Kupang (AntaraNews NTT) - Awal mulanya, pemerintah memandang penting penggunaan rumpon bagi para nelayan untuk meningkatkan pendapatan dari produksi menangkap ikan, sehingga pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.26 Tahun 2014 tentang Rumpon.
Seiring dengan perjalanan waktu, penggunaan rumpon sebagai alat bantu penangkapan ikan ini semakin banyak digunakan oleh para nelayan maupun pelaku usaha bidang penangkapan ikan, karena memberi manfaat yang cukup nyata dalam upaya peningkatan hasil tangkapan ikan.
Ketentuan pemasangan rumpon adalah di wilayah perairan dua-empat mil laut diukur dari garis pantai pada titik surut terendah, perairan di atas empat mil laut sampai dengan 12 mil laut diukur dari garis pantai pada titik surut terendah serta perairan di atas 12 mil laut dari Zone Ekonomi Eksklusif Indonesia.
Namun, ketentuan pemasangan rumpon bagi nelayan ataupun perusahaan berbadan hukum, wajib mengantongi izin dari bupati atau wali kota atau pejabat yang bertanggung jawab di bidang perikanan, untuk pemasangan rumpon di wilayah perairan 2 - 4 mil laut.
Sedang, izin dari gubernur atau pejabat yang bertanggung jawab di bidang perikanan, untuk pemasangan rumpon di wilayah perairan di atas 4 mil laut sampai dengan 12 mil laut.
Izin dari Direktorat Jenderal (Perikanan Tangkap) atau pejabat yang ditunjuk, untuk pemasangan rumpon di wilayah perairan di atas 12 mil laut dan Zone Ekonomi Eksklusif Indonesia.
Bagi para pejabat terkait yang berwenang mengeluarkan izin pemasangan rumpon tersebut, wajib pula mempertimbangkan daya dukung sumberdaya ikan dan lingkungannya serta aspek sosial budaya masyarakat setempat.
Sebab, untuk pengendalian pengelolaan sumberdaya perikanan, gubernur, bupati- wali kota wajib menyampaikan laporan jumlah, lokasi rumpon, dan izin pemasangan rumpon yang diterbitkan kepada Ditjen (Perikanan Tangkap).
Dengan memahami berbagai ketentuan tentang rumpon sebagai alat bantu pengumpul ikan, maka diharapkan pelaku utama dan pelaku usaha, baik perorangan atau perusahaan, akan lebih cermat dan bijaksana dalam pemasangan rumpon, sehingga memberikan hasil yang optimal dan dapat meningkatkan pendapatan nelayan.
Baca juga: Pemberantasan rumpon terkendala kapal
Namun, seiring dengan perjalanan waktu, rumpon dinilai bukan sebagai sarana untuk menangkap ikan yang baik, tetapi malah merusak ekologi perairan dan mengancam ikan-ikan di wilayah perairan setempat.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dengan tegas menyatakan akan membersihkan seluruh rumpon yang dipasang di seluruh wilayah perairan Indonesia, karena tidak lagi berfungsi sebagai sarana untuk menangkap ikan yang baik.
Pernyataan tegas Menteri Susi tersebut muncul karena ia melihat semakin maraknya pengusaha dan nelayan yang menggunakan rumpon untuk menangkap ikan di seluruh wilayah perairan Indonesia yang bakal merusak ekologi laut dan ikan-ikan di wilayah perairan sekitarnya.
"Rumpon, apa pun nama dan bentuknya, itu adalah mengganggu. Selain itu, rumpon juga ilegal, karena Pemerintah tidak pernah mengeluarkan izin dalam bentuk apa pun. Jika rumpon terus dibiarkan, maka akan menurunkan kualitas lingkungan hidup di wilayah perairan sekitarnya," kata Menteri Susi menegaskan.
Menteri yang terkenal garang dalam upaya menemgelamkan kapal-kapal asing pencuri ikan di Indonesia itu juga memastikan bahwa tidak ada izin yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat ataupun daerah.
