Kupang (ANTARA) - Ketua Sinode Gereja Masehi Injili Timor (GMIT) Kupang, Pendeta Mery Kolimon, mengatakan kebijakan moratorium penyaluran pekerja migran Indonesia (PMI) yang diberlakukan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur perlu diikuti dengan upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat.
"Upaya Pemerintah NTT tidak boleh hanya berhenti pada moratorium, tapi perlu diikuti tindakan-tindakan lain seperti pemberdayaan ekonomi masyarakat," katanya dalam kegiatan jumpa pers bertema "Catatan Pendampingan Rumah Harapan GMIT Tahun 2018" di Kupang, Kamis.
Pemerintah Provinsi NTT telah menerapkan moratorium pengiriman PMI dengan diterbitkannya Surat Keputusan (SK) Gubernur NTT Nomor 357 tahun 2018 tentang Moratorium PMI asal Provinsi NTT.
Pendeta Kolimon memandang kebijkaan tersebut sebagai tanggapan terhadap tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang perlu didukung.
Meskipun begitu, lanjutnya, pemerintah daerah meski memperkuat berbagai program pemberdayaan ekonomi masyarakat terutama di desa-desa.
"Karena moratorium itu mencegah orang pergi, tapi alasan supaya orang tetap tinggal di desa itu meski diberikan misalnya melalui pemberdayaan ekonomi," katanya.
Selain itu, lanjutnya, belum lagi masalah terkait penanganan orang-orang yang menjadi korban penegakan hukum bagi para pelaku, reintegrasi dengan keluarga, dan sebagainya.
Pihaknya menilai kebijakan moratoirum hanya salah satu dari upaya yang harus dilakukan dan moratorium hanya bersifat sementara.
"Kita perlu sebuah pendekatan yang lebih komprehensif dan itu hanya mungkin kalau pemerintah dan kita semua belajar sungguh-sungguh untuk memahami struktur kejahatan kemanusiaan ini," katanya.
Baca juga: Pendampingan terhadap korban perdagangan orang butuh biaya mahal
Baca juga: GMIT: korban kekerasan seksual alami kekerasan berlapis