Artikel - Menjadi perempuan penumpang dalam angkutan umum

id Bilik khusus wanita,Artikel gender

Artikel - Menjadi perempuan penumpang dalam angkutan umum

Dokumentasi. Perempuan penumpang berada di gerbong khusus wanita naik KRL tujuan Bogor di Stasiun Manggarai, Jakarta, Selasa (13/8). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

Kita semua sepakat bahwa pelecehan seksual adalah musuh bersama. Tetapi penyelesaiannya mesti menyentuh sisi kesadaran manusia, dalam hal ini lelaki...
Ahli transportasi dari Universitas Indonesia Ellen Tangkidu mengatakan bahwa pada dasarnya tidak ada pembedaan perlakuan kepada lelaki dan kepada perempuan dalam sistem transportasi umum, khususnya dari sudut pandang penumpang.

Kartini memperjuangkan kesetaraan gender antara laki-laki dan wanita bukan untuk membuat wanita lebih diistimewakan dalam transportasi umum. Misalnya ada wanita yang kebetulan tidak mendapat tempat duduk di dalam busway atau CRL. Dalam hal tersebut, laki-laki tidak punya tanggung jawab konstitusional untuk memberikan tempat duduknya bagi wanita tersebut.

Namun lebih dari, perlu ditekankan bahwa yang wajib mendapat keistimewaan dalam transportasi umum adalah kaum difabel. Secara internasional pun mereka mendapat tempat khusus dalam sistem transportasi. Demikian juga halnya dengan ibu hamil dan para lansia, serta ibu-ibu yang membawa anaknya. Mereka juga seharusnya mendapatkan tempat duduk di dalam busway, misalnya.

Berbicara soal pemberian bilik khusus bagi wanita di dalam busway ataupun di dalam CRL, itu bukan untuk mengistimewakan wanita dari pada laki-laki.

Tidak ada pembicaraan mengenai kesetaraan gender pada pemberian bilik khusus bagi wanita. Hal itu mesti dilihat secara historis juga.

Dalam survei yang dilakukan oleh Koalisi Ruang Publik Aman (KRPA) pada tahun 2022, tercatat 3.539 perempuan dari 4.263 responden yang mengaku pernah mengalami pelecehan seksual di ruang publik, dan 23 persen di antaranya terjadi di transportasi umum termasuk sarana dan prasarana.

Hal itu sebenarnya perlu juga dilihat secara historis. Pemberian bilik khusus bagi wanita bukan untuk kesetaraan gender, melainkan dalam hal ini untuk sesuai yang lebih esensial yakni menekan angka pelecehan seksual terhadap wanita.

Meskipun sering kali pelecehan seksual terjadi juga di ruang publik lain, angka 23 persen pelecehan di transportasi umum hanya kebetulan terjadi dalam angkutan umum atau di sarana dan prasarananya.

Sebenarnya pemberian bilik khusus tidak perlu untuk dilakukan selain karena alasan menekan angka pelecehan seksual kepada wanita.

Menurun Ellen, barang kali kalau di kereta wajar diterapkan mengingat kepadatan penumpang kereta di Jakarta. Akan tetapi untuk busway, pemberian bilik khusus atau busway khusus bagi wanita sepertinya tidak perlu dilakukan.

Jadi, untuk mengurangi kepadatan dalam busway, tinggal ditambah saja jumlah busway yang ada. Tidak perlu ada pengistimewaan khusus.

Ia menyarankan wanita agar juga memiliki kemampuan untuk membela diri, khususnya bagi mereka yang tempat kerjanya jauh dari tempat tinggal. Wanita tidak bisa hanya bersandar pada alat-alat perlindungan yang diberikan pemerintah karena ancaman pelecehan bisa terjadi di mana saja.

Yang prioritas itu siapa sebenarnya?