Pemkab Ende perketat pengawasan lalu lintas ternak cegah ASF

id Asf, virus babi, flu babi, ende, pertanian, peternakan, ntt, flores,Biosekuriti,Babi

Pemkab Ende perketat pengawasan lalu lintas ternak cegah ASF

Ilustrasi - Ternak babi di Kabupaten Ende, NTT. (ANTARA/HO-Karantina Pertanian Ende)

...Ada instruksi Bupati untuk menegaskan lalu lintas ternak antarpulau, antardaerah, dan antarkecamatan. Kami awasi betul pintu keluar baik di arah Barat maupun Timur kota ini
Ende (ANTARA) -
Pemerintah Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur, memperketat pengawasan lalu lintas ternak khususnya babi untuk mencegah penyebaran penyakit African Swine Fever (ASF) atau demam babi Afrika dari dan ke wilayah tersebut.
 
"Ada instruksi Bupati untuk menegaskan lalu lintas ternak antarpulau, antardaerah, dan antarkecamatan. Kami awasi betul pintu keluar baik di arah Barat maupun Timur kota ini," kata Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Ende Marianus Aleksander di Ende, Kamis, (16/2/2023).
 
Kabupaten Ende merupakan salah satu kabupaten yang memiliki kejadian kematian 40 ekor babi bantuan positif ASF beberapa waktu lalu.
 
Menyikapi kejadian itu, pemerintah daerah setempat melakukan pengawasan ketat terhadap lalu lintas ternak babi atau produk babi baik melalui darat, laut, maupun udara.
 
Pemerintah pun melarang dan menolak produk olahan babi seperti roti babi, se'i babi, daging beku dan daging kaleng.
 
Marianus mengatakan pengawasan di pintu-pintu masuk/keluar daerah dikoordinasikan bersama para camat dan pemangku kepentingan lain seperti Kantor Karantina Pertanian Ende. Dengan demikian, tidak ada lagi perpindahan ternak secara sembarang dari dan ke luar daerah masing-masing.
 
Dia menegaskan juga segala kejadian kesakitan dan kematian babi harus dilaporkan sesegera mungkin melalui Integrasi Sistem Kesehatan Hewan Nasional.
 
"Sampai hari ini tidak ada laporan penambahan kematian ternak. Kita berharap tidak ada lagi," ungkapnya.
 
Selain pengawasan pada daerah perbatasan, para petugas dinas di lapangan selalu memberikan informasi kepada peternak untuk meningkatkan kewaspadaan lewat penerapan biosekuriti. Hal ini harus dilakukan karena belum ada obat atau anti virus untuk ASF.
 
Menurut Marianus para peternak telah mengetahui langkah-langkah biosekuriti yang harus dilakukan untuk menjaga ternak babi bebas dari ASF. Petugas lapangan pun terus menerus melakukan pengawasan dan pengamatan pada ternak babi masyarakat.

Selain itu pihaknya telah menegaskan kepada masyarakat agar mengubur ternak babi yang mati dan tidak membagikan daging tersebut.
 
"Kalau tidak dijaga dengan baik lewat penerapan biosekuriti kandang dan lalu lalang ternak ini tidak ketat maka tidak ada hasil dari keuntungan usaha ternak babi nanti," ucapnya.
 
Dokter Hewan Karantina Ahli Muda Karantina Pertanian Ende drh Sefi Lestyo Harini menambahkan, masyarakat diminta untuk mengetahui gejala klinis yang mengarah ke ASF.
 
Beberapa gejala klinis babi yang terkena ASF adalah kematian secara cepat serta penularan tinggi, terdapat bintik-bintik merah di kulit, nafsu makan dan minum menurun, demam, serta gangguan pernapasan.
 
Dia menyarankan masyarakat segera melapor ke dinas teknis yang membidangi peternakan dan kesehatan hewan agar dilakukan tindak lanjut oleh dinas apabila ditemukan gejala klinis yang mengarah pada ASF pada ternak babi.
 
Pencegahan pada ternak babi yang sehat juga bisa dilakukan dengan penyemprotan disinfektan agar penyakit dari luar tidak masuk; lalu ternak babi tidak boleh diberi makanan yang berasal dari babi, karena produk dari babi seperti daging babi masih berpotensi menularkan penyakit.
 
"Kebersihan di sekitar kandang itu utama, lalu pemberian pakan yang bergizi dan bernutrisi agar daya tahan babi bagus dan tidak mudah sakit," katanya mengingatkan.


Baca juga: Pemda NTT bantu 39.200 liter desinfektan cegah flu Babi

Baca juga: Pemkot Kupang tertibkan pedagang daging Babi