Melbourne (ANTARA) - Harga minyak memperpanjang reli dalam perdagangan Asia pada Jumat pagi, di akhir minggu ketiga perdagangan yang bergejolak karena kemajuan tipis dalam pembicaraan damai antara Rusia dan Ukraina meningkatkan momok sanksi yang lebih ketat dan gangguan berkepanjangan terhadap pasokan minyak.
Pidato Presiden Rusia Vladimir Putin pada Kamis (17/3/2022) memperingatkan "pengkhianat dan sampah" di negaranya yang membantu Barat bahwa mereka akan diludahkan seperti serangga yang menambah ke kegelisahan pasar tentang konflik yang berkepanjangan.
Minyak mentah berjangka Brent melonjak 2,43 dolar AS atau 2,3 persen, menjadi diperdagangkan di 109,07 dolar AS per barel pada pukul 01.41 GMT, setelah melonjak hampir 9,0 persen pada Kamis (17/3/2022) dalam persentase kenaikan terbesar sejak pertengahan 2020.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS bertambah 2,75 dolar AS atau 2,7 persen, menjadi diperdagangkan di 105,73 dolar AS per barel, menambah lonjakan 8,0 persen pada Kamis (17/3/2022).
Meskipun rebound, kedua kontrak acuan ditetapkan untuk mengakhiri minggu ini dengan penurunan 4,0 persen, setelah diperdagangkan dalam kisaran 16 dolar AS. Harga telah turun dari level tertinggi 14 tahun yang dicapai hampir dua minggu lalu.
"Saya masih memperkirakan lebih banyak volatilitas. Masih banyak ketidakpastian di luar sana," kata Justin Smirk, ekonom senior di Westpac di Sydney.
Krisis pasokan dari sanksi terhadap Rusia, pembicaraan nuklir yang tersendat-sendat dengan Iran, berkurangnya stok minyak dan kekhawatiran tentang lonjakan kasus COVID-19 di China yang memukul permintaan semua mendorong perjalanan rollercoaster selama seminggu.
Analis mengatakan pidato Putin, komentar dari juru bicara Kremlin yang mengatakan laporan kemajuan besar dalam pembicaraan damai adalah "salah" dan Presiden AS Joe Biden menyebut Putin sebagai "penjahat perang" semuanya memicu gelombang pembelian pada Kamis (17/3/2022).
Baca juga: Minyak berjangka menguat di Asia
Baca juga: Minyak melonjak 10 persen di Asia
Volatilitas telah membuat para pemain takut keluar dari pasar minyak, yang pada gilirannya kemungkinan akan memperburuk perubahan harga, kata para pedagang, bankir dan analis.
"Di pasar yang begitu ketat dan pasar surat utang yang tidak likuid - Anda akan mendapatkan beberapa volatilitas," kata Smirk.