JAKARTA (ANTARA) - Pesatnya kemajuan teknologi berbanding lurus dengan berkembangnya varian kejahatan, termasuk aksi penipuan. Penipuan asmara terbilang kejahatan, dengan modus yang rumit karena merupakan kombinasi predasi seksual, penipuan dan trik, berlanjut ke kejahatan keuangan. Waspada dan gunakan logika menjadi kiat menjaga diri dari iming-iming cinta penuh tipu daya itu.
Romance fraud atau penipuan asmara merupakan salah satu jenis penipuan yang banyak terjadi di media internet, apakah itu aplikasi kencan daring atau media sosial. Pada realitanya terjadi juga di tengah masyarakat, seperti kisah Ida Susanti, warga Surabaya, yang ternyata suaminya (Nardinata), seorang perempuan. Juga Nur Aini di Jambi, telah menikah dengan Ahnaf Arrafif yang tak lain adalah seorang perempuan bernama asli Erayani. Kedua kasus menghebohkan itu akhirnya diproses secara hukum. Kasus Ida Susanti dan Nur Aini hanyalah dua dari sekian banyak kasus serupa di luaran sana.
Sementara di dunia virtual, pelaku penipuan asmara umumnya pria yang punya masalah keuangan, dan bisa pula karena nafsu keserakahan untuk mengeruk harta korban, sedangkan sasaran korban adalah para perempuan yang dipandang mapan, lajang, dan tengah mencari jodoh atau mereka penyandang kesepian.
Atas fenomena maraknya penipuan asmara, platform kencan online global, Tinder, baru-baru ini meluncurkan sebuah kampanye kesadaran publik terkait pencegahan penipuan asmara di empat negara di Asia Tenggara, yaitu Indonesia, Thailand, Vietnam, dan Singapura.
Tinder secara proaktif mengedukasi para pengguna terkait resources (sumber penting) yang dapat diakses. Kampanye yang terhubung langsung di aplikasi itu untuk memastikan bahwa platform telah menyediakan ruang aman di mana para pengguna dapat menciptakan hubungan yang bermakna. Kampanye juga disertai dengan pesan dari tim Tinder dan notifikasi.
Sementara, riset nasional "Penipuan Digital di Indonesia: Modus, Medium, dan Rekomendasi", memaparkan realita penipuan di dunia digital yang menemukan 27, 7 persen aksi penipuan berkedok asmara/romansa. Riset menggunakan metode survei daring dengan sampling non-probabilitas, serta melibatkan 1.700 responden dari kelompok responden yang bervariasi demografinya di 34 provinsi Indonesia.
Mengenai kejahatan di dunia maya, psikolog klinis asal AS Steven C. Hayes (2010) mengklasifikasikan dalam empat bagian, yaitu pencurian identitas, tindakan pelecehan seksual, penipuan dan trik, serta eksploitasi keuangan.
Dan penipuan asmara memborong tiga bagian kejahatan, yaitu tindakan pelecehan seksual, penipuan dan trik, serta eksploitasi keuangan. Itulah mengapa modus kejahatan ini tergolong rumit dan memakan proses lumayan panjang. Butuh keahlian komunikasi andal dari pelakunya, pun ketelatenan melancarkan jurus bujuk rayu secara halus berkelanjutan, hingga memperoleh kepercayaan calon korban.
Umumnya pelaku memajang foto profil menawan demi menarik perhatian, juga dilengkapi data pribadi yang terkesan wah, padahal semuanya palsu. Sejurus kemudian, dia bergentayangan mencari calon korban potensial berdasarkan penelusuran data diri dan berbagai unggahannya. Ia pun mulai mengajak berkenalan, lalu pura-pura tertarik dan mengungkapkan perasaan cinta dalam jangka waktu yang tak lama. Semua dikesankan sangat natural, meski bila dinalar secara akal akan terasa janggal.
Tetapi karena yang dipilih adalah calon korban "potensial", mungkin dianggap kesepian atau dalam pencarian jodoh, sehingga segala tipu daya itu dengan mudah dipercaya. Begitu korban tak banyak menaruh curiga, pelaku terus melaju dengan aksi petualangan asmara yang lebih mendalam, termasuk eksploitasi seksual secara daring.
Ketika korban dirasa telah jatuh cinta, jurus selanjutnya adalah mulai meminta dana dengan berbagai alasan yang diskenariokan seolah nyata dan mengundang iba. Semisal, pelaku mengaku terkena musibah, bencana, atau alasan kedaruratan lainnya.
Jumlah uang yang diminta pun bertahap, dari nominal tak seberapa, hingga perlahan terus meningkat, agar korban tak menyadari sedang diperas.
Biasanya, kasus penipuan asmara baru terbongkar tatkala korban mulai curiga terhadap hal-hal yang dianggap janggal karena pelaku tidak sempurna dalam memainkan skenario dan tidak berhasil membangun konsistensi. Tetapi memang pada dasarnya segala kebohongan itu akan menimbulkan ketidakkonsistenan dan pasti mencederai logika. Hanya dibutuhkan sedikit kecerdasan untuk mengenali sesuatu yang tipu-tipu.
Mengenali penipu
Artikel - Mewaspadai praktik pidana atas nama asmara
...Jangan berikan foto dan informasi keuangan. Lindungi data diri dengan tidak memberikan foto sembarangan dan informasi keuangan kepada orang yang baru kenal secara daring atau melalui telepon