Kupang (ANTARA) - Ikan kerapu (Groupers) merupakan salah satu jenis ikan laut bernilai ekonomis tinggi yang terdapat di perairan Indonesia. Dewasa ini, kegiatan budidaya perikanan ikan kerapu di Indonesia semakin digalakkan sejalan dengan bertambahnya permintaan komoditas tersebut di pasaran.
Misalnya, untuk melayani permintaan hotel-hotel dan restoran bertaraf internasional, maupun sebagai komoditas ekspor yang akhir-akhir terus meningkat permintaannya dari Hongkong, Taiwan, China, Jepang, Korea Selatan, Vietnam, Thailand, Filipina, Amerika Serikat, Australia, Singapura, Malaysia dan Perancis,
Setidaknya ada tiga alasan penting mengapa ikan kerapu perlu dikembangkan sebagai komoditas unggulan di Indonesia, karena kerapu merupakan komoditi perikanan yang memiliki peluang ekspor yang sangat menarik yang selama ini belum dimanfaatkan secara maksimal.
Selain itu, pertumbuhan bisnis kerapu secara keseluruhan diharapkan akan membawa dampak peningkatan devisa negara dan kesejahteraan lapisan bawah masyarakat yang hidup dengan mata pencaharian di bidang perikanan.
Modernisasi penangkapan dan budidaya ikan kerapu juga akan mengurangi dampak negatif terhadap kerusakan ekosistem laut dan terumbu karang.
Ketiga alasan tersebut menunjukkan bahwa betapa pentingnya pengembangan perikanan ikan kerapu di Indonesia, karena tidak hanya memberikan dampak terhadap sektor perikanan secara luas melainkan juga terhadap pengembangan wilayah, pariwisata dan pemberdayaan masyarakat.
Sebagai tindak lanjut dari tekad tersebut maka pengembangan ikan kerapu melalui sistem budidaya merupakan bisnis yang menjanjikan. Apakah karena hal ini, sehingga membuat Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) tergiur untuk membudidayakannya?
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Ganef Wurgiyanto tampaknya lebih menitikberatkan pada upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal melalui budidaya ikan kerapu yang menurut rencana akan dikembangkan di wilayah perairan Mulut Seribu, Kabupaten Rote Ndao dan Labuan Kelambu di Kabupaten Ngada, Pulau Flores.
Pangsa pasar nan besar dan harga yang mahal membuat budidaya ikan kerapu menjadi sesuatu yang menjanjikan, karena menghasilkan keuntungan menggiurkan.
Untuk budidaya kerapu di Labuan Kelambu, Dinas Kelautan dan Perikanan NTT menyiapkan anggaran sebesar Rp7,5 miliar, sedang untuk usaha budidaya kerapu di wilayah perairan Mulut Seribu, Kabupaten Rote Ndao, hanya membutuhkan anggaran Rp200 juta.
"Target kami paling lambat November 2019, benih-benih ikan karapu harus sudah mulai ditebar untuk budidaya di Labuan Kelambu, Kecamatan Riung, Kabupaten Ngada di Pulau Flores," kata Ganef Wurgiyanto.
Baca juga: Budidaya kerapu di Labuan Kelambu berkualitas ekspor
Labuan Kelambu
Dalam hubungan dengan kegiatan budidaya kerapu di Labuan Kelambu itu, pemerintah provinsi telah mempersiapkan bantuan berupa pengadaan sejumlah fasilitas pendukung kegiatan budidaya seperti karamba, pondok penjagaan, rumah ikan dan perahu bertonase 3 GT.
Sementara untuk pengadaan benih kerapu, pemerintah provinsi telah mengalokasikan dana sekitar Rp7,5 miliar untuk mendatangkan sebanyak satu juta ekor. "Selanjutnya untuk budidaya dan pengelolaan hasilnya kami lakukan bekerja sama dengan masyarakat setempat melalui koperasi," katanya.
Menurut mantan Kepala Bidang Perikanan Tangkap DKP NTT itu, budidaya tersebut ditargetkan akan menghasilkan ikan-ikan kerapu yang higienis dan berkualitas tinggi untuk diekspor. "Jadi nanti ikan-ikan akan dipancing dalam keadaan hidup terus dinaikkan ke karamba untuk selanjutnya diekspor. Tapi kalau belum bisa diekspor maka akan dikirim ke Bali," katanya.
Hasil budidaya ikan tersebut tampaknya akan dipasok untuk memenuhi kebutuhan lokal, khususnya di lokasi wisata 17 pulau di Kecamatan Riung. "Karena itu kami sinergikan dengan sektor pariwisata untukmensuplai ikan kerapu untuk kebubutuhan wisatawan,"ujarnya.
Budidaya ikan kerapu tersebut merupakan bagian dari intervensi pembangunan menyusul telah diselesaikannya sengketa batas wilayah antara Kabupaten Ngada dengan Kabupaten Manggarai Timur di daratan Pulau Flores, NTT yang berlangsung selama puluhan tahun.
