Anggota Komisi I DPR RI Muhammad Farhan menjelaskan bahwa Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penyiaran awalnya bertujuan sebagai harmonisasi atas Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker) yang memuat poin terkait dengan penyiaran.
DPR menilai bahwa RUU tentang Penyiaran merupakan sebuah kewajiban yang harus dibahas di lembaga legislatif tersebut.
"Khususnya klaster penyiaran untuk pasal analog switch off," kata Farhan dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Kamis, (30/5/2024).
Dalam UU Cipta Kerja, disebutkan bahwa penyelenggaraan penyiaran mengikuti perkembangan teknologi, termasuk migrasi dari teknologi analog ke teknologi digital, atau yang disebut dengan analog switch off.
"Jadi, revisi UU yang ada ini atau draf RUU yang ada sekarang, itu memang memberikan kewenangan KPI terhadap konten lembaga penyiaran terestrial," katanya.
Kini pembahasan RUU Penyiaran di DPR telah dipastikan ditunda berdasarkan pernyataan Badan Legislasi DPR RI. Ke depannya, dia meminta pembahasan RUU tersebut melibatkan publik agar hasilnya lebih sempurna.
"Jika pintu revisi dibuka, wajar masuk juga ide-ide lain dalam revisi tersebut," kata legislator dari Dapil Jawa Barat I tersebut.
Sebelumnya, Ketua Badan Legislasi DPR RI Supratman Andi Agtas mengungkapkan bahwa lembaganya menunda pembahasan RUU tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.
Supratman mengemukakan alasan penundaan pembahasan RUU Penyiaran karena lembaganya tidak ingin kemerdekaan pers terganggu.
Menurut dia, pers adalah lokomotif dan salah satu pilar demokrasi yang harus dipertahankan.
"Itu harus dipertahankan karena itu buat demokrasi," kata Supratman, Selasa (28/5).
Baca juga: DPR menunda pembahasan RUU Penyiaran
Baca juga: Organisasi Pers di Sulsebar menolak tegas RUU Penyiaran
Baca juga: Biden "segera" tandatangani RUU guna hindari penutupan
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Anggota DPR: RUU Penyiaran bertujuan untuk harmonisasi UU Ciptaker