Beijing (ANTARA) - Pemerintah China menentang keras soal rencana Amerika Serikat untuk mencabut "secara agresif" visa bagi para mahasiswa Tiongkok yang belajar di negara yang dipimpin Donald Trump itu.
"Keputusan AS untuk mencabut visa pelajar China sama sekali tidak dapat dibenarkan," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Mao Ning dalam konferensi pers di Beijing pada Kamis (29/5).
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Marco Rubio pada Rabu (28/5) lewat pernyataan resmi menyampaikan bahwa di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump, Departemen Luar Negeri AS akan bekerja sama dengan Departemen Keamanan Dalam Negeri untuk "mencabut visa secara agresif bagi pelajar China".
Pencabutan itu termasuk bagi mereka yang memiliki hubungan dengan Partai Komunis China atau belajar di bidang-bidang penting.
"Kami juga akan merevisi kriteria visa untuk meningkatkan pengawasan terhadap semua permohonan visa dari China dan Hong Kong," kata Marco Rubio dalam laman Kementerian Luar Negeri AS.
"Keputusan ini menggunakan ideologi dan keamanan nasional sebagai dalih. Keputusan ini sangat merugikan hak dan kepentingan hukum pelajar internasional dari China dan mengganggu pertukaran antarmasyarakat antara kedua negara," tambah Mao Ning.
China, ungkap Mao Ning, dengan tegas menentang keputusan tersebut dan telah mengajukan protes kepada AS atas hal itu.
"Langkah yang bermotif politik dan diskriminatif ini menyingkap kemunafikan AS atas kebebasan dan keterbukaan. Hal ini akan semakin merusak citra dan reputasi AS sendiri," tegas Mao Ning.
Posisi China dengan AS, kata Mao Ning, tetap konsisten.
"Kami berharap AS akan bekerja sama dengan China dalam arah yang sama, melakukan hal-hal yang lebih konstruktif dan berkontribusi lebih banyak pada pengembangan hubungan bilateral yang sehat, stabil, dan berkelanjutan," jelas Mao Ning.
Rencana pencabutan visa pelajar China tersebut merupakan langkah terbaru dalam pemerintahan Trump terhadap universitas-universitas AS dan khususnya mahasiswa internasional, setelah mencabut ribuan visa pelajar, menahan atau mendeportasi mahasiswa karena aktivisme politik dan berusaha melarang mahasiswa internasional mendaftar di Universitas Harvard.
Pada Senin (26/5), Menlu Rubio juga memerintahkan seluruh kedutaan besar AS di berbagai negara untuk berhenti menjadwalkan janji temu untuk visa pelajar karena Departemen Luar Negeri bersiap untuk memperluas pemeriksaan media sosial terhadap pelamar tersebut.
Sebelumnya pemerintah Trump juga mencabut visa mahasiswa khususnya atas mereka yang berpartisipasi dalam protes pro-Palestina dan anti-perang Gaza dimana gerakan tersebut telah meluas ke berbagai kampus di seluruh AS sejak serangan Israel terhadap Palestina. Pemerintahan Trump menuduh mereka menyebarkan anti-Semitisme di kampus
Pemerintah Trump juga telah membekukan ratusan juta dolar dalam pendanaan untuk universitas dengan alasan universitas-universitas utama AS, seperti Harvard, terlalu liberal dan menuduh mereka gagal memerangi antisemitisme di kampus. Pada sisi lain, banyak universitas AS bergantung pada mahasiswa asing untuk sebagian besar pendanaan mereka.
China adalah negara asal mahasiswa internasional terbesar kedua di AS setelah India, meski jumlahnya menurun beberapa tahun terakhir karena meningkatnya ketegangan AS-China dan pandemi COVID-19.
Sekitar 277.000 orang pelajar China berada di AS pada tahun ajaran 2023-2024, atau turun dari masa puncak pada 2019 yang mencapai lebih dari 370 ribu orang. Sebaliknya, hanya ada sekitar 800 mahasiswa AS belajar di China pada 2024, atau jauh turun dari puncaknya sekitar 15.000 pada 2014.
Sedangkan jumlah anggota Partai Komunis China adalah 99,185 juta atau sekitar 7 persen dari 1,4 miliar penduduk, berdasarkan catatan PKC per 31 Desember 2023. Sebanyak 2.771 juta di antaranya adalah mahasiswa.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: China protes keras soal AS akan cabut visa pelajar Tiongkok