Alokasi anggaran senilai Rp7,5 miliar tersebut akan digunakan untuk membiayai pengadaan benih dengan harga sekitar Rp5.500 per ekor beserta biaya pengangkutan. Selain itu, di lokasi budidaya juga akan dilakukan pengadaan fasilitas penunjang seperti karamba, pondok penjagaan, rumah ikan, dan perahu bertonase 3 GT.
Sementara, usaha budidaya ikan kerapu di wilayah perairan Mulut Seribu, akan ditebar sekitar 5.000 ekor benih ikan kerapu. "Penambahan benih ini untuk mendukung produktivitas budidaya ikan yang sudah kami mulai pada 2018 di Perairan Mulut Seribu," kata Ganef Wurgiyanto.
Ribuan benih ikan kerapu tersebut sudah dipelihara di Tablolong, Kabupaten Kupang. Benih-benih yang disiapkan itu, akan ditambah dengan sekitar 10.000 benih ikan kerapu yang sudah ditebarkan pada November 2018 lalu.
Budidaya ikan kerapu di Mulut Seribu bisa dilakukan dalam berbagai kondisi musim bahkan saat angin barat atau cuaca buruk yang melanda daerah setempat. Karena itu, lokasinya memang sangat cocok untuk budidaya, yang akan diintegrasikan dengan sektorpariwisata.
Menurut Ganef Wurgiyanto, budidaya ikan kerapu ini sebagai tindak lanjut dari instruksi Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat yang menginginkan agar wilayah perairan Mulut Seribu sebagai lokasi budidaya ikan kerapu.
Baca juga: Rp7,5 miliar untuk budidaya kerapu di Labuan Kelambu, Flores
Kecerdasan otak
Pada tahap awal budidaya dilakukan dengan menebarkan sebanyak 2.800 benih ikan kerapu di lokasi tersebut. Di lokasi budidaya itu, akan dipasang pula sekitar empat keramba dengan kapasitas masing-masing untuk 700 benih ikan.
DKP juga akan melakukan transplantasi terumbu karang di daerah setempat sehingga bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan pariwisata terutama wisata menyelam. Ditargetkan, budidaya ikan kerapu tersebut sudah bisa dipanen dalam tahun ini, dengan target awal akan dipasarkan untuk kebutuhan domestik seperti ke Bali dan Jakarta.
Menurut para ahli kesehatan, ikan kerapu merupakan salah satu jenis ikan karnivora yang hidup di sekitar terumbu karang dan dapat mengendalikan rantai makanan dengan menstabilkan keseimbangan ekosistem bawah laut.
Ikan kerapu akan memasuki kematangan produksi setelah mencapai 5 – 10 tahun yang menyebabkan populasi mereka rentan bertahan hidup dalam kurun waktu yang lama sebelum mencapai masa produksi. Untuk mengatasi permasalahan ini, maka budidaya ikan kerapu adalah solusinya, guna mencukupi permintaan pasar dalam dan luar negeri tanpa merusak ekosistem laut.
Ikan kerapu memiliki kandungan yang bermanfaat bagi kesehatan tubuh yakni terhindar dari penyakit jantung koroner serta mampu meningkatkan kecerdasan otak. Beberapa olahan ikan kerapu bahkan dapat dijadikan menu yang lezat dan kaya manfaat bagi tubuh.
Jenis ikan ini, bisa dapat dikonsumsi hingga 70 persen dari keseluruhan bagian tubuh. Kelezatan daging ikan kerapu serta lamanya proses produktivitas menjadikan ikan ini sangat diminati oleh konsumen sehingga harganya pun tergolong mahal.
Kandungan asam lemak tak jenuh atau omega 3 pada ikan kerapu bahkan dapat membantu meningkatkan kecerdasan otak. Tubuh membutuhkan asupan asam lemak esensial yang terdiri dari omega 3 dan DHA karena tubuh tidak dapat membentuknya secara mandiri.
Asupan beberapa kandungan gizi yang terdapat pada daging ikan kerapu akan menjadi stimulan positif yang bermanfaat bagi kekuatan daya ingat otak. Manfaat lain dalam bidang kesehatan yakni dapat menghindarkan tubuh dari penyakit jantung koroner dan cacat permanen akibat serangan jantung atau stroke.
Baca juga: Sejuta ekor benih kerapu siap dibudidayakan di Ngada
Baca juga: 5.000 benih kerapu untuk Mulut Seribu
Artikel - NTT tergiur budidaya ikan kerapu
Manfaat lain dalam bidang kesehatan yakni dapat menghindarkan tubuh dari penyakit jantung koroner dan cacat permanen akibat serangan jantung atau stroke. Inilah manfaat mengkonsumsi ikan kerapu.