00 WIB, tim pertama bergerak menuju ke sebuah hotel di Surabaya dan langsung mengamankan Marianus Sae dan Ambrosia Tirta Santi. Dari tangan Marianus, tim mengamankan sebuah ATM dan beberapa struk transaksi keuangan.
Tim kedua yang sudah berada di Kupang mengamankan DK di posko pemenangan Marianus-Emi sekitar pukul 11.30 Wita. Tim ketiga yang sudah berada di Bajawa mengamankan Wilhelmus di kediamannya di Bajawa pukul 11.30 Wita dan juga mengamankan PP di kediamannya di Bajawa sekitar pukul 11.45 Wita.
Kelima orang yang diamankan KPK tersebut, kemudian menjalani pemeriksaan awal di tempat. Marianus Sae dan Ambrosia dilakukan di Polda Jawa Timur, DK di Polda Nusa Tenggara Timur, serta Wilhelmus dan PP di Polres Bajawa.
Setelah menjalani pemeriksaan awal tersebut, tim kemudian menerbangkan Marianus, Ambrosia dan DK pada Minggu (11/2) malam untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut di gedung KPK Jakarta.
Menurut Basaria, pemberian uang dari Wilhelmus kepada Marianus terkait "fee" proyek-proyek di Kabupaten Ngada. Wilhelmus merupakan salah satu kontraktor di Kabupaten Ngada yang kerap mendapatkan proyek-proyek di kabupaten itu sejak 2011.
Wilhelmus membukakan rekening atas namanya sendiri sejak 2011 dan memberikan ATM bank tersebut kepada Marianus pada 2015. Total uang yang ditransfer maupun diserahkan secara tunai oleh Wilhelmus kepada Marianus sekitar Rp4,1 miliar.
Pemberian itu, kata Basaria, dilakukan pada November 2017 Rp1,5 miliar secara tunai di Jakarta, Desember 2017 terdapat transfer Rp2 miliar dalam rekening Wilhelmus, 16 Januari 2018 diberikan tunai di rumah bupati Rp400 juta, 6 Februari 2018 diberikan tunai di rumah bupati Rp200 juta.
Pada 2018, Wilhelmus dijanjikan proyek di Kabupaten Ngada senilai Rp54 miliar terdiri atas pembangunan jalan Poma Boras Rp5 miliar, Jembatan Boawe Rp3 miliar, ruas jalan Ranamoeteni Rp20 miliar, ruas jalan Riominsimarunggela Rp14 miliar, ruas jalan Tadawaebella Rp5 miliar, ruas jalan Emerewaibella Rp5 miliar, dan ruas jalan Warbetutarawaja Rp2 miliar.
Atas dasar perbuatan Marianus tersebut, KPK kemudian menjadikannya sebagai tersangka karena melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Tarik Dukungan
Kasus yang menimpa Marianus Sae, merupakan sebuah pukulan yang maha dahsyat bagi PDI Perjuangan dan PKB yang telah mengusungnya maju menjadi Calon Gubernur NTT dalam perhelatan pilkada tahun ini, bersama 10 kabupaten lainnya di Nusa Tenggara Timur.
Ketua DPW PKB Nusa Tenggara Timur Yucundianus Lepa secara tegas mengatakan bahwa partai yang dipimpinnya tengah mempertimbangkan untuk menarik dukungan terhadap Calon Gubernur NTT Marianus Sae yang terjaring dalam OTT KPK, Minggu (11/2).
Sebagai salah satu partai pengusung, Yucundianus Lepa merasa sangat terpukul dengan peristiwa terjaringnya Marianus Sae dalam OTT KPK, sehari menjelang KPU NTT menetapkan yang bersangkutan sebagai Calon Gubernur NTT bersama pendampingnya Emilia Nomleni sebagai Calon Wakil Gubernur.
Yucundianus Lepa mengaku sangat prihatin dengan peristiwa itu. PKB pasti akan segera mengambil sikap, dan keputusan yang paling buruk adalah mencabut dukungan kepada yang bersangkutan dan memberi dukungan politik kepada pasangan calon gubernur lain yang telah ditetapkan KPU tersebut.
Reaksi yang sama pun datang dari Sekjen DPP PDIP Perjuangan Hasto Kristiyanto yang mengatakan partainya sudah memutuskan untuk mencabut dukungan kepada Marianus Sae sebagai Calon Gubernur NTT untuk bertarung dalam ajang Pilgub NTT 2018.
Menurut Hasto, ada indikasi kuat bahwa Marianus Sae memiliki keanggotaan ganda. Oleh karena itu partainya sudah bersikap tegas dan segera menarik dukungan kepada yang bersangkutan
Melalui keterangan tertulis yang diterima Antara Kupang, Senin (12/2), Hasto menyatakan penyesalannya atas kasus yang dialami oleh Marianus Sae. Padahal, sejak awal, partai berlambang banteng moncong putih dalam lingkaran itu sudah menegaskan tidak akan menolerir kadernya yang terjerat kasus korupsi. Kini, PDIP seperti menepuk air di dulang dan memercik muka sendiri.
Bagaimana reaksi KPU NTT sebagai institusi penyelenggara pemilu terhadap persoalan yang dihadapi Marianus Sae? Juru bicara KPU NTT Yosafat Koli mengatakan partai politik pengusung calon Gubernur-Wakil Gubernur NTT dilarang untuk menarik dukungan politiknya, karena KPU secara kelembagaan telah menetapkan mereka sebagai Calon Gubernur-Wakil Gubernur NTT periode 2018-2023 untuk Pilgub NTT 2018.
Berdasarkan peraturan KPU, parpol memang dilarang mengajukan permohonan penarikan dukungan terhadap pasangan calon yang sudah ditetapkan, sehingga pasangan Marianus Sae-Emilia Nomleni tetap maju dalam ajang Pilgub NTT 2018 sebagaimana yang telah diusung oleh PDIP dan PKB.
Pasangan tersebut akan bertarung dengan pasangan Esthon L Foenay-Christian Rotok yang diusung Partai Gerindra dan PAN, pasangan Beny K Harman (BKH)-Benny Litelnoni yang diusung Demokrat, PKS dan PKPI, serta pasangan Viktor Bungtilu Laiskodat-Josef Nae Soi yang diusung Partai NasDem, Golkar dan Partai Hanura.
Silakan saja PDI Perjuangan dan PKB menarik dukungan terhadap Marianus Sae, tetapi hak-hak pasangan calon yang sudah didaftarkan dan ditetapkan KPU tetap kami berikan, kata Yosafat Koli.
Regulasi dari KPU tampaknya cukup lentur buat Marianus Sae yang sedang bermasalah, namun sayangnya Bupati Ngada itu tidak bisa berdiri bersama Emilia Nomleni untuk mengampanyekan program kerjanya dalam ajang Pilgub NTT 2018, karena sudah telanjur menerima kado pahit dari KPK sebagai tersangka kasus suap tersebut.