Kapal "Pole and Line" Diperlakukan Khusus

id Kapal

Kapal "Pole and Line" Diperlakukan Khusus

Para nelayan sedang menangkap ikan dengan menggunakan kapal Pole and Line di wilayah perairan selatan Nusa Tenggara Timur.

Kapal-kapal nelayan pole and line perlu mendapat perlakuan khusus terutama dokumen perizinan yang diharapkan bisa diurus di daerah setempat.
Kupang (Antara NTT) - Sekretaris Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Nusa Tenggara Timur Wahid Wham Nurdin mengatakan kapal-kapal nelayan pole and line perlu mendapat perlakuan khusus terutama dokumen perizinan yang diharapkan bisa diurus di daerah setempat.

"Kenapa perlu perlakuan khusus karena memang kapal nelayan pole and line itu unik. Fisiknya dibuat besar tapi bukan untuk menampung ikan melainkan umpan," katanya saat dihubungi Antara di Kupang, Sabtu.

Ia mengatakan kapal pole and line dibuat khusus untuk menangkap ikan tuna dan cakalang, sehingga sengaja dibuat besar bertonase 30 GT atau lebih agar bisa menampung umpan hidup yang dipelihara di dalamnya ketika melaut.

"Kalau tidak pakai umpan hidup maka pasti dibuat kapal kecil untuk pergi tangkap ikan," kata Wham Nurdin yang juga nelayan yang berbasis di TPI Tenau Kupang.

Menurutnya, kondisi fisik kapal yang besar namun daya tampung terbatas itu membuat hasil tangkapan ikan nelayan pole and line juga terbatas ketika melaut.

Di sisi lain, katanya, waktu panen ikan di daerah itu hanya efektif berlangsung sekitar tiga bulan setiap tahun akibat kondisi cuaca yang tidak menentu dan kekurangan pasokan umpan.

"Kenyataannya hasil tangkapam nelayan pole and line setiap melaut paling mendapat satu hingga dua ton ikan saja, itu pun tidak menentu karena kalau cuaca buruk, pasokan umpan lemah maka dapatnya pasti jauh di bawah itu," katanya.

Karena hasil tangkapan yang terbatas dan tidak menentu itulah, Wham Nurdin, mengaku mewakili aspirasi nelayan di daerah itu meminta agar pemerintah pusat yang berwenang bisa menerapkan kebijakan perlakuan khusus untuk perizinan kapal-kapal pole and line agar diurus di daerah.

"Untuk jumlah kapal yang bermangkal di Kupang sendiri ada sekitar 25 kapal, dan nelayan-nelayan ini berharap agar dipermudah dalam urusan perizinan," katanya.

"Memang untuk izin SIPI untuk kapal 30 GT ke atas masih diurus di pusat dan berlaku hingga tiga tahun, namun dengan hasil tangkapan yang kecil, nelayan menjadi kesulitan karena harus membayat pungutan hasil perikanan (PHP)," katanya.

Selain itu, katanya, sejumlah beban biaya yang masih menjadi kesulitan nelayan pole and line seperti pembelian alat pendeteksi keberadaan kapal atau VMS, kemudian biaya pajak, serta harus menggunakan BBM industri.

"Tentu kalau kapal pole and line diberikan perlakuan khusus untuk soal perizinan yang bisa di dapat di daerah maka akan mempermudah nelayan kita, karena meskipun hasil tangkapan kecil tapi tidak dibebankan dengan berbagai biaya lainnya," katanya.