Kupang (AntaraNews NTT) - Para nelayan yang mangkal di Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Tenau Kupang, Nusa Tenggara Timur, seakan putus asa ketika melihat rumpon liar berserakan di sepanjang Laut Timor saat melaut mencari ikan di wilayah perairan setempat.

Rumpon tak berizin tersebut diduga kuat dipasang oleh kapal-kapal porse siene besar dari Bali untuk menghalau migrasi ikan secara alamiah di wilayah Laut Timor serta wilayah perairan selatan Kupang yang tidak mencapai 12 mil dari garis pantai terendah.

Situasi yang dihadapi para nelayan di wilayah perairan tersebut, kemudian dilaporkan kepada aparat berwenang untuk menindaklanjutinya dalam bentuk operasi pembersihan. Namun, saat operasi berlangsung, tak ada satu rumpon pun yang didapat.

Kondisi ini yang kemudian memunculkan tanda tanya besar dari kalangan nelayan yang tergabung dalam organisasi Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) yang bermarkas di PPI Tenau Kupang.

Ketua Bidang Humas dan Informasi HNSI Kota Kupang Abdul Wahab Sidin bertanya apakah karena sandi operasi mereka bocor sehingga kapal-kapal porse seine besar langsung membersihkan rumpon yang ditebarnya itu.

Para nelayan Kupang mencatat ada sejumlah kapal purse seine besar dari Bali yang biasa beroperasi di wilayah perairan pantai selatan Kupang dan Laut Timor, NTT yakni KM Jaya Kota, KM Sanjaya, KM Milenium Jaya, KM Kasih Setia, KM Jaya Wijaya, KM Nusantara Jaya, KM Anugerah dan KM Jasa Mina.

Kapal-kapal porse seine besar itu, kata dia, tidak ramah lingkungan sehingga pihaknya memohon kepada Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti untuk mencabut izin usahanya. Kapal-kapal porse seine besar itu hanya merusak ekosistem laut dan terumbu karang yang ada.

Kecemasan dan kekecewaan para nelayan itu terus mewarnai kehidupan mereka sehari-hari dalam bergulat mengarungi samudera, sehingga rasa pesimisme itu selalu datang melanda ruang kehidupan mereka, seolah-olah pihak pengawas melakukan pembiaran terhadap pemasangan rumpon di wilayah perairan provinsi dengan luas wilayah laut mencapai 200.000 kilometer persegi itu.

Kecurigaan itu semakin menyata ketika tim survei minyak dan gas (migas) dari Kementerian ESDM mengamankan 19 rumpon tanpa izin yang terpasang di wilayah perairan selatan Pulau Timor, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Jumat (9/3).

Konspirasi
Hasil penertiban Tim Kementerian ESDM tersebut semakin menguatkan dugaan para nelayan bahwa apa yang dikhwatirkan selama ini tentang pemasangan rumpon liar di wilayah perairan Laut Timor memang benar adanya, bukan sebuah rekayasa belaka.

Atas dasar itu, mereka kemudian menuding adanya konspirasi tingkat tinggi di antara pengawas serta aparat keamanan laut setempat dengan nelayan pemilik kapal porse sein besar dari Bali yang menebar rumpon di sepanjang Laut Timor tersebut.

Walaupun tidak menununjukkan sebuah angka yang pasti, namun Wahab Sidin mengakui bahwa hasil tangkapan nelayan lokal menurun drastis sebagai akibat dari pemasangan rumpon tersebut. Kalau rumpon sudah melingkar seperti itu, kata dia, semua jenis ikan yang ada akan dilingkar atau tertangkap semuanya.

Kepala Stasiun Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kupang Mubarak mengatakan sebenarnya lembaganya merupakan pihak yang bertanggung jawab atas pemasangan rumpon ilegal itu, namun unit yang dipimpinnya tidak pernah menemukan selama operasi berlangsung.