"Kita perlu dukungan semua pihak untuk menertibkan keberadaan rumpon ini. Karena, tidak semua bisa kita pantau. Jika ada yang tahu di daerah ada rumpon yang berizin pemda setempat, laporkan ke kami. Itu ilegal," katanya menegaskan.
Baca juga: Menteri Susi didesak tegakkan kedaulatan perikanan NTT
Menurut Susi, semakin banyak rumpon yang dipasang di perairan Indonesia, maka itu akan berpotensi mengalihkan pergerakan tuna ke dalam kawasan perairan nasional. Jika itu dibiarkan, maka itu dinilai bisa merugikan nelayan kecil dan tradisional.
Menteri Susi juga mendapat laporan ada pemasangan rumpon liar di sekitar Laut Seram, Maluku, di perairan Nusa Tenggara Timur (NTT), Teluk Tomini (Sulawesi Tengah) dan Bitung (Sulawesi Utara).
Menteri Susi
"Di sana, tangkapan nelayan tradisional sebagian besar hanya malalugis yang dikenal sebagai ikan umpan untuk tuna. Padahal potensi tangkapan di sekitar Laut Sulawesi, Laut Timor dan Samudera Pasifik sangat besar karena merupakan habitat tuna dan ikan pelagis besar lainnya," katanya.
Ikan seperti tuna dan pelagis besar lain biasanya hidup bergerombol di dalam perairan, namun kemudian terhadang rumpon dan akhirnya hanya berputar-putar di sekitar rumpon saja.
"Apa pun alasannya, rumpon harus dibersihkan di seluruh wilayah perairan Indonesia," tegasnya.
Kontroversi
Saat dilakukan survei minyak dan gas (Migas) di Laut Timor oleh sebuah tim Kementerias ESDM, Jumat (9/3), didapatlah 19 buah rumpon (7 rumpon jenis proton dan 12 rumpon jenis gabus) yang ditebar pada koordinat 10 13`525" LS - 125? 10`406 BT sebelah selatan Pulau Timor.
Penebaran rumpon tersebut diduga kuat oleh nelayan setempat, dilakukan oleh kapal-kapal purse seine besar dari Bali yang beroperasi secara bebas di wilayah perairan pantai selatan Pulau Timor sampai ke Laut Timor tanpa ada upaya pencegahan yang dilakukan oleh aparat pengawas kelautan dan otoritas keamanan setempat.
Upaya pemberantasan dan pembersihan rumpon di wilayah perairan NTT, menurut Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan NTT Ganef Wurgiyanto, masih menunai kontroversi antara penegasan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti serta Ditjen di kementerian tersebut yang masih mengeluarkan izin pemasangan rumpon bagi kapal purse seine pelagis besar.
"Ini letak persoalannya, dan kami juga sependapat dengan nelayan Kupang bahwa 19 rumpon yang disita tersebut adalah rumpon ilegal, karena pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota di NTT tidak mengeluarkan izin untuk pemasangan rumpon," tegasnya.
Ganef
Ganef Wurgiyanto menjelaskan bahwa meskipun Menteri Kelautan dan Perikanan melarang keras pemasangan rumpon di seluruh wilayah perairan Indonesia, masih ada Ditjen di lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan yang tetap mengeluarkan izin pemasangan rumpon bagi kapal-kapal purse seine besar yang beroperasi di wilayah pengelolaan perikanan (WPP) 753 hingga Laut Timor.
Sementara kapal-kapal purse seine, diperbolehkan melakukan penangkapan ikan apabila memiliki rumpon sendiri.
Baca juga: Nelayan Sesalkan Menteri Susi Belum Wujudkan Janji
"Ini kan kontroversi, di satu sisi ibu Menteri Susi inginkan semua rumpon diberantas, tapi di sisi lain masih ada Ditjen terkait mengeluarkan izin rumpon bagi kapal purse seine besar," katanya.
