Ojek perbatasan tuntut tertibkan penjualan BBM menyimpang

id antrean bbm kupang, kelangkaan bbm di kupang, pertamina kupang

Atambua (Antara NTT) - Ratusan ojek di Atambua, ibu kota Kabupaten Belu, wilayah batas negara RI-Timor Leste, mendatangi gedung DPRD setempat menuntut wakil rakyat menertibkan aktivitas penjualan bahan bakar minyak (BBM) di daerah tersebut yang menyimpang.

"Kami minta wakil rakyat untuk segera mengawasi dan menertibkan aktivitas penjualan BBM khusus bensin baik di SPBU maupun secara eceran saat ini yang telah menyimpang, karena kami kesulitan mendapatkan bahan bakar yang telah disubsidi pemerintah tersebut," kata salah seorang ojek Marthinus Soares, di gedung dewan setempat, Kamis.

Menurut dia, bahan bakar minyak jenis bensin yang merupakan bagian penting dalam menunjang aktivitas para ojek untuk mempertahankan hidup di serambi negara itu, saat ini sudah sulit diperoleh di setiap Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Atambua.

Dia mengatakan, kendatipun bisa diperoleh, itu hanya bisa didapat dari para penjual eceran yang harganya sangat mencekik, tidak sebanding dengan tarif harga penumpang yang dipatok rata-rata dalam kota Atambua, di bawah jarak 3 km, Rp2.000 untuk sekali jalan.

"Harga bensin eceran Rp10.000/botolnya, sementara tarif kami hanya Rp2.000 untuk sekali jalan. Kami rasa sudah sangat memberatkan," kata Marthinus.

Untuk itu, lanjut dia, anggota DPRD Kabupaten Belu sebagai wakil rakyat agar bisa memperjuangkan nasib para ojek tersebut, demi keberlangsungan pencarian hidup untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dalam rumah tangga.

Menurut dia, dalam kondisi normal, rata-rata penghasilan para ojek di Atambua bisa mencapai Rp50.000/hari dengan kondisi bensin dalam tangki motor penuh.

Namun dengan kondisi yang terjadi saat ini, penghasilan yang diperoleh hanya bisa untuk membeli bensin dari penjual eceran dan tidak memiliki sisa lebih anggaran untuk pemenuhan kebutuhan hidup dalam rumah tangga di hari itu.

"Sekarang kami hanya bisa bawa pulang uang Rp20.000, karena selebihnya sudah dipakai untuk membeli bensin di pedagang eceran," kata Marthinus.

Hal senada disampaikan Kamilio Dosantos, yang mengaku akan melakukan tindakan sendiri jika kondisi tersebut masih terus terjadi.

"Saya dan teman-teman ojek tidak mau mengancam, tetapi sebaiknya pemerintah harus segera mengatasi kondisi ini," kata Kamilio.

Menurut Kamilio, sulitnya masyarakat khusus para ojek mendapatkan bensin dari SPBU, karena oknum yang bekerja di SPBU telah bekerja sama dengan sejumlah oknum penimbun yang akan melakukan penjualan BBM tersebut ke negara Timor Leste.

"Kami amati itu yang terjadi. Kami tahu itu, tapi tak bisa berbuat apa-apa karena kami bukan aparat," kata Kamilio.

Dia mengatakan, ada sejumlah oknum yang telah melakukan upaya pembelian BBM di SPBU secara besar-besaran dan melakukan penjualan ke Negara Timor Leste secara ilegal melalui jalan tikus.

Kegiatan penyelundupan itulah, lanjut Kamilio, telah berakibat kepada berkurangnya stok yang ada di SPBU yang seharusnya sudah ditaksir cukup untuk pemenuhan kebutuhan seluruh masyarakat di Kabupaten Belu.

Menurut dia, tindakan oknum yang melakukan penyelundupan dengan menjual BBM yang disubsidi pemerintah Indonesia untuk masyarakat miskin ke Timor Leste untuk kepentingan pribadi, merupakan penghianatan terhadap jati diri dan semangat nasionalisme kebangsaan.

Karena itu, penting bagi pemerintah dan seluruh aparat untuk menjaga dan memberikan tindakan tegas untuk mengatasi dan menyelesaikan masalah ini.

Ketua Komisi B DPRD Kabupaten Belu yang membidangi ekonomi dan pembangunan, Primus Taek Bria mengatakan, segera berkoordinasi dengan pemerintah setempat dan aparat keamanan yang ada, untuk segera mengambil langkah menyelesaikan persoalan tersebut secara lebih cepat, demi memperlancar aktivitas masyarakat khusus ojek untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya dan keluarganya.

"Kita segera berkoordinasi dengan pemerintah agar pengawasan terpadu segera dilakukan untuk menyelesaikan persoalan ini," kata Primus.