Jakarta (ANTARA) -
Nur mengaku khawatir penghapusan jurusan di SMA itu akan menimbulkan masalah yang lebih kompleks terkait dengan tenaga pendidik.
Kepala Badan Standar Nasional Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek Anindito Aditomo dalam pernyataan tertulisnya di Jakarta pada Rabu (17/7) mengatakan bahwa peniadaan jurusan di SMA sudah diterapkan secara bertahap sejak tahun 2021.
“Pada tahun ajaran 2022, sudah sekitar 50 persen satuan pendidikan menerapkan Kurikulum Merdeka. Pada tahun ajaran 2024 saat ini, tingkat penerapan Kurikulum Merdeka sudah mencapai 90–95 persen untuk SD, SMP, dan SMA/SMK,” kata Anindito.
Pada kelas 11 dan 12 SMA, kata dia, murid yang sekolahnya menggunakan Kurikulum Merdeka dapat memilih mata pelajaran secara lebih leluasa sesuai minat, bakat, kemampuan, dan aspirasi studi lanjut atau karirnya.
Sebagai contoh, ia menyebutkan seorang murid yang ingin berkuliah di program studi teknik bisa menggunakan jam pelajaran pilihan untuk mata pelajaran matematika tingkat lanjut dan fisika, tanpa harus mengambil mata pelajaran biologi.
Sebaliknya, seorang murid yang ingin berkuliah di kedokteran bisa menggunakan jam pelajaran pilihan untuk mata pelajaran biologi dan kimia, tanpa harus mengambil mata pelajaran matematika tingkat lanjut.
"Dengan demikian, murid bisa lebih fokus untuk membangun basis pengetahuan yang relevan untuk minat dan rencana studi selanjutnya," kata dia.
Baca juga: Kemendikbudristek sebut Bahasa Indonesia jadi bahasa resmi sidang UNESCO
Baca juga: Kemendikbudristek siapkan lima program bantuan untuk SMK pada 2024
Baca juga: Kemendikbud janji dosen PPPK menjadi PNS sebelum pemerintahan baru
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Komisi X DPR: Perlu pembahasan bersama soal penghapusan jurusan SMA