Kupang (Antara NTT) - Kepala Dinas Pekerjaan Umum Nusa Tenggara Timur Andre W Koreh mencatat kondisi jalan provinsi di daerah ini yang rusak ringan sampai berat hingga pertengahan 2017 mencapai 59 persen.
"Jalan provinsi di NTT ini dirancang sepanjang 2.800 kilometer dan kondisi yang baik hanya 41 persen saja, sedangkan 59 persen mengalami rusak ringan dan berat," katanya di Kupang, Jumat.
Kerusakan jalan itu, katanya, tersebar merata di 21 kabupaten dan satu kota di provinsi yang berbatasan dengan Australia dan Timor Leste itu.
Dengan kondisi demikian, tentu masih terlihat jelas adanya kesenjangan yang luar biasa antara jalan provinsi dengan jalan nasional.
Ia memaparkan, jalan nasional di NTT sepanjang 1.800 kilometer. Sebagian besar yakni 90 persen di antaranya dalam kondisi baik dan sekitar 10 persen rusak sedang, dan berat.
Sementara itu, kondisi jalan kabupaten lebih parah lagi, karena hanya 30 persen yang baik dari total panjang 16.000 kilometer.
Ia mengaku, penyebab utama belum dibenahinya jalan rusak di provinsi dan kabupaten karena penempatan dana alokasi khusus (DAK) dan dana alokasi umum (DAU) dari pemerintah pusat belum ideal.
Untuk pembangunan jalan nasional, pemerintah pusat mengalokasikan dana hampir Rp2 triliun. Sedangkan jalan provinsi hanya Rp200 miliar.
Dengan sebesar itu, ia menganggapnya masih kurang. Idealnya untuk membenahi jalan provinsi, dananya harus Rp4 triliun per tahun.
"Karena bukan hanya jalan tapi juga sektor lainnya di bidang ke-PU-an, sehingga nanti dicocokkan dengan rencana strategi yang sudah ditetapkan," katanya.
Dengan hanya Rp200 miliar, jalan yang bisa dibangun hanya 60 kilometer per tahun. Itu pun dengan catatan, spesifikasi hotmix sepanjang satu kilometer dengan lebar empat sampai enam meter, dan bahu jalan satu sampai dua meter dengan dana Rp3,5 miliar.
Dari 60 kilometer jalan itu dibagi untuk 21 kabupaten dan satu kota, berarti masing-masing kabupaten dan kota hanya mendapatkan jatah 2,7 kilometer.
Hal itu kata dia, tentu tidak akan menyelesaikan masalah. "Karena itu, kami butuh sebuah kebijakan yang dapat mengubah pola pembiayaan dengan adanya pemberian DAK dan DAU yang merata dan berimbang," ucapnya.