Masyarakat Buddha Komitmen Pelihara Kerukunan Beragama

id Waisak

Masyarakat Buddha Komitmen Pelihara Kerukunan Beragama

Perayaan Waisak 2017 di Candi Borobudur, Jawa Tengah

Perayaan Waisak 2017 menjadi momentum yang baik bagi umat Buddha untuk menguatkan sikap bijaksana dalam menghadapi berbagai persoalan kehidupan sehari-hari.
Kupang (Antara NTT) - Masyarakat Buddha di Nusa Tenggara Timur berkomitmen untuk terus menciptakan dan memelihara kerukunan hidup antarumat beragama agar tetap langgeng dalam prinsip Bhineka Tunggal Ika berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

"Dalam suasana perayaan Hari Waisak 2561 ini, kami terus memperkuat komitmen untuk tetap menjaga dan merawat kerukunan hidup beragama dalam lingkungan yang ber-Bhineka Tunggal Ika, agar tetap rukun dan mengharum," kata Pembimbing Masyarakat Buddha NTT Aryadi Satyawita dalam pernyataan tertulisnya di Kupang, Jumat.

Menurut dia, perayaan Waisak 2017 menjadi momentum yang baik bagi umat Buddha untuk menguatkan sikap bijaksana dalam menghadapi berbagai persoalan kehidupan sehari-hari.

"Umat Buddha memiliki komitmen menjaga kebhinekaan dan kerukunan yang telah diteladani para pendahulu ketika mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)," katanya.

Karena itu, katanya, salah satu yang ditekankan dalam perayaan Waisak ialah menjaga empat pilar dan konsensus kebangsaan yakni Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika serta NKRI agar tetap aman dan lestari di bumi Indonesia.

"Kami bisa berperan dalam menjaga kerukunan, keutuhan NKRI dan berperan dalam pembangunan di Kota Kupang dan NTT khususnya dan umumnya di Indonesia," katanya.

Selain itu, kata Arya, perayaan Waisak 2561 memiliki pesan penting untuk mencintai kemanusiaan terhadap sesama apa pun latar belakang dan kelas sosialnya karena kemanusiaan menjadi dimensi sakral semua agama yang menyatukan manusia.

"Waisak mengajak kita untuk mengatasi penderitaan sosial guna mewujudkan keadilan sosial secara bersama-sama. Tanpa keadilan sosial tidak ada Buddhisme," katanya.

Menurut dia, musuh bersama adalah kemiskinan dan ketidakadilan sosial, yang akhirnya menimbulkan berbagai masalah sosial dan kemanusiaan sehingga harus diatasi secara bersama-sama.

"Manusia bukan musuh kita. Karena permusuhan berujung kebinasaan. Justru tugas kita adalah mengangkat harkat dan martabat kemanusiaan," katanya.

Untuk mewujudkan itu, katanya solidaritas dan kerja sama yang digerakkan oleh nilai-nilai mulia semua agama menjadi kekuatan besar mengatasi penderitaan sosial ini," katanya.

Arya mengatakan pada Perayaan Waisak 2561, pihaknya memanfaatkan ruangan di Gedung FKUB NTT untuk merayakan Waisak sambil menunggu pembanguan Wihara di Kelurahan Sikumana.

"Umat Buddha di Kota Kupang sebelumnya merayakan ibadah Hari Suci Waisak di Gedung Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) NTT," katanya.

Mereka duduk bersila menghadap Patung Buddha di salah satu ruangan di lantai tiga gedung tersebut, serta berdoa dipimpin seorang pendeta.

Perayaan Hari Tri Suci Waisak 2017 digelar di gedung diikuti sekitar 20 umat dari jumlah umat Buddha di Kota Kupang sekitar 500 orang.