Adalah Robustea, teh yang berasal dari kulit buah kopi atau cascara dan campuran bunga. Perpaduan tersebut menghasilkan teh yang memiliki kandungan kafein yang rendah, memiliki manis alami dan aman untuk lambung.
“Robustea ini memiliki kandungan kafein 75 persen lebih rendah dibandingkan kopi ataupun teh,” kata Bryan saat ditemui Antara di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Bryan merupakan mahasiswa semester enam program studi sarjana Food Business Technology atau Teknologi Pangan Universitas Prasetiya Mulya. Bryan bersama teman-temannya, yakni Karyn Joy, Portia Bellezza, Raelen Angelina Halim, dan Valerie Chou, mengembangkan usaha yang berawal dari mata kuliah Food Business Creation dan Food Business Development itu.
Lahirnya produk tersebut, setelah pihaknya melakukan riset terkait perilaku masyarakat dan produk unggulan Indonesia, yakni kopi. Dari sisi konsumen, biasanya masyarakat yang berusia lanjut menghindari minum kopi dan teh pada sore hari karena khawatir sulit tidak tidur pada malam harinya.
Sementara masyarakat yang berusia muda, cenderung mengonsumsi minuman manis dan segar, yang jika dikonsumsi dalam jangka panjang akan berdampak pada kesehatan.
Di sisi lain, Indonesia merupakan penghasil kopi terbesar di dunia yang mencapai 700.000 ton per tahun. Dari data tersebut, hampir separuhya tidak digunakan dan menjadi limbah karena merupakan kulit buah kopi.
Bryan melihat, kulit buah kopi yang selama ini menjadi limbah dapat menjadi produk baru dan berhasil meraih respons positif dari konsumen.
Robustea menjadi minuman teh alternatif dengan kualitas premium yang kaya rasa dan aroma, afein dan tinggi antioksidan. Usaha itu bertujuan untuk memberdayakan komunitas pekebun kopi lokal dan mendukung pengolahan tanaman kopi yang berkelanjutan.
Saat ini, Robustea tersedia dalam kemasan bubuk dan juga teh celup. Terdapat empat varian rasa dari teh cascara itu, yakni Puntang Bandung, Bali Kintamani, Blume, dan Lux.
Varian Puntang Bandung dan Bali Kintamani masuk ke dalam lini produk single origin atau tanpa campuran, yang menonjolkan orisinalitas daerah masing-masing penghasil cascara.
Setiap daerah memiliki varietas kopi, jenis tanah, dan mikroklimat yang berbeda-beda, menghasilkan cascara dengan cita rasa yang unik dan spesifik. Puntang Bandung mempunyai profil rasa yang sedikit smokey atau asap dengan sedikit rasa caramel dan asam manis, sedangkan Bali Kintamani memiliki rasa asam yang menyegarkan.
Sementara, varian Blume dan Lux masuk ke dalam lini produk Tisane, yakni minuman yang diseduh seperti teh, tetapi tidak menggunakan daun teh melainkan daun lain, bunga, akar, dan sejenisnya.
Lini Tisane menawarkan pengalaman menikmati teh cascara dengan campuran bunga yang telah dikurasi, menghasilkan profil rasa yang menarik. Cascara dicampur dengan bunga melati dan bunga kenop (globe amaranth) pada varian Blume, memberikan aroma yang menenangkan. Berbeda dari Blume, varian Lux yang mencampurkan cascara dengan bunga marigold menghasilkan rasa manis alami seperti madu.
Cascara memiliki profil gizi yang lebih kaya dibandingkan biji kopi sangrai, dengan komponen fungsional yang melimpah. Dalam 100 gram cascara mengandung sekitar 7 gram protein, jumlah yang sama dengan sebutir telur, dan 3.000 mg kalium, lebih dari enam buah pisang. Selain itu, cascara mengandung Vitamin B kompleks, Vitamin E, Vitamin K, asam lemak esensial Omega 3, 6, dan 9, asam amino esensial, serat, zat besi, kalium, magnesium, selenium, dan kalsium.
Selain itu, cascara mengandung sejumlah besar senyawa bioaktif, seperti polifenol, asam klorogenat, flavonol, antosianidin, katekin, rutin, tannin, dan asam ferulat yang membuatnya tergolong sebagai salah satu superfood. Senyawa fenolik yang tinggi dalam cascara memainkan peran penting dalam pencegahan banyak penyakit kronis karena memiliki sifat antioksidan, anti-inflamasi, dan anti-karsinogenik.
Kandungan flavonoid yang sama yang ditemukan dalam dark chocolate juga berlimpah dalam cascara, yang dapat meningkatkan manfaat serupa bagi kesehatan jantung.
Dukungan kampus