Pengamat dorong pemberdayaan ekonomi untuk atasi krisis permintaan

id Penanganan COVID-19,Pemberdayaan ekonomi,Pemprov NTT,Pengamat ekonomi,UKAW Kupang

Pengamat dorong pemberdayaan ekonomi untuk atasi krisis permintaan

Pengamat ekonomi dari Universitas Kristen Artha Wacana (UKAW) Kupang, Dr Frits Fanggidae (istimewa)

Krisis permintaan ini yang membuat ekonomi kita mengalami kontraksi atau pelemahan

Kupang (ANTARA) - Pengamat ekonomi dari Universitas Kristen Artha Wacana (UKAW) Kupang, Dr Frits Fanggidae, mengatakan, program pemberdayaan ekonomi yang dihadirkan pemerintah untuk penanganan dampak pandemi COVID-19 perlu didorong untuk meningkatkan permintaan masyarakat.

“Dari kondisi krisis ekonomi yang kita hadapi ini sebenarnya krisis permintaan karena itu pemerintah perlu mendorong program pemberdayaan ekonomi yang untuk meningkatkan permintaan,” katanya dalam keterangan yang diterima di Kupang, Selasa (9/6).

Ia mengatakan hal itu menanggapi program pemberdayaan ekonomi yang digulirkan Pemerintah Provnsi Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk penanganan dampak COVID-19.

Pemerintah NTT telah mengalokasikan anggaran mencapai Rp605 miliar program pemberdayaan ekonomi dari total alokasi anggaran penanganan COVID-19 sebesar Rp810 miliar.

Menurut Frits Fanggidae, anggaran senilai lebih dari Rp600 miliar ini harus diarahkan pada bagaimana upaya meningkatkan permintaan masyarakat.

Ia menjelaskan, akibat pandemi COVID-19 ini, banyak orang tidak bekerja atau kehilangan pekerjaan yang pada akhirnya pendapatannya berkurang dan hilang sama sekali.

“Akibat kehilangan pendapatan ini maka permintaan tidak ada. Krisis permintaan ini yang membuat ekonomi kita mengalami kontraksi atau pelemahan,” katanya.

Menurut Frits Fanggidae, upaya meningkatkan permintaan ini dilakukan dengan cara membuat mereka yang kehilangan pekerjaan bisa bekerja kembali supaya ada pendapatan sehingga permintaan bisa naik kembali.

Tidak hanya itu, lanjut dia, pendapatan yang diterima dari program pemberdayaan ekonomi itu juga harus bisa dibelanjakan kembali.

“Dengan demikian bisa menimbulkan efek multi player. Efek ini yang sebenaranya membedakan dana pemberdayaan ekonomi dengan jaring pengaman sosial seperti BLT, BPS, dan lainnya,” katanya.

Ia menambahkan, untuk itu program pemberdayaan ekonomi maupun jaringan pengaman sosial memiliki pola yang berbeda dan cara penanganan di tingkat implemetasi juga mestinya berbeda.

Baca juga: Pengamat: Pelaku ekonomi hadapi tiga masalah akibat COVID-19