Ombudsman NTT soroti sertifikasi lahan di Kecamatan Tite Hena
Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan pihak Kantor Pertanahan Kabupaten Flores Timur pada 26 September 2019, juga mendapati sekitar empat sertifikat tanah yang tumpang tindih.
Kupang (ANTARA) - Ombudsman RI Perwakilan Nusa Tenggara Timur menyoroti tumpang tindihnya sertifikasi lahan di Kecamatan Tite Hena, Kabupaten Flores Timur, karena lahan tersebut memiliki dua sertifikat dengan kepemilikan yang berbeda-beda.
Asisten Ombudsman RI Perwakilan NTT, Ola Mangu Kanisius di Kupang, Rabu (12/2) mengatakan berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan pihak Kantor Pertanahan Kabupaten Flores Timur pada 26 September 2019, juga mendapati sekitar empat sertifikat tanah yang tumpang tindih.
Masing-masing bidang tanah tersebut, lanjut dia, bersebelahan dengan bidang tanah yang menjadi kasus yang dilaporkan kepada Ombudsman NTT.
Menurut Ola Mangu, ada dugaan penyimpangan prosedur oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Flores Timur dalam penyelesaian masalah tumpang tindih antarsertifikat hak milik atas tanah tersebut.
"Untuk itu kami sudah meminta klarifikasi Kepala Kantor Wilayah BPN NTT dan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Flores Timur atas laporan tumpang tindih sertifikat hak milik atas tanah tersebut," katanya.
Baca juga: 100 sertifikat tanah gratis untuk nelayan di Kota Kupang
Baca juga: BPN akan terbitkan 80.000 sertifikat tanah untuk warga NTT
Pihaknya menekankan agar instansi terkait di daerah mematuhi aturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Nomor 11 Tahun 2016 tentang penyelesaian kasus pertanahan, dalam menyelesaikan kasus pertanahan yang diadukan oleh masyarakat serta diupayakan mediasi oleh mediator yang berkompeten.
Dia mengatakan, pihaknya juga telah meminta BPN Wilayah NTT untuk mengambil alih penanganan kasus pertanahan tersebut yang sebelumnya ditangani Kantor Pertanahan Kabupaten Flores Timur.
Hal ini sesuai dengan Permen ATR Nomor 11 tahun 2016 yang menyatakan bahwa tumpang tindih antarsertifikat hak milik atas tanah merupakan sengketa atau konflik pertahanan yang menjadi kewenangan BPN.
Pihak pertanahan di kabupaten, lanjut dia, melakukan pengumpulan data dan analisis kemudian disampaikan ke Kanwil BPN Provinsi NTT untuk ditindaklanjuti.
"Kepala Kanwil BPN NTT juga sudah merespon secara positif atas permintaan ini dan akan memfasilitasi mediasi permasalahan tersebut dalam Februari 2020 ini," katanya.
Baca juga: Presiden Jokowi paparkan manfaat sertifikat tanah kepada masyarakat Kupang
Baca juga: Presiden Jokowi serahkan 2.709 sertifikat tanah di Kupang
Asisten Ombudsman RI Perwakilan NTT, Ola Mangu Kanisius di Kupang, Rabu (12/2) mengatakan berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan pihak Kantor Pertanahan Kabupaten Flores Timur pada 26 September 2019, juga mendapati sekitar empat sertifikat tanah yang tumpang tindih.
Masing-masing bidang tanah tersebut, lanjut dia, bersebelahan dengan bidang tanah yang menjadi kasus yang dilaporkan kepada Ombudsman NTT.
Menurut Ola Mangu, ada dugaan penyimpangan prosedur oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Flores Timur dalam penyelesaian masalah tumpang tindih antarsertifikat hak milik atas tanah tersebut.
"Untuk itu kami sudah meminta klarifikasi Kepala Kantor Wilayah BPN NTT dan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Flores Timur atas laporan tumpang tindih sertifikat hak milik atas tanah tersebut," katanya.
Baca juga: 100 sertifikat tanah gratis untuk nelayan di Kota Kupang
Baca juga: BPN akan terbitkan 80.000 sertifikat tanah untuk warga NTT
Pihaknya menekankan agar instansi terkait di daerah mematuhi aturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Nomor 11 Tahun 2016 tentang penyelesaian kasus pertanahan, dalam menyelesaikan kasus pertanahan yang diadukan oleh masyarakat serta diupayakan mediasi oleh mediator yang berkompeten.
Dia mengatakan, pihaknya juga telah meminta BPN Wilayah NTT untuk mengambil alih penanganan kasus pertanahan tersebut yang sebelumnya ditangani Kantor Pertanahan Kabupaten Flores Timur.
Hal ini sesuai dengan Permen ATR Nomor 11 tahun 2016 yang menyatakan bahwa tumpang tindih antarsertifikat hak milik atas tanah merupakan sengketa atau konflik pertahanan yang menjadi kewenangan BPN.
Pihak pertanahan di kabupaten, lanjut dia, melakukan pengumpulan data dan analisis kemudian disampaikan ke Kanwil BPN Provinsi NTT untuk ditindaklanjuti.
"Kepala Kanwil BPN NTT juga sudah merespon secara positif atas permintaan ini dan akan memfasilitasi mediasi permasalahan tersebut dalam Februari 2020 ini," katanya.
Baca juga: Presiden Jokowi paparkan manfaat sertifikat tanah kepada masyarakat Kupang
Baca juga: Presiden Jokowi serahkan 2.709 sertifikat tanah di Kupang