Begini tanggapan akademisi soal gagasan ambang batas parlemen

id ambang batas parlemen,akademisi mikhael bataona,Unwira Kupang

Begini tanggapan akademisi soal gagasan ambang batas parlemen

Akademisi dari Universitas Katolik Widya Mandira Kupang, Mikhael Raja Muda Bataona MA (ANTARA/Bernadus Tokan)

Menurut saya, gagasan menaikkan ambang batas parlemen ini dampaknya akan menguatkan dominasi oligarki politik di Indonesia
Kupang (ANTARA) - Akademisi dari Universitas Katolik Widya Mandira (UNWIRA) Kupang, Mikhael Raja Muda Bataona MA, mengatakan, menaikkan parliamentary threshold atau ambang batas parlemen akan menguatkan dominasi oligarki politik di Indonesia.

"Menurut saya, gagasan ini dampaknya akan menguatkan dominasi oligarki politik di Indonesia ," kata Raja Muda Bataona kepada ANTARA di Kupang, Rabu (11/3).

Dia mengemukakan hal itu, berkaitan dengan gagasan Partai Nasional Demokrat (NasDem) dan Partai Golongan Karya (Golkar) untuk menaikkan ambang batas parlemen dari empat menjadi tujuh persen dan diberlakukan secara nasional.

Sebelumnya, dalam pertemuan antara Ketua Umum DPP Partai Golkar, Airlangga Hartarto, dan Ketua Umum DPP Partai NasDem, Surya Paloh, Senin, (9/3), ada beberapa poin yang dibahas.

Salah satu usul Surya Paloh agar ambang batas parlemen menjadi tujuh persen dan ambang batas pencalonan presiden/wakil presiden tetap 20 persen.

Baca juga: Ambang Batas Tidak Membatasi Capres

Dalam kaitan itu, Airlangga menegaskan bahwa Partai Golkar siap mendukung konsep yang disampaikan Surya Paloh itu dan sepakat agar diberlakukan secara nasional.

Menurut Bataona, Partai NasDem dan Partai Golkar sedang menyembelih partai kecil jika gagasan itu digolkan dalam UU Pemilu.

Dia mengatakan, dengan penyederhanaan jumlah partai, tidak berarti demokrasi kita akan semakin sehat, sebab bukan lagi rahasia bahwa partai-partai politik di Indonesia, telah berubah menjadi jejaring oligarki politik yang kuat, dan mapan secara ekonomi politik sehingga sulit dirombak.

Partai-partai di Indonesia, kata dia, hampir sebagian besar dikuasai jejaring oligarki politik, sehingga berpikir pragmatis bahwa dengan pengurangan jumlah partai untuk menyehatkan demokrasi Indonesia lewat ambang batas parlemen.

"Saya kira berbahaya, sebab tidak menjamin bahwa hanya dengan empat atau lima partai, konsolidasi demokrasi kita akan sukses karena semua partai hampir pasti sudah dikuasai jejaring oligarki yang kuat dan mapan," katanya.

Baca juga: Hati-hati dengan wacana menaikkan PT

Dia menambahkan, jika partai-partai kecil akhirnya gagal ke parlemen dan harus bubar atau melakukan fusi dan atau bergabung dengan partai besar, mereka hanya akan menjadi kekuatan minoritas dalam partai-partai besar yang sudah dicengkram kekuatan oligarki.

Sehingga menurut dia, negara sebesar Indonesia dengan pluralitas etnis, suku, agama dan aliran politik seperti ini, tidak bisa disederhanakan representasinya melalui jumlah partai secara serta merta.

"Butuh waktu untuk hal ini. Jika syarat tujuh persen itu harus dipenuhi setiap partai politik, maka saya kira banyak partai kecil yang mewakili suara kritis golongan masyarakat tertentu akan disembelih," kata dia. 

Dan jejaring oligarki politik di Indonesia akan semakin kuat mendominasi panggung politik di negeri ini, kata Bataona.