Artikel - Menjadi perempuan penumpang dalam angkutan umum

id Bilik khusus wanita,Artikel gender

Artikel - Menjadi perempuan penumpang dalam angkutan umum

Dokumentasi. Perempuan penumpang berada di gerbong khusus wanita naik KRL tujuan Bogor di Stasiun Manggarai, Jakarta, Selasa (13/8). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

Kita semua sepakat bahwa pelecehan seksual adalah musuh bersama. Tetapi penyelesaiannya mesti menyentuh sisi kesadaran manusia, dalam hal ini lelaki...
Jakarta (ANTARA) - Tidak ada pembicaraan mengenai kesetaraan gender pada pemberian bilik khusus bagi perempuan dalam transportasi umum di Jakarta.

Mengapa perempuan diberi bilik khusus dalam transportasi umum di Jakarta? Mengapa ada busway khusus bagi perempuan? Apakah memang sistem transportasi umum di Jakarta lebih mengistimewakan perempuan dibandingkan laki-laki?

Menjadi perempuan dengan segala kompleksitasnya, baik di dalam dirinya atau pun di luar dirinya, adalah topik yang banyak diperbincangkan dewasa ini.

Isu kesetaraan gender antara perempuan dan pria pun mulai diadopsi ke dalam semua bidang kehidupan manusia. Berbicara tentang pekerjaan, berarti berbicara juga soal kesetaraan gender. Berbicara soal pelayanan publik, berbicara juga soal kesetaraan gender. Berbicara soal sistem transportasi umum, berbicara juga soal kesetaraan gender.

Ada beberapa pertanyaan yang sering mengiang pada pikiran publik transportasi, khususnya ketika sedang berada dalam angkutan umum.

Pertanyaan-pertanyaan itu seperti, kenapa ya kira-kira ada bilik khusus bagi perempuan dalam Transjakarta dan juga dalam kereta (CRL). Kenapa wanita selalu diutamakan untuk mendapatkan tempat duduk dibandingkan dengan laki-laki? Atau pertanyaan yang lebih reflektif, mengapa laki-laki sering kali memberikan tempat duduknya bagi perempuan? Mengapa pada saat yang sama, angka pelecehan seksual juga terjadi dalam angka yang masif kepada perempuan?

Klaudia Anastasya (23), lulusan Teknik Kimia Universitas Indonesia, memiliki pendapatnya sendiri sebagai pengguna transportasi umum Jakarta. Dalam pengakuannya, ia naik kereta setiap hari. Biasanya rute yang ia tempuh itu dari Terminal UI sampai ke Terminal Cawang. Ia juga naik Transjakarta hingga enam kali dalam seminggu untuk aktivitasnya.

Suasana dalam angkutan umum bukan hal asing lagi baginya. Pemandangan seperti bagaimana wanita diperlakukan dalam angkutan umum adalah hal yang selalu ia lihat dan rasakan.

Ia mengaku sering kali diistimewakan hanya karena ia seorang wanita. Kebiasaan itu sudah menjadi tradisi dalam sistem transportasi umum atau spontanitas publik transportasi. Kalau misalnya ia tidak mendapat duduk pada bilik khusus wanita, maka ketika ia bergerak ke arah belakang, sering kali ada yang menawarinya kursi. Hal ini tentunya bukan hal baru lagi bagi publik transportasi.

Ia sebenarnya tidak begitu ingin terbiasa dengan spontanitas semacam itu. Kalau dia merasa kuat, dia akan tetap berdiri. Jadi, pemberian tempat duduk itu sebenarnya bukan tentang gender, tetapi soal mana yang kelihatan lebih kuat berdiri dan mana yang tidak kuat berdiri. Dari pembedaan tersebut, dapat secara umum digolongkan antara orang muda dan orang tua atau ibu hamil atau orang sedang sakit.

"Kalau ada orang tua yang berdiri, ya saya tawarkan tempat duduk saya. Entah orang tua itu ibu-ibu atau bapak-bapak. Saya merasa kuat untuk berdiri dan menurut saya itu etika yang pantas," ujarnya.

Sebenarnya tidak ada perbedaan antara wanita dan laki-laki di dalam sistem transportasi umum di Jakarta. Dalam hal ini, ia kurang setuju dengan adanya pengistimewaan dalam transportasi umum, hanya karena dia seseorang perempuan.

Walaupun tak dapat dimungkiri, dirinya juga sering mendapatkan keistimewaan tersebut. Ia menduga, pemberian bilik khusus tersebut ada kaitannya dengan angka pelecehan seksual yang terjadi terhadap wanita dalam sistem transportasi umum di Jakarta.

Hal inilah yang kemudian menjadi pertanyaan baginya. Dengan budaya spontanitas pengutamaan kursi penumpang bagi perempuan, mengapa angka pelecehan seksual terhadap perempuan khusus pada transportasi umum masih ada? Bukankah itu kontradiktif?


Sisi keilmuan