Warga protes pembangunan geothermal
"Titik pengeboran geothermal di Wae Sano sangat membahayakan kehidupan warga karena sangat dekat dengan pemukiman penduduk, gereja, sekolah, kuburan leluhur, serta rumah adat," jelas David Stalen,
Kupang (ANTARA) - Puluhan warga yang tergabung dalam Persatuan Mahasiswa Manggarai Barat (Permmabar) melakukan protes terhadap pembangunan panas bumi (geothermal) karena dinilai mengancam kehidupan penduduk Desa Wae Sano, Kecamatan Sano Nggoang, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT).
"Titik pengeboran geothermal di Wae Sano sangat membahayakan kehidupan warga karena sangat dekat dengan pemukiman penduduk, gereja, sekolah, kuburan leluhur, serta rumah adat," jelas David Stalen, seorang anggota Permmabar ketika berunjuk rasa di Gedung DPRD Provinsi NTT di Kupang, Selasa (28/1).
Dia menyebutkan, titik pengeboran geothermal yang sangat dekat dengan pemukiman penduduk dan fasilitas penting lainnya itu bertentangan dengan aturan undang-undang terkait panas bumi.
Pihaknya khawatir pembangunan geothermal tersebut akan berdampak buruk pada lingkungan setempat seperti halnya yang terjadi di Mataloko, Kabupaten Ngada. "Kami tidak ingin nasib Wae Sano seperti Mataloko yang terbengkali, lahan-lahan pertanian sebagai sumber kehidupan menjadi hilang, terjadi kekeringan, hingga munculnya penyakit ISPA yang menimpa warga," katanya.
Dia menerangkan, pemerintah Desa Wae Sano sudah merancang pembangunan desa setempat sebagai tujuan ekowisata, karena itu sangat bertentangan jika dibangun geothermal.
Menurut dia, kehadiran pembangunan geothermal yang dikerjakan PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) tidak hanya dikhawatirkan merusak lingkungan, namun berpotensi memicu konflik horisontal antarwarga setempat karena sudah terjadi pro dan kontra.
"Karena itu kedatangan kami ke Gedung DPRD NTT untuk meminta agar wakil rakyat di sini meneruskan aspirasi kami sebagai warga Wae Sano kepada pemerintah pusat agar pembangunan geothermal ini dilihat kembali," jelasnya.
"Titik pengeboran geothermal di Wae Sano sangat membahayakan kehidupan warga karena sangat dekat dengan pemukiman penduduk, gereja, sekolah, kuburan leluhur, serta rumah adat," jelas David Stalen, seorang anggota Permmabar ketika berunjuk rasa di Gedung DPRD Provinsi NTT di Kupang, Selasa (28/1).
Dia menyebutkan, titik pengeboran geothermal yang sangat dekat dengan pemukiman penduduk dan fasilitas penting lainnya itu bertentangan dengan aturan undang-undang terkait panas bumi.
Pihaknya khawatir pembangunan geothermal tersebut akan berdampak buruk pada lingkungan setempat seperti halnya yang terjadi di Mataloko, Kabupaten Ngada. "Kami tidak ingin nasib Wae Sano seperti Mataloko yang terbengkali, lahan-lahan pertanian sebagai sumber kehidupan menjadi hilang, terjadi kekeringan, hingga munculnya penyakit ISPA yang menimpa warga," katanya.
Dia menerangkan, pemerintah Desa Wae Sano sudah merancang pembangunan desa setempat sebagai tujuan ekowisata, karena itu sangat bertentangan jika dibangun geothermal.
Menurut dia, kehadiran pembangunan geothermal yang dikerjakan PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) tidak hanya dikhawatirkan merusak lingkungan, namun berpotensi memicu konflik horisontal antarwarga setempat karena sudah terjadi pro dan kontra.
"Karena itu kedatangan kami ke Gedung DPRD NTT untuk meminta agar wakil rakyat di sini meneruskan aspirasi kami sebagai warga Wae Sano kepada pemerintah pusat agar pembangunan geothermal ini dilihat kembali," jelasnya.