Kupang (ANTARA) - Pengamat hukum tata negara dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang Dr Johanes Tuba Helan, MHum menilai, sebagian petitum permohonan Prabowo-Sandi ke Mahkamah Konstitusi (MK) sudah di luar konteks.
"Menurut saya, dari 15 petitum permohonan yang disampaikan ke MK, sebagiannya sudah diluar konteks, yang tidak dalam kewenangan MK," kata Johanes Tuba Helan kepada Antara di Kupang, Senin (17/6).
Menurut dia, jika ada pelanggaran dalam pelaksanaan pemilu menjadi kewenangan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), peradilan TUN dan peradilan umum untuk kasus pidana, sedangkan Mahkamah Konstitusi (MK) hanya menangani sengketa hasil Pemilu.
Karena itu, sebagian dari petitum permohonan Prabowo-Sandi, sesungguhnya bukan menjadi bagian dari ranah Mahkamah Konstitusi (MK). Misalnya, petitum permohonan yang meminta Mahkamah Konstitusi mendiskualifikasi pasangan calon Jokowi-Ma'ruf Amin.
Permintaan diskualifikasi pasangan calon ini tidak lazim masuk dalam Permohonan Hasil Pemilihan Umum (PHPU). Petitum lainnya adalah meminta Hakim Konstitus memberhentikan komisioner KPU, dan melakukan proses pergantian komisioner yang baru, tetapi disisi lain tim hukum Prabowo-Sandiaga juga meminta ada pemungutan suara ulang.
"Kalau permohonan pemungutan suara ulang (PSU) memang lazim sekali dimasukan dalam petitum, tetapi yang tidak lazim, tim kuasa hukum minta anggota KPU diganti dulu," katanya Johanes Tuba Helan.
Hanya saja, menurut mantan Ketua Ombudsman RI Perwakilan NTT-NTB itu, petitum permohonan yang disampaikan tim hukum Prabowo-Sandi harus bisa dibuktikan dalam persidangan di MK.
Baca juga: MK akhirnya terima perbaikan dalil gugatan Prabowo-Sandiaga
Baca juga: Seluruh dalil Prabowo-Sandi hanya asumsi yang lemah, kata Yusril
Kata pengamat, sebagian petitum Prabowo-Sandi di luar konteks
"Sebagian petitum permohonan Prabowo-Sandi ke Mahkamah Konstitusi (MK) sudah di luar konteks," kata John Tuba Helan.