Kupang (AntaraNews NTT) - Nusa Tenggara Timur saat ini berada di puncak musim kering, sehingga masyarakatnya perlu lebih hemat dalam memanfaatkan air, baik untuk konsumsi sehari-hari maupun untuk kebutuhan pertanian dan ternak.
"Masyarakat NTT harus hemat dalam penggunaan air agar tidak dilanda krisis air bersih," kata Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Kupang Apolonaris Geru kepada Antara di Kupang, Sabtu (25/8).
Menurut dia, penghematan penggunaan air ini penting dilakukan karena saat ini NTT berada pada puncak musim kering dan berdampak pada masalah kekurangan air bersih.
Selain penghematan penggunaan air, pemerintah juga perlu mengambil langkah-langkah dengan menyediakan air bersih pada daerah-daerah yang rawan kekeringan.
"Kondisi ini sudah berlangsung dari tahun ke tahun, sehingga saya yakin pemerintah sudah punya persiapan. Tinggal dibantu dengan kesadaran masyarakat," katanya.
Dia menambahkan berdasarkan hasil monitoring Hari Tanpa Hujan (HTH) bertutut-turut Dasarian II Agustus 2018 menunjukkan bahwa ada tujuh kabupaten mengalami kekeringan ekstrem.
Tujuh kabupaten itu adalah Kabupaten Nagekeo, Kabupaten Ende, Lembata, Sumba Timur, Belu, Rote Ndao dan Kabupaten Kupang, yang pada umumnya mengalami kriteria HTH sangat pendek (1-5 hari) dan menengah (11-21 hari).
Namun, ada juga wilayah yang?mengalami HTH dengan kategori ekstrem yaitu lebih dari 60 hari, seperti Danga dan Rendu di Kabupaten Nagekeo, Sokoria di Kabupaten Ende, Wairiang di Kabupaten Lembata dan Rambangaru dan Lambanapu di Kabupaten Sumba Timur.
Selain itu, kata Apolonaris, ada daerah Olafulihaa di Kabupaten Rote Ndao, Fatulotu di Kabupaten Belu, serta Hueknutu dan Sulamu di Kabupaten Kupang.
Baca juga: Sebagian besar wilayah NTT memasuki kemarau
Baca juga: NTT diambang musim kemarau
BMGK: NTT berada di puncak musim kering
Nusa Tenggara Timur saat ini berada di puncak musim kering, sehingga masyarakatnya perlu lebih hemat dalam memanfaatkan air, baik untuk konsumsi sehari-hari maupun untuk kebutuhan pertanian dan ternak.