Para nelayan yang bermangkal di Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Tenau Kupang merasakan betul bagaimana sulitnya mereka mendapatkan ikan dalam jumlah banyak karena arus migrasi ikan dari Australia terhalang oleh rumpon yang bertebaran di sepanjang Laut Timor.
"Apa yang didapat oleh para nelayan Pole and Line jika ikan cakalang itu sudah dilingkar semua oleh kapal-kapal purse seine besar yang menebar rumpon liar di sepanjang pantai selatan Kupang dan Laut Timor. Nasib kami para nelayan penangkap cakalang tidak hanya memprihatinkan, namun sudah mengarah pada gulung tikar," kata Abdul Wahab Sidin, seorang nelayan yang mangkal di PPI Tenau Kupang.
Wahab Sidin yang juga Ketua Bidang Humas dan Informasi HNSI Kota Kupang ini menduga ada konspirasi tingkat tinggi antara pihak pengawas serta aparat keamanan setempat dengan kapal-kapal purse seine besar dari Bali yang menebar rumpon di sepanjang pantai selatan Kupang dan Laut Timor yang menjadi penghambat migrasi ikan secara alamiah.
Komandan Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut (Lantamal) VII Kupang Brigjen TNI (Marinir) K Situmorang membantah keras adanya konspirasi tersebut, namun ia mengatakan bahwa saat dilakukan patroli dan pemantauan memang tak pernah ditemui adanya rumpon di perairan NTT.
Namun, dengan ditemukannya sejumlah rumpon oleh pihak Migas tersebut, tentu akan memacu Lantamal VII Kupang untuk lebih fokus dalam menyisir perairan NTT dalam membersihkan rumpon-rumpon serta menangkap nelayan-nelayan yang membawa alat tangkap yang tak ramah lingkungan.
Bagaimanapun juga, rumpon hanya akan merusak ekologi laut dan menghambat tumbuh dan kembangnya ikan-ikan, karena migrasi ikan terhambat oleh rumpon yang kemudian membawa dampak pada minimnya hasil tangkapan nelayan.
. Rumpon yang disita oleh sebuah kapal survei di selatan Pulau Timor, Nusa Tenggara Timur, Jumat (9/3), sebagai bukti bahwa alat penjaring ikan tersebut masih ditebar secara ilegal di sepanjang Laut Timor. (ANTARA Foto/Laurensius Molan) (ANTARA Foto)
Seiring dengan perjalanan waktu, penggunaan rumpon sebagai alat bantu penangkapan ikan ini semakin banyak digunakan oleh para nelayan maupun pelaku usaha bidang penangkapan ikan, karena memberi manfaat yang cukup nyata dalam upaya peningkatan hasil tangkapan ikan.
Ketentuan pemasangan rumpon adalah di wilayah perairan dua-empat mil laut diukur dari garis pantai pada titik surut terendah, perairan di atas empat mil laut sampai dengan 12 mil laut diukur dari garis pantai pada titik surut terendah serta perairan di atas 12 mil laut dari Zone Ekonomi Eksklusif Indonesia.
Namun, ketentuan pemasangan rumpon bagi nelayan ataupun perusahaan berbadan hukum, wajib mengantongi izin dari bupati atau wali kota atau pejabat yang bertanggung jawab di bidang perikanan, untuk pemasangan rumpon di wilayah perairan 2 - 4 mil laut.
Sedang, izin dari gubernur atau pejabat yang bertanggung jawab di bidang perikanan, untuk pemasangan rumpon di wilayah perairan di atas 4 mil laut sampai dengan 12 mil laut.
Izin dari Direktorat Jenderal (Perikanan Tangkap) atau pejabat yang ditunjuk, untuk pemasangan rumpon di wilayah perairan di atas 12 mil laut dan Zone Ekonomi Eksklusif Indonesia.
