Bersimpuh di Bawah Tugu Monas

id Presiden

Bersimpuh di Bawah Tugu Monas

Bersimpuh di bawah Tugu Monas

Doa bersama dan ceramah keagamaan atau tausyiah itu diselenggarakan sebagai ekspresi dalam Aksi Damai Bela Islam III 212 terkait proses hukum atas tersangka Basuki Tjahaja Purnama..

Jakarta (Antara NTT) - Gema takbir, tahlil, tahmid, shalawat, serta lantunan ayat-ayat suci Al Qur'an, dan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya berkumandang di pelataran Monumen Nasional (Monas) dari masyarakat yang memadati alun-alun Ibu Kota Republik Indonesia, Jakarta, pada Jumat sejak pagi.

Doa bersama dan ceramah keagamaan atau tausyiah itu diselenggarakan sebagai ekspresi dalam Aksi Damai Bela Islam III 212 terkait proses hukum atas tersangka Basuki Tjahaja Purnama, Gubernur DKI Jakarta nonaktif karena cuti untuk berkampanye menjelang Pilkada 15 Februari 2017.

Masyarakat dari seluruh penjuru ibu kota dan sekitarnya, termasuk dari berbagai daerah lain di Pulau Jawa, Sumatera, dan lainnya, menuju satu titik di Silang Monas. Jemaah dari Ciamis, Jawa Barat, dalam jumlah ribuan, bahkan berjalan kaki sejak beberapa hari lalu untuk mencapai Monas.

Itulah peristiwa bersejarah dan baru pertama kali dilakukan sejak Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945. Dengan kesadaran dalam hati mereka sendiri, mereka tergerak untuk berpartisipasi menyampaikan ekspresi untuk berdoa bersama.

Tidak sedikit yang menyebutkan bahwa permasalahan yang terjadi karena pernyataan Basuki terkait Al Qur'an surat Al Maidah ayat 51 telah menyatukan ummat Islam untuk bersama-sama menyampaikan ekspresi atas dugaan penistaan agama. Berkas perkara tersebut telah sampai di Kejaksaan Agung untuk kemudian digelar proses peradilan dalam waktu dekat ini.

Kegiatan doa bersama dalam aksi damai sekaligus Sholat Jumat di Monas itu selain merupakan sejarah baru dalam perjalanan bangsa Indonesia yang heterogen dan menjunjung tinggi "Bhinneka Tunggal Ika" itu juga dihadiri para petinggi negara, ulama, pejabat TNI dan Polri, para santri, dan masyarakat umum.

Wakil Ketua MPR Hidayat Nurwahid, misalnya, hadir pada doa bersama itu dengan menyatakan bahwa kehadirannya bukan sebagai pimpinan MPR atau anggota DPR atau Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera melainkan atas nama pribadi sebagai bagian dari masyarakat muslim Indonesia dapat menyampaikan aspirasinya yang tergerak bersama dalam acara yang dikoordinasikan oleh Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPFMUI) ini.

Massa dalam jumlah yang sangat besar tampaknya memang riskan berpotensi memicu gangguan keamanan dan ketertiban umum, bahkan petinggi Polri sempat menyebutkan bahwa kegiatan itu berpotensi ditunggangi kepentingan lain termasuk kemungkinan makar.

Setelah peristiwa Aksi Damai Bela Islam Tegakkan Keadilan Melalui Supremasi Hukum II pada 4 November lalu yang sempat berakhir ricuh itu, Presiden Joko Widodo giat melakukan safari ke berbagai institusi militer dan organisasi kemasyarakatan, menghadiri pertemuan yang digelar partai politik serta institusi sipil lainnya, dan mengundang pimpinan partai politik.

Setidaknya ada tiga hal yang disampaikan oleh Kepala Negara dalam berbagai safari yang dilakukannya, pertama, memastikan bahwa TNI dan Polri siap dalam menjalankan tugas-tugas pengamanan sekaligus mengapresiasi kerja keras aparat keamanan yang melakukan pendekatan persuasif dalam menjaga situasi sehingga tetap kondusif.

