HNSI NTT Minta Sosialisasi Landasan Kontinental

id HNSI

HNSI NTT Minta Sosialisasi Landasan Kontinental

Wham Wahid Nurdin

HNSI Nusa Tenggara Timur meminta pemangku kebijakan di daerah maupun pusat agar menyosialisaikan aturan mengenai landasan kontinental di wilayah perairan perbatasan negara Indonesia-Australia.
Kupang (Antara NTT) - Sekretaris Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Nusa Tenggara Timur Wahid Wham Nurdin, meminta pemangku kebijakan di daerah maupun pusat agar menyosialisaikan aturan mengenai landasan kontinental di wilayah perairan perbatasan negara Indonesia-Australia.

"Nelayan kami di NTT yang umumnya merupakan nelayan tradisional masih sangat awam bahkan banyak yang tidak paham sama sekali mengenai landasan kontinental seperti di wilayah perairan perbatasan dengan Australia," kata Wahid Wham Nurdin saat dihubungi Antara di Kupang, Selasa.

Ia mengatakan, sosialisasi itu berkaitan dengan aturan atau larangan apa saja yang harus ditaati para nelayan ketika beroperasi di sekitar perairan perbatasan negara di Indonesia-Australia di wilayah selatan NTT.

Wham Nurdin yang juga nelayan yang bermangkal di TPI Tenau Kupang itu menjelaskan, nelayan yang sering melaut di perairan perbatasan memang mengetahui adanya batas wilayah laut kedua negara menggunakan GPS (Global Positioning System).

Namun, hal lain yang berkaitan dengan jarak wilayah perairan, batas kedalaman laut serta jenis hasil laut apa saja yang bisa diekploitasi, belum dipahami nelayan pada umumnya.

"Untuk itulah kenapa kami meminta agar hukum landasan kontinental ini penting dan mendesak disosialisasikan secara memadai ke seluruh sentra-sentra nelayan di NTT terutama di wilayah selatan seperti Pulau Timor, Sabu, Rote, maupun Sumba," katanya.

Menurutnya, dengan adanya penjelasan yang rinci melalui sosialisasi maka para nelayan bisa mengetahui apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat beroperasi di perairan batas negara, sehingga tidak tertangkap pihak patroli Australia.

Wham mencontohkan, kapal ikan KM Hidup Bahagia milik seorang warga Kota Kupang yang memuat lima nelayan ditangkap otoritas Australia pada 11 Oktober 2017 lalu.

Menurutnya, peristiwa seperti itu terjadi akibat kurangnya informasi yang diperoleh para nelayan setempat mengenai hasil-hasil laut seperti ikan hiu yang dilindungi pemerintah Australia maupun hasil-hasil di dasar laut yang menjadi kewenangan negara tetangga.

"Kami berharap pemerintah Indonesia bisa membantu proses hukum yang dijalani rekan-rekan nelayan kami ini sehingga mereka bisa kembali ke NTT," katanya.

Selain itu, ia juga berharap ada kompensasi atau bantuan dari pemerintah daerah maupun pusat untuk para nelayan yang ditangkap tersebut karena kapal beserta isinya sudah dimusnakan.

"Tentu kami semua berharap agar kejadian penangkapan seperti ini tidak terulang lagi di kemudian hari, untuk itulah kenapa kami memandang pentingnya informasi untuk para nelayan melalui sosialisai berkaitan dengan hukum di wilayah perairan batas negara," kata Wham Nurdin.