Artikel - Tenun kaum perempuan Badui menopang ekonomi masyarakat adat

id Lebak,artikel tenun,menenun,tenunan Oleh Mansyur suryana

Artikel - Tenun kaum perempuan Badui menopang ekonomi masyarakat adat

Seorang perajin di permukiman Badui, Kabupaten Lebak, menenun dengan peralatan manual guna meningkatkan pendapatan keluarga. ANTARA/Mansur Suryana

...Motif batik shibori dengan teknik celup aneka warna alami. Peserta pelatihan membatik itu dapat memiliki keterampilan dan kemandirian ekonomi, kata Iti

Lebak (ANTARA) -

Pagi itu, puluhan remaja putri hingga dewasa menenun di amben rumah yang terbuat dari bambu dan kayu serta atap rumbia. Mereka tekun menenun dari pagi sampai sore.

Kesibukan menenun itu terlihat di Kampung Kadu Ketug, Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, yang merupakan permukiman masyarakat adat Badui.

Tangan-tangan perajin tenun itu cukup terampil melilitkan benang dengan alat manual yang digerakkan oleh tangan dan kaki.

Selembar demi selembar kain tenun itu rampung setelah 3 hari dikerjakan dengan ukuran panjang 2,5 meter dan lebar 2 meter.

Selama ini, menenun di permukiman kampung adat itu memang menjadikan andalan ekonomi masyarakat Badui.

Adapun harga kain tenun dijual bervariasi, tergantung jenis dan motif, mulai Rp150 ribu hingga Rp700 ribu per lembar.

Para perempuan Badui yang menenun itu wujud membantu pendapatan ekonomi suami, yang rata-rata bekerja di sektor pertanian ladang.

Neng (45), perajin di Kampung Kadu Ketug, Desa Kanekes, Kabupaten Lebak, mengaku
bisa menyelesaikan tiga potong kain tenun dengan pendapatan mencapai Rp3 juta/pekan.

Tenun itu dijual sendiri melalui jejaring sosial di media sosial hingga lokapasar (markerplace) yang pembelinya dari berbagai daerah di Tanah Air.

Para perajin juga menjual karyanya di bale-bale rumah mereka sendiri dengan mengandalkan pembeli dari kalangan wisatawan yang mengunjungi permukiman Badui.

Kebanyakan pembeli produksi kerajinan tenun itu para wisatawan yang datang ke kampung itu, termasuk wisatawan mancanegara.

Neng mengaku selama tiga pekan terakhir ini kewalahan melayani permintaan wisatawan bersamaan dengan datangnya masa liburan sekolah.

Munah (45), perajin lainnya, mengaku menjual produk tenun kepada penampung setempat. Apalagi, belakangan ini banyak wisatawan ke kawasan Badui, terutama pada akhir pekan.

Ia mengaku bisa menyelesaikan enam potong/pekan dengan penghasilan mencapai Rp2,5 juta/pekan.

Munah menenun bersama anaknya. Ia sudah menjalani usaha kerajinan itu selama 12 tahun dan hasilnya membantu pendapatan keluarga.

Sarnati (40), perajin tenun, mengaku kini banyak pesanan dari pedagang besar sehingga untuk memenuhinya ia mengerjakan bersama anak.

Selama sepekan ia bisa menyelesaikannya enam potong tenun dengan pendapatan Rp1,2 juta. Harga kain tenunnya Rp200 ribu/potong.

Bagi warga Badui, penghasilan dari menenun itu merupakan salah satu andalan ekonomi keluarga Badui, selain pertanian ladang.

Namun, penghasilan dari pertanian ladang itu tidak menentu karena kadang tanaman terserang penyakit sehingga tidak menghasilkan.

Oleh karena itu, Sarnati bersama dua anak yang sudah remaja serta suami, mengandalkan ekonomi keluarga dari hasil menenun.

Ambu Silvi (45), perajin, bersama anaknya memproduksi tenun dijual sendiri melalui media sosial. Penjualan secara daring itu dinilai lebih menguntungkan dibandingkan dijual ke penampung warga setempat.

Bahkan, penjualan secara online bisa mencapai delapan potong dan menghasilkan Rp3,5 juta/pekan.

Pendapatan itu menjadi andalan ekonomi keluarga sehingga bisa menyisakan untuk membeli perhiasan.

Sebagai catatan, masyarakat Badui dilarang memiliki rumah permanen, perabotan rumah tangga, dan kendaraan sehingga sisa pendapatan bisa untuk membeli perhiasan.


Promosi