Kupang (ANTARA) - Pengamat politik dari Universitas Katolik Widya Mandira Kupang Dr Marianus Kleden MSi mengatakan pemilu dengan sistem proporsional, baik tertutup maupun terbuka sama-sama memiliki kelemahan dan keunggulan.
"Kelemahannya adalah, banyak kader bagus di luar partai yang tidak bisa diakomodasi, dan keunggulannya kader partai dihargai dan anggota DPR lebih berkomitmen untuk bekerja bagi partai," katanya dalam percakapannya dengan Antara di Kupang, Senin (20/1).
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Unwira Kupang mengemukakan pandangannya tersebut, berkaitan wacana yang digulirkan PDI Perjuangan agar pemilu kembali ke sistem proporsional tertutup.
Wacana itu mengemuka setelah PDI Perjuangan merumuskan sembilan rekomendasi dalam Rapat Kerja Nasional PDI Perjuangan pada Minggu (12/1). Dalam rekomendasi itu, PDI Perjuangan hendak mengembalikan pemilu Indonesia kembali menggunakan sistem proporsional daftar tertutup.
Baca juga: Kata Tuba Helan, jangan kembali ke sistem pemilu yang buruk
Baca juga: Indonesia sebaiknya coba pemilu sistem distrik
"PDI Perjuangan ingin kembali ke sistem proporsional tertutup karena ingin lebih independen, dan lebih menghargai kader dalam proses penetapan calon legislatif dan eksekutif," katanya.
Hanya saja, kelemahannya, banyak kader bagus di luar partai yang tidak bisa diakomodasi, dan keunggulannya kader partai dihargai dan anggota lebih berkomitmen untuk bekerja bagi partai, katanya menambahkan.
Pandangan sedikit berbeda disampaikan pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Kupang, Dr Ahmad Atang MSi, yang mengatakan, usulan kembali ke pemilu dengan sistem proporsional tertutup, merupakan bagian dari keinginan PDI Perjuangan untuk mengambil kembali hak institusi partai dalam menentukan calon anggota legislatif.
"Dengan mengembalikan sistem proporsional tertutup ke proporsional terbuka, sebetulnya PDIP ingin mengambil kembali hak instutusi partai dalam menentukan caleg sesuai nomor urut," kata Atang.
Baca juga: Sistem Pemilu Bukan Solusi Hindari Politik Uang
Baca juga: Sistem Pemilu Tidak Mengubah Perilaku Politisi
"Kelemahannya adalah, banyak kader bagus di luar partai yang tidak bisa diakomodasi, dan keunggulannya kader partai dihargai dan anggota DPR lebih berkomitmen untuk bekerja bagi partai," katanya dalam percakapannya dengan Antara di Kupang, Senin (20/1).
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Unwira Kupang mengemukakan pandangannya tersebut, berkaitan wacana yang digulirkan PDI Perjuangan agar pemilu kembali ke sistem proporsional tertutup.
Wacana itu mengemuka setelah PDI Perjuangan merumuskan sembilan rekomendasi dalam Rapat Kerja Nasional PDI Perjuangan pada Minggu (12/1). Dalam rekomendasi itu, PDI Perjuangan hendak mengembalikan pemilu Indonesia kembali menggunakan sistem proporsional daftar tertutup.
Baca juga: Kata Tuba Helan, jangan kembali ke sistem pemilu yang buruk
Baca juga: Indonesia sebaiknya coba pemilu sistem distrik
"PDI Perjuangan ingin kembali ke sistem proporsional tertutup karena ingin lebih independen, dan lebih menghargai kader dalam proses penetapan calon legislatif dan eksekutif," katanya.
Hanya saja, kelemahannya, banyak kader bagus di luar partai yang tidak bisa diakomodasi, dan keunggulannya kader partai dihargai dan anggota lebih berkomitmen untuk bekerja bagi partai, katanya menambahkan.
Pandangan sedikit berbeda disampaikan pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Kupang, Dr Ahmad Atang MSi, yang mengatakan, usulan kembali ke pemilu dengan sistem proporsional tertutup, merupakan bagian dari keinginan PDI Perjuangan untuk mengambil kembali hak institusi partai dalam menentukan calon anggota legislatif.
"Dengan mengembalikan sistem proporsional tertutup ke proporsional terbuka, sebetulnya PDIP ingin mengambil kembali hak instutusi partai dalam menentukan caleg sesuai nomor urut," kata Atang.
Baca juga: Sistem Pemilu Bukan Solusi Hindari Politik Uang
Baca juga: Sistem Pemilu Tidak Mengubah Perilaku Politisi