Pemerintah Dorong Percepatan Konservasi Perairan

id Konservasi

Pemerintah Dorong Percepatan Konservasi Perairan

Benyamin Lola, Ketua Dewan Konservasi Perairan Provinsi Nusa Tenggara Timur

Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur terus mendorong percepatan efektivitas jejaring kawasan konservasi perairan untuk kepentingan kemajuan ekonomi kerakyatan.
Kupang (Antara NTT) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur terus mendorong percepatan efektivitas jejaring kawasan konservasi perairan di provinsi berbasis kepuluan itu untuk kepentingan kemajuan ekonomi kerakyatan..

"Ada kebutuhan mendesak untuk sinergi pengelolaan laut dan perikanan khususnya antara pemerintah daerah di provinsi, kabupaten serta pusat, termasuk Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)," kata Ketua Dewan Konservasi Perairan (DKP) Provinsi NTT Benyamin Lola, Jumat.

Ia menyatakan hal itu saat kegiatan Pelatihan bertajuk Efektivitas Jejaring Kawasan Konservasi Perairan di Provinsi Nusa Tenggara Timur, yang dilaksanakan secara bersama WWF-Indonesia, TNC dan DKPP NTT.

Menurut dia dengan hadirnya Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang salah satunya melimpahkan kewenangan pengelolaan kelautan dari pemerintah kabupaten/kota ke pemerintah provinsi, maka penting terus didorong sinergitas untuk kepentingan percepatan dan efektivitas pelaksanaan konservasi yang ada.

Pemerintah daerah harus tetap melakukan sejumlah pengawasan dan terus melakukan koordinasi pengelolaan kawasan dengan pemerintah provinsi sebagai pemegang kendali kerja sama tersebut.

Hal ini tentu sangat penting untuk mendapatkan sebuah sinergi yang akan menjadikan satu keputusan yang bisa memberikan dampak kemajuan bagi seluruh masyarakat, terutama yang bermukim di daerah.

Provinsi Nusa Tenggara Timur dapat disebut sebagai provinsi konservasi karena menyumbang hampir 30 persen kawasan konservasi perairan dari hampir 20 juta hektare target kawasan perairan di Indonesia.

"Meskipun kita sudah menyumbang luasan yang besar, yang terpenting adalah memastikan kawasan tersebut mampu berkontribusi bagi ekosistem dan kesejahteraan," katanya.

Akademisi Universitas Negeri Nusa cendana (Undana) Kupang Prof Jimmy Pello mengatakan bahwa jejaring yang dibangun harus mempertimbangkan dampak dan manfaat sosial ekonomi dalam konservasi perairan tersebut.

Harus dipertimbangkan, kata dia agar jejaring yang dibangun itu tidak hanya terkait `governance` tetapi juga faktor-faktor sosial ekonomi masyarakat dan pembangunan regional di daerah.

"Kepentingan sosial ekonomi masyarakat harus menjadi gol akhir dari sejumlah rencana kerja konservasi tersebut, sehingga memberikan dampak positif," katanya.

Ditjen Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK, Mimi Murdiah menjelaskan terdapat lebih dari empat juta hektare kawasan perairan yang ada di dalam pengelolaan KLHK.

Saat ini, kata dia tersedia anggaran hingga Rp100 miliar untuk pengelolaan kawasan melalui taman nasional, termasuk di Komodo, Teluk Cendrawasih dan Wakatobi, dimana hasil penilaian terbaru terhadap efektivitas dengan metode METT (Management Effectiveness Tracking Tool).

"Tentunya kami sangat mendukung inisiatif berjejaring ini, diharapkan meningkatkan pengelolaan dan konservasi di bawah KLHK, sehingga manfaatnya dapat dirasakan sebesar-besarnya bagi masyarakat, katanya.

MPA for Fisheries Manager WWF-Indonesia Anton Widjonarno, menyampaikan WWF-Indonesia selaku mitra siap mendukung inisiatif daerah dalam percepatan pelaksanaan UU 23/2014 terkait penyelanggaran urusan kelautan dan perikanan.

"Kami berkomitmen untuk mendukung pemerintah dalam memastikan tidak terjadinya kekosongan pengelolaan kawasan konservasi perairan dan pengelolaan perikanan secara berkelanjutan," katanya.

Sementara itu, Deputy Director TNC Imran Amin meminta agar segera ada percepatan terkait rencana konservasi tersebut untuk kepentingan masyarakatnya. "Jejaring ini harus segera didorong karena sudah tertunda kurang lebih lima tahun," katanya.