Pengembangan kelor di NTT belum selaras

id pengembangan kelor di NTT

Pengembangan kelor di NTT belum selaras

Pengamat ekonomi James Adam (Foto istimewa)

Pengembangan tanaman kelor secara masif yang dicanangkan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur tidak selaras sehingga belum berdampak meningkatkan perekonomian masyarakat di provinsi berbasiskan kepulauan itu.
Kupang (ANTARA) - Pengamat Ekonomi Dr James Adam menilai pengembangan tanaman kelor secara masif yang dicanangkan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur tidak selaras sehingga belum berdampak meningkatkan perekonomian masyarakat di provinsi berbasiskan kepulauan itu.

“Kepala daerah di 22 kabupaten/kota se-NTT belum memiliki gerakan atau pemahaman yang selaras dengan pemerintah provinsi yang mencanangkan kelor sebagai sumber pendapatan baru bagi masyarakat,” katanya di Kupang, Kamis (5/9).

Ia mengatakan hal itu terkait program pengembangan kelor yang dilakukan dalam satu tahun pemerintahan Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat bersama Wakilnya Josef Nae Soi.

Menurutnya, program pengembangan kelor untuk peningkatan ekonomi masyarakat memang sudah bagus secara konseptual dan sudah ada sektor usaha yang mengurusnya.

“Tetapi ini belum berjalan menyeluruh di seluruh wilayah NTT karena semangat pemerintah daerah tidak selaras,” sebut Konsultan Internasional Fund for Agricultural Development (IFAD) untuk program pemberdayaan ekonomi itu.

Baca juga: Artikel - Mungkinkah daun kelor bisa mengatasi kekerdilan? Ini penjelasannya

Ia mengatakan, pengembangan kelor untuk kebutuhan masyarakat maupun diekspor perlu dilakukan secara bekesinambungan dari hulu hingga hilir. Dari sektor hulu, lanjutnya, para petani perlu diberdayakan masing-masing pemerintah daerah untuk bisa memproduksi kelor yang berkualitas.

“Saat ini para petani tidak termotivasi secara maksimal untuk menanam kelor karena memang tindaklanjut pemerintah di daerah-daerah masih lemah,” katanya.

Ia menambahkan, “Dari dinas terkait mestinya memberikan pelatihan, intervensi bantuan peralatan dan lainnya untuk petani, tapi kita tampaknya belum sampai ke tahapan itu.”

Untuk itu, ia berharap adanya sinergi yang kuat antara pemerintah provinsi dan kabupaten/kota untuk menggaungkan kembali pengembangan kelor karena tanaman ini cocok dikembangkan hampir setiap daerah di NTT.

Ketika sinergi antarpemerintah berjalan bagus dan inputnya berupa produksi yang kuat di tingkat petani maka dampak ekonominya bisa langsung dirasakan masyarakat, katanya.

Baca juga: Papua Nugini minta 100 ton kelor dari NTT setiap bulan
Baca juga: Jepang minta 40 ton kelor per minggu dari NTT