Kupang (ANTARA) - Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Melki Laka Lena melakukan dialog dengan sejumlah masyarakat Desa Lungar di Poco Leok, Kabupaten Manggarai, Flores, NTT, Kamis, yang menolak proyek pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) atau geotermal di daerah tersebut.
"Saya pastikan ini pertemuan pertama dan bukan yang terakhir dan saya harap kita bisa berdialog dengan baik untuk mencari titik temunya," kata Melki saat berdialog dengan masyarakat di desa tersebut.
Melki mengatakan akan melakukan dialog lebih lanjut dengan warga Desa Lungar untuk memastikan keberlanjutan proyek PLTP di sana. Pada saat yang sama dirinya juga mengajak warga untuk memastikan relasi persaudaraan di Poco Leok yang renggang selama ini dapat kembali direkatkan, sehingga tidak menimbulkan konflik masyarakat.
“Geotermal itu tidak lebih hebat dari persaudaraan dan kekeluargaan. Jauh sebelum barang ini ada, kita adalah satu keluarga besar,” katanya.
Pemerintah NTT memiliki niat baik untuk membangun wilayah tersebut tanpa harus mengorbankan warga desa, katanya, menegaskan.
"Kalau kami punya niat jahat terhadap Poco Leok, kami tidak akan selamat keluar dari sini," kata Melki.
Ia mengatakan ada pro dan kontra dalam proyek pembangunan PLTP itu, namun pembangunannya akan terus bergerak maju. Dirinya meyakini akan ada titik temu dengan warga.
Melki sempat mendapat penolakan warga sebelum berdialog. Warga melakukan unjuk rasa di gerbang kampung, menolak proyek PLTP tersebut.
Meski demikian mantan anggota DPR RI itu tetap menyapa sejumlah warga dan mengatakan kedatangannya di sana untuk berdialog dan mendengarkan secara langsung aspirasi masyarakat terkait pro dan kontra pelaksanaan proyek PLTP tersebut.
"Terima kasih untuk penyambutannya, saya lihat ini sebagai penghormatan terhadap saya," kata Melki, yang menilai aksi warga di sana sebagai bagian bentuk penghormatan atas kunjungannya.
Mama Merry, salah seorang perwakilan warga Desa Lungar, kepada Gubernur mengatakan kehadiran proyek PLTP itu tidak mendatangkan keuntungan bagi warga. Dirinya menilai keberadaan fasilitas pembangkit listrik dapat merusak tatanan adat masyarakat Poco Leok.