Rumpon-rumpon yang terpasang itu seharusnya sudah ditertibkan jauh sebelum tim survei migas dari Kementerian ESDM melakukan survei minyak di Laut Timor. "Apakah ini sebuah kecolongan atau memang disengaja," kata Wahab dalam nada tanya.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan NTT Ganef Wurgiyanto hanya membenarkan adanya penertiban rumpon tersebut oleh tim survei migas dari Kementerian ESDM. Diakuinya penertiban rumpon itu dilakukan pada Jumat (9/3) dalam sebuah operasi penyisiran di sepanjang wilayah perairan selatan Pulau Timor sampai ke Laut Timor.

Dalam operasi tersebut, tim survei migas dari Kementerian ESDM juga melibatkan para petugas dari DKP NTT, PSDKP, Lantamal VII Kupang, Polisi Perairan, perwakilan nelayan, serta pihak PT Abitec dalam melaksanaan operasi tersebut.

Dari 19 rumpon yang disita tersebut, tujuh di antaranya adalah rumpon jenis proton dan 12 lainnya jenis gabus. Rumpon-rumpon liar itu sudah diamankan semuanya di sekitar PPI Tenau Kupang setelah diangkut tim survey migas dengan kapal Anugerah Lautan 7.

Sebelum survei dilakukan, kata Ganef, tim sudah melakukan sosialisasi di basis-basis nelayan seperti di Tenau Kupang, dan Kabupaten Malaka agar jangan sampai mengganggu aktivitas kelautan dan perikanan dengan memasang rumpon, karena tim akan memotongnya.

Rumpon-rumpon liar tak bertuan itu terpasang di sekitar koordinat 10 13`525" LS - 125- 10`406 BT sebelah selatan Pulau Timor. Nantinya tim akan melakukan ganti rugi untuk rumpon-rumpon yang memiliki izin terpasang di area yang terkena sweeping ini.

Pernyataan Kadis Perikanan dan Kelautan NTT ini soal ganti rugi rumpon berizin ini, kemudian menuai kontroversi di kalangan nelayan Kupang, karena bagi mereka yang namanya rumpon itu memang tidak berizin dan liar, sehingga tidak ada alasan untuk ganti rugi.

"Kalau sampai adanya ganti rugi, maka Dinas Kelautan dan Perikanan NTT tahu siapa pemilik rumpon tersebut. Apakah ini bukan sebuah konspirasi?" ujar Wahab Sidin.

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti saat berkunjung di Kupang, beberapa waktu lalu juga telah menegaskan bahwa tidak ada rumpon yang berizin di republik ini.

"Yang namanya rumpon yah tak berizin alias ilegal. Instansi pemerintah mana yang mengeluarkan izin untuk rumpon itu, tidak ada kan? Karena itu tidak perlu ada ganti rugi segala," katanya menegaskan.

Kepala Stasiun PSDKP Kupang Mubarak menegaskan pihaknya tetap akan menertibkan rumpon-rumpon liar yang ditemukan terpasang di sekitar wilayah perairan NTT.

Kapal pengawas KM Hiu Macan 003 tetap melakukan patroli perairan secara rutin dan terjadwal, meskipun sejauh ini pihaknya belum mendapat informasi adanya titik-titik lokasi pemasangan rumpon.

Upaya pemberantasan rumpon membutuhkan kerja sama dengan para nelayan setempat, mengingat nelayan lebih memahami bagaimana kondisi riil di perairan. Pihaknya berharap para nelayan dapat memberikan titik koordinatnya agar lebih mudah untuk melakukan penindakan.

Pernyataan Mubarak ini tampaknya kurang diterima oleh para nelayan, karena setiap temuan rumpon yang terpasang secara ilegal di wilayah perairan, selalu diinformasikan secara mendetail tentang titik koodinatnya, karena hampir semua kapal nelayan menggunakan GPS (global positioning system).

Kini, para nelayan Kupang hanya menunggu komitmen dari Mubarak dan timnya untuk memberantas praktik pemasangan rumpon liar di wilayah perairan NTT oleh kapal-kapal porse seine besar dari Bali, yang tidak pernah ditemukan keberadaaanya oleh tim pengawas selama ini.

Pewarta : Laurensius Molan
Editor : Laurensius Molan
Copyright © ANTARA 2024