Artikel - Menyusuri jejak teknologi Belanda di tambang Ombilin

id Ombilin, warisan dunia unesco, tambang batu bara ombilin, sawahlunto, ptba, ptba upo ombilin, revitalisasi aset bumn, za,Sawahlunto,Sawalunto,Manusia

Artikel - Menyusuri jejak teknologi Belanda di tambang Ombilin

Gedung kantor utama PT Bukit Asam (Persero) Tbk Unit Pertambangan Ombilin (UPO) di Sawahlunto, Sumatera Barat. Gedung peninggalan Belanda itu pada 1916-1942 silam merupakan kantor perusahaan penambangan batu bara Ombilin atau Hoofdkantoor Ombilinmijn Sawahloento. ANTARA/Ade Irma Junida

Tidak hanya asri, deretan bangunan yang berdiri di Sawahlunto punya ciri khas yang berbeda dengan bangunan di daerah Sumatera Barat lainnya yang identik dengan atap runcing...
Eksploitasi batu bara di Ombilin dimulai saat Willem Hendrik De Greve menemukan potensi deposit tambang batu bara Ombilin pada 1868. Temuan "emas hitam" itu begitu diperjuangkan pemerintah kolonial Belanda yang kala itu sudah masuk masa revolusi industri.

Meskipun lokasinya susah diakses, Belanda berhasil membangun kawasan industri tambang batu bara bawah tanah di Ombilin. Negeri Kincir Angin butuh waktu sekitar 10 tahun untuk membangun infrastruktur tambang bawah tanah.

Selain membangun infrastruktur tambang, pengembangan tambang batu bara juga dilengkapi dengan transportasi yang khusus untuk membawa keperluan pembangunan tambang sekaligus pengangkut batu bara untuk dikirimkan ke tempat lain.
Foto gedung kantor utama PT Bukit Asam (Persero) Tbk Unit Pertambangan Ombilin (UPO) di Sawahlunto, Sumatera Barat, yang pada 1916-1942 silam merupakan kantor perusahaan penambangan batu bara Ombilin atau Hoofdkantoor Ombilinmijn Sawahloento. ANTARA/Ade Irma Junida


Jalur kereta api dari Padang menuju Sawahlunto pun mulai dibangun pada 1887. Namun, jalur yang dibangun bukan jalur rel kereta biasa lantaran kontur tanah di kawasan Lembah Anai, memiliki tingkat kecuraman ekstrem. Konstruksi khusus hingga mesin lokomotif bergerigi dibutuhkan untuk mengendalikan laju kereta api.

Bahkan, angkutan batu bara dibagi menjadi setidaknya tiga pergantian lokomotif. Pertama, dari Sawahlunto hingga Padang Panjang, dilanjutkan dari Padang Panjang hingga Kayu Tanam, dan kemudian dari Kayu Tanam menuju Padang. Pergantian lokomotif ini disesuaikan dengan kemampuan kereta api agar dapat menempuh jalur yang ada.

Setelah diangkut dari lokasi pertambangan, batu bara dibongkar dari rangkaian kereta di Silo Gunung, Padang, untuk dimuat ke kapal di Pelabuhan Teluk Bayur (dahulu disebut Emmahaven). Selain jadi tempat bongkar muat, silo tersebut dibangun pula sebagai gudang penyimpanan.

Selanjutnya, batu bara dibawa dengan kapal menuju tempat-tempat lain di Hindia Belanda, atau kemudian Indonesia, dan belahan dunia lain sebagai sumber energi yang menghidupkan industri dan transportasi.

Sayangnya, di balik peran batu bara yang telah menerangi Sawahlunto, masa penjajahan Hindia Belanda kala itu juga turut memberikan kisah pedih. Pasalnya, bongkahan batu bara dikeruk oleh para kuli kontrak, pekerja lepas, serta para tahanan tanpa nama yang disebut "orang rantai".

Sebutan "orang rantai" ditujukan untuk para tahanan yang dikirim langsung dari berbagai wilayah jajahan Hindia Belanda di Tanah Air untuk kerja paksa (rodi) di tambang Ombilin. Alih-alih nama, para tahanan yang dirantai selama kerja paksa itu ditandai dengan urutan nomor yang mereka bawa hingga akhir hayat.

Para pekerja rodi itu dipaksa untuk bekerja di dalam lubang bawah tanah yang gelap dan menyesakkan hingga mengembuskan napas terakhir. Mereka yang mencoba melarikan diri dihukum cambuk dan dipenjarakan. Bahkan, hingga kini, hanya batu nisan dengan identitas nomor saja yang tersisa dari sejarah orang rantai.

Berdasarkan pernyataan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemdikbudrisktek), atas pertukaran teknologi pertambangan yang dilakukan Belanda di daerah jajahannya serta tantangan ekstrem alam yang dihadapi, UNESCO menilai pembangunan tambang batu bara Ombilin dan jalur kereta api merupakan sebuah "misi mustahil" yang berhasil ditunaikan.

Ada nilai universal luar biasa dalam proses pembangunan dan masa eksploitasi tambang batu bara berlangsung pada zaman kolonial. Dan, ketika tambang batu bara itu sudah berhenti, nilai universal itu tetap menjadi bagian dari sejarah Indonesia yang perlu dipelihara dan dimanfaatkan.


Pengelolaan Warisan Dunia