Demi mempertahankan visual bangunan cagar budaya, Nindya Karya menggunakan material plester dan acian khusus untuk bangunan cagar budaya. Material pilihan ini dapat melekat dengan baik pada kondisi bata merah yang memiliki kelembapan dan kadar garam yang cukup tinggi.
Dengan penggunaan material berkualitas, maka daya rekat plester pada tembok bata merah yang telah berusia lebih 50 tahun menjadi lebih baik jika dibandingkan dengan penggunaan semen dan pasir biasa.
Setelah diplester, dinding dicat menggunakan cat khusus. Dalam proyek revitalisasi kawasan Antara Heritage Center, Nindya Karya memakai jenis cat yang sama dengan pelapis dinding Istana Presiden dan Gedung Kesenian Jakarta.
Pemilihan material untuk penyelesaian akhir lantai juga diperhatikan, seperti penggunaan parquete pada tangga utama Grha Antara. Parquete kayu dipilih agar kesan kuno lebih terasa pada bangunan tersebut.
Nindya Karya mengembalikan material tangga utama dari sebelumnya baja tahan karat atau stainless steel menjadi kayu jati. Pada 1920-an, material baja tahan karat tidak dipakai sebagai bahan material tangga bangunan.
Tegel dengan nuansa vintage juga dipasang agar kesan heritage pada kawasan Antara di Pasar Baru lebih terasa. Tegel itu didatangkan dari penyuplai di Yogyakarta karena di sana masih banyak yang membuat tegel cetak dari semen dan pasir dengan motif zaman dahulu atau "jadul".
Genteng lama yang bertuliskan "Tjijalu-Tjikampek" juga masih memayungi Grha Antara. Kuda-kuda kayu dengan ciri khas pahatan tangan terekspos jelas pada bangunan tersebut.
Direktur Utama Nindya Karya Moeharmein Zein Chaniago menuturkan revitalisasi bukan hanya tentang renovasi fisik, tetapi juga tentang menjadi nilai sejarah dan budaya yang terkandung di dalamnya. Hal ini merupakan tantangan yang besar karena memerlukan kehati-hatian dan ketelitian dalam setiap langkah.
"Kami berharap setelah revitalisasi, Gedung Antara di Pasar Baru dapat menjadi landmark yang ikonik dan bermanfaat bagi bangsa," pungkas Moeharmein.
Setiap pelaksanaan konstruksi suatu bangunan memiliki tantangan yang berbeda. Merevitalisasi bangunan yang berusia senja punya tantangan yang lebih rumit dan kompleks bila dibandingkan dengan membuat bangunan baru.
Banyak hal kecil yang perlu diperhatikan dan dipertahankan saat melakukan revitalisasi bangunan cagar budaya agar nilai-nilai sejarah yang ada tidak hilang. Kondisi ini membuat proyek pemugaran gedung bersejarah tidak dapat dilakukan secara terburu-buru.
Editor: Achmad Zaenal M
Baca juga: Telaah - Mengenal peribahasa Jawa "Bathok Bolu Isi Madu"
Baca juga: Artikel - Menghapus budaya perundungan di kalangan pelajar
Baca juga: Artikel - Menanamkan cinta budaya dan nasionalisme sejak dini lewat karnaval
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Mengukir ulang masa depan cagar budaya Antara
Artikel - Mengukir ulang masa depan cagar budaya Antara
...Saat kami mulai renovasi, yang tersisa hanya bagian depannya yang ada menara jam. Bagian belakang gedung bisa dikatakan sudah roboh termakan usia sehingga sudah tidak bisa ditempati