Bagi para pejabat terkait yang berwenang mengeluarkan izin pemasangan rumpon tersebut, wajib pula mempertimbangkan daya dukung sumberdaya ikan dan lingkungannya serta aspek sosial budaya masyarakat setempat.
Sebab, untuk pengendalian pengelolaan sumberdaya perikanan, gubernur, bupati- wali kota wajib menyampaikan laporan jumlah, lokasi rumpon, dan izin pemasangan rumpon yang diterbitkan kepada Ditjen (Perikanan Tangkap).
Dengan memahami berbagai ketentuan tentang rumpon sebagai alat bantu pengumpul ikan, maka diharapkan pelaku utama dan pelaku usaha, baik perorangan atau perusahaan, akan lebih cermat dan bijaksana dalam pemasangan rumpon, sehingga memberikan hasil yang optimal dan dapat meningkatkan pendapatan nelayan.
Baca juga: Pemberantasan rumpon terkendala kapal
Namun, seiring dengan perjalanan waktu, rumpon dinilai bukan sebagai sarana untuk menangkap ikan yang baik, tetapi malah merusak ekologi perairan dan mengancam ikan-ikan di wilayah perairan setempat.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dengan tegas menyatakan akan membersihkan seluruh rumpon yang dipasang di seluruh wilayah perairan Indonesia, karena tidak lagi berfungsi sebagai sarana untuk menangkap ikan yang baik.
Pernyataan tegas Menteri Susi tersebut muncul karena ia melihat semakin maraknya pengusaha dan nelayan yang menggunakan rumpon untuk menangkap ikan di seluruh wilayah perairan Indonesia yang bakal merusak ekologi laut dan ikan-ikan di wilayah perairan sekitarnya.
"Rumpon, apa pun nama dan bentuknya, itu adalah mengganggu. Selain itu, rumpon juga ilegal, karena Pemerintah tidak pernah mengeluarkan izin dalam bentuk apa pun. Jika rumpon terus dibiarkan, maka akan menurunkan kualitas lingkungan hidup di wilayah perairan sekitarnya," kata Menteri Susi menegaskan.
Menteri yang terkenal garang dalam upaya menemgelamkan kapal-kapal asing pencuri ikan di Indonesia itu juga memastikan bahwa tidak ada izin yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat ataupun daerah.
"Kita perlu dukungan semua pihak untuk menertibkan keberadaan rumpon ini. Karena, tidak semua bisa kita pantau. Jika ada yang tahu di daerah ada rumpon yang berizin pemda setempat, laporkan ke kami. Itu ilegal," katanya menegaskan.
Baca juga: Menteri Susi didesak tegakkan kedaulatan perikanan NTT
Menurut Susi, semakin banyak rumpon yang dipasang di perairan Indonesia, maka itu akan berpotensi mengalihkan pergerakan tuna ke dalam kawasan perairan nasional. Jika itu dibiarkan, maka itu dinilai bisa merugikan nelayan kecil dan tradisional.
Menteri Susi juga mendapat laporan ada pemasangan rumpon liar di sekitar Laut Seram, Maluku, di perairan Nusa Tenggara Timur (NTT), Teluk Tomini (Sulawesi Tengah) dan Bitung (Sulawesi Utara).
Ikan seperti tuna dan pelagis besar lain biasanya hidup bergerombol di dalam perairan, namun kemudian terhadang rumpon dan akhirnya hanya berputar-putar di sekitar rumpon saja.
"Apa pun alasannya, rumpon harus dibersihkan di seluruh wilayah perairan Indonesia," tegasnya.
Kontroversi
Saat dilakukan survei minyak dan gas (Migas) di Laut Timor oleh sebuah tim Kementerias ESDM, Jumat (9/3), didapatlah 19 buah rumpon (7 rumpon jenis proton dan 12 rumpon jenis gabus) yang ditebar pada koordinat 10 13`525" LS - 125? 10`406 BT sebelah selatan Pulau Timor.
