Padma dukung langkah Kemenlu terkait pelarungan jenazah ABK

id padma indonesia, abk kapal asing,pelarungan jenazah abk indonesia,kapal asing

Padma dukung langkah Kemenlu terkait pelarungan jenazah ABK

Gabriel Goa (tengah) didampingi Ketua Jaringan Nasional Anti-Tindak Pidana Perdagangan Orang (JarNas Anti-TPPO) Rahayu Saraswati Djoyohadikusumo (kanan) dan Andy Ardian Sekretaris I JarNas Anti-TPPO (kiri). ANTARA/HO