Indofood Berminat Terhadap Ubi Ungu

id Ubi ungu

Indofood Berminat Terhadap Ubi Ungu

Arsitek Ubi Ungu NTT Ibrahim Agustinus Medah menunjukkan ubi ungu yang telah dipanen di pusat pembibitan ubi ungu di Noelbaki, Kabupaten Kupang. (Foto ANTARA/Kornelis Kaha)

PT Indofood berminat dan membutuhkan pasokan ubi ungu dari Nusa Tenggara Timur sebanyak 10 ton/hari untuk pengolahan berbagai jenis bahan makanan pada perusahaan milik Sudono Salim itu.
Kupang (Antara NTT) - PT Indofood berminat dan membutuhkan pasokan ubi ungu dari Nusa Tenggara Timur sebanyak 10 ton/hari untuk pengolahan berbagai jenis bahan makanan pada perusahaan milik Sudono Salim itu. 

Anggota DPD-RI dari Nusa Tenggara Timur Ibrahim Agustinus Medah saat menerima kunjungan perwakilan dari PT Indofood di kebun ubi ungu miliknya di Desa Noelbaki, Kabupaten Kupang, Kamis, mengatakan perusahaan itu sangat membutuhkan ubi ungu dari NTT untuk pengolahan berbagai jenis bahan makanan.

"Mereka (PT Indofood) membutuhkan sekitar 10 ton/hari, dan saya optimistis NTT sanggup untuk memenuhi permintaan tersebut," kata mantan Bupati Kupang dua periode dan Ketua DPRD NTT itu di Pusat Pembibitan Ubi Ungu di Desa Noelbaki, sekitar 17 km timur Kota Kupang.

Mantan Ketua DPRD Kabupaten Kupang dua periode itu menjelaskan, dalam sebulan perusahaan tersebut membutuhkan 300 ton ubi ungu, dan untuk NTT sendiri, PT Indofood membutuhkan sekitar 100 ton lebih.

"Pasar ubi ungu saat ini sangat terbuka luas karena banyak yang membutuhkan. Tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri, sehingga kalau masyarakat membudidayakannya akan sangat menguntungkan," tuturnya.

Selain itu, kata Iban Medah--sapaan akrab dari Ibrahim Agustinus Medah--ada juga perusahaan dari Jawa Barat yang akan memesan ubi ungu dari NTT untuk dikelola dan di ekspor ke luar negeri seperti ke Jepang dan Korea.

Namun, Iban Medah yang juga Ketua DPD Golkar NTT itu mengatakan saat ini pihaknya belum bisa melayani pembelian ubi ungu dari luar NTT, karena fokusnya masih untuk budidaya.

Alasannya, jika kelebihan produksi di NTT, maka biarlah pengolahannya di NTT agar produksi yang dihasilkan sudah siap dipasarkan dalam bentuk barang jadi. 

"Karena sesuai komitmen kami bahwa menyangkut pertanian, kami ingin membangun industri berbasis pertanian di NTT, agar masyarakat menikmati nilai tambahnya," katanya.

Oleh karena itu, saat ini petani di NTT yang menanam ubi ungu bisa langsung memasarkan hasilnya di pasar-pasar di NTT. Apalagi, harganya di atas Rp10,000/kg, yang jauh lebih mahal dari beras dan jagung saat ini.

"Maka kami biarkan masyarakat langsung memasarkan sehingga mereka memperoleh keuntungan yang lebih baik," demikian Ibrahim Agustinus Medah.