Kedua, memastikan tak akan melakukan intervensi atas proses hukum terhadap Basuki sekaligus menyerukan proses hukum tersebut dilakukan secara secara tegas, cepat, dan transparan.

Ketiga, menyampaikan apresiasi sekaligus meminta pemimpin organisasi kemasyarakatan Islam, tokoh serta pemuka agama untuk menciptakan kesejukan situasi dengan tetap menjaga Bhinneka Tunggal Ika, Negara Kesatuan RI, Pancasila, dan persatuan serta toleransi.

Kapolri
Doa dan Sholat Jumat bersama itu tak hanya dihadiri oleh masyarakat tetapi juga Kepala Polri Jenderal Polisi Tito Karnavian. Tito bahkan sempat menyampaikan pidato antara lain berisi betapa indahnya Islam, dan suasana pada pagi itu untuk beribadah.

Tampil berpeci dan mengalungkan sorban, Kapolri itu sempat terhenti saat menyampaikan pidato karena sejumlah orang meneriakkan ekspresi untuk penahanan Basuki. Tito memastikan bahwa proses hukum telah berjalan yang dilakukan oleh Kejaksaan.

Prosesnya pun sudah diserahkan oleh penyidik Polri kepada pihak Kejaksaan untuk segera dibawa ke pengadilan.

"Insya Allah, mari kita berdoa bersama, agar kasus ini bisa dituntaskan," katanya disambut gema takbir oleh hadirin.

Acara yang dipusatkan di Monumen Nasional itu terselenggara setelah pertemuan GNPFMUI dan Polri pada Senin (28/11) menghasilkan kesepakatan bahwa acara itu hanya berlangsung pada pukul 08.00 hingga 13.00 WIB dalam bentuk aksi super damai dengan diisi oleh doa bersama dan diakhiri dengan Sholat Jumat.

GNPFMUI dan Polri pun sepakat bila ada aksi di luar Monas dan dilakukan di luar jam yang disepakati maka itu bukan bagian dari Aksi Bela Islam III.

Suasana kebersamaan juga amat terasa pada acara di Monas itu. Panitia membagi-bagikan logistik makanan dan minuman, peserta yang membawa berbagai peralatan sholat seperti sajadah juga membagi-bagikan kepada peserta lain yang tidak membawa sajadah.

Palang Merah Indonesia juga menyiapkan sebanyak 70.000 liter air bersih untuk keperluan wudhu umat Islam yang akan melaksanakan shalat Jum'at dalam Aksi Damai Doa Bersama di area sekitar Monas.

PMI memobilisasi 14 mobil tangki air berkapasitas 5.000 liter serta menyiapkan 100 tempat penampungan air yang masing-masing berkapasitas 120 liter.

Pihak Transjakarta juga menyediakan 14 truk tangki berisi air bersih untuk berwudhu. Setiap truk tangki berisi air bersih memiliki kapasitas masing-masing 8.000 liter.

Doa bersama dalam aksi damai itu bisa menjadi momentum pembuktian kepada seluruh umat Islam dan masyarakat Indonesia lainnya serta masyarakat internasional, bahwa muslim Indonesia adalah muslim yang moderat dan rahmatan lil alamin.

Untuk itu setiap peserta doa bersama dan aksi damai bersama aparat keamanan dapat saling memahami, menghargai, serta saling menjaga kedmaian demi persatuan bangsa dan keutuhan NKRI.

Kita semua adalah satu bangsa Indonesia yang beragam, majemuk, heterogen, dan bhinneka. Semua dipersatukan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Bersimpuh di bawah tugu Monas, selain menjadi peristiwa bersejarah bangsa Indonesia, juga merupakan perwujudan bahwa doa-doa merupakan kekuatan moral bagi bangsa ini.