Budidaya Rumput Laut di NTT Cukup Besar

id rumput laut

Budidaya Rumput Laut di NTT Cukup Besar

Seorang petani rumput laut sedang menjemur hasil panenannya (Foto ANTARA)

Perkembangan pertumbuhan rumput laut itu terlihat dari adanya ekspor rumput laut kering dari NTT maupun pembangunan dua pabrik pengolahan rumput laut di Sabu Raijua dan Sumba Timur.
Kupang (Antara NTT) - Bank Indonesia Kantor Perwakilan Nusa Tenggara Timur mencatat perkembangan budidaya rumput laut di daerah ini sudah menunjukkan pertumbuhan yang cukup besar pada areal seluas 51.870 hektare..

Data hasil kajian ekonomi dan keuangan regional Provinsi Nusa Tenggara Timur yang diterima Antara di Kupang, Rabu, menyebutkan perkembangan pertumbuhan rumput laut itu terlihat dari adanya ekspor rumput laut kering dari NTT maupun pembangunan dua pabrik pengolahan rumput laut di Sabu Raijua dan Sumba Timur.

NTT dengan curah hujan yang hanya 3-4 bulan saja dengan variasi curah hujan 150-200 milimeter per tahun, dan ditunjang oleh penyinaran matahari yang kuat, laut berarus tenang terutama di sisi utara pulau utama di NTT, maupun kondisi pantai yang sebagian besar berkarang membuat produksi rumput laut yang dihasilkan memiliki kualitas terbaik di Indonesia.

Berdasarkan catatan Bank Indonesia, saat ini, NTT memiliki daerah potensial budidaya rumput laut sebesar 51.870 hektare, yang tersebar di berbagai daerah antara lain Kabupaten Kupang, Sabu Raijua, Rote Ndao, Alor, Lembata, Flores Timur, Sikka, Sumba Timur dan Kabupaten Manggarai Barat.

Komoditas rumput laut unggulan yang dibudidayakan di Nusa Tenggara Timur adalah jenis Euchema Cottoni dengan pangsa produksi mencapai hampir 90 persen dan gracilaria.

Dengan kondisi alam yang ada, NTT secara alami memiliki keunggulan komparatif dalam memproduksi rumput laut.

Peningkatan produksi rumput laut saat ini tinggal tergantung dari kemauan masyarakat dalam mengembangkan potensi yang ada, tulis Bank Indonesia.

Namun demikian secara industri, kegiatan penciptaan nilai tambah produk rumput laut masih sangat minim dilakukan.

Penciptaan nilai tambah yang dilakukan saat ini baru sebatas pembuatan ATC Chips yang selanjutnya dikirim ke Surabaya untuk diolah kembali menjadi refined caragenan dan produk jadi lainnya.

Dalam pembuatan alkali treated carageenophytes (ATC) Chip, setiap 1 kg ATC Chip dibutuhkan lebih kurang 3 kg rumput laut.

Dengan harga rumput laut kering per kg sebesar Rp8.000, maka dengan hanya Rp24.000 rumput laut kering dapat dihasilkan 1 kg ATC Chip dengan harga lebih kurang Rp70.000.

Apabila ATC Chip diolah menjadi refined karagenan, maka harga dapat meningkat dari Rp70.000 menjadi Rp165.000.

Dan apabila refined karagenan tersebut diolah menjadi produk jadi lainnya, maka nilai tambah hasil budidaya rumput laut akan menjadi jauh lebih besar.

Menimbang besarnya potensi nilai tambah produk turunan rumput laut tersebut, maka hilirisasi produk rumput laut dinilai sangat penting untuk dilakukan, agar peningkatan penjualan, penciptaan lapangan kerja, peningkatan daya beli maupun peningkatan kesejahteraan di NTT dapat tercapai.