Penebaran rumpon tersebut diduga kuat oleh nelayan setempat, dilakukan oleh kapal-kapal purse seine besar dari Bali yang beroperasi secara bebas di wilayah perairan pantai selatan Pulau Timor sampai ke Laut Timor tanpa ada upaya pencegahan yang dilakukan oleh aparat pengawas kelautan dan otoritas keamanan setempat.
Upaya pemberantasan dan pembersihan rumpon di wilayah perairan NTT, menurut Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan NTT Ganef Wurgiyanto, masih menunai kontroversi antara penegasan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti serta Ditjen di kementerian tersebut yang masih mengeluarkan izin pemasangan rumpon bagi kapal purse seine pelagis besar.
"Ini letak persoalannya, dan kami juga sependapat dengan nelayan Kupang bahwa 19 rumpon yang disita tersebut adalah rumpon ilegal, karena pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota di NTT tidak mengeluarkan izin untuk pemasangan rumpon," tegasnya.
Ganef Wurgiyanto menjelaskan bahwa meskipun Menteri Kelautan dan Perikanan melarang keras pemasangan rumpon di seluruh wilayah perairan Indonesia, masih ada Ditjen di lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan yang tetap mengeluarkan izin pemasangan rumpon bagi kapal-kapal purse seine besar yang beroperasi di wilayah pengelolaan perikanan (WPP) 753 hingga Laut Timor.
Sementara kapal-kapal purse seine, diperbolehkan melakukan penangkapan ikan apabila memiliki rumpon sendiri.
Baca juga: Nelayan Sesalkan Menteri Susi Belum Wujudkan Janji
"Ini kan kontroversi, di satu sisi ibu Menteri Susi inginkan semua rumpon diberantas, tapi di sisi lain masih ada Ditjen terkait mengeluarkan izin rumpon bagi kapal purse seine besar," katanya.
Para nelayan yang bermangkal di Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Tenau Kupang merasakan betul bagaimana sulitnya mereka mendapatkan ikan dalam jumlah banyak karena arus migrasi ikan dari Australia terhalang oleh rumpon yang bertebaran di sepanjang Laut Timor.
"Apa yang didapat oleh para nelayan Pole and Line jika ikan cakalang itu sudah dilingkar semua oleh kapal-kapal purse seine besar yang menebar rumpon liar di sepanjang pantai selatan Kupang dan Laut Timor. Nasib kami para nelayan penangkap cakalang tidak hanya memprihatinkan, namun sudah mengarah pada gulung tikar," kata Abdul Wahab Sidin, seorang nelayan yang mangkal di PPI Tenau Kupang.
Wahab Sidin yang juga Ketua Bidang Humas dan Informasi HNSI Kota Kupang ini menduga ada konspirasi tingkat tinggi antara pihak pengawas serta aparat keamanan setempat dengan kapal-kapal purse seine besar dari Bali yang menebar rumpon di sepanjang pantai selatan Kupang dan Laut Timor yang menjadi penghambat migrasi ikan secara alamiah.
Komandan Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut (Lantamal) VII Kupang Brigjen TNI (Marinir) K Situmorang membantah keras adanya konspirasi tersebut, namun ia mengatakan bahwa saat dilakukan patroli dan pemantauan memang tak pernah ditemui adanya rumpon di perairan NTT.
Namun, dengan ditemukannya sejumlah rumpon oleh pihak Migas tersebut, tentu akan memacu Lantamal VII Kupang untuk lebih fokus dalam menyisir perairan NTT dalam membersihkan rumpon-rumpon serta menangkap nelayan-nelayan yang membawa alat tangkap yang tak ramah lingkungan.
Bagaimanapun juga, rumpon hanya akan merusak ekologi laut dan menghambat tumbuh dan kembangnya ikan-ikan, karena migrasi ikan terhambat oleh rumpon yang kemudian membawa dampak pada minimnya hasil tangkapan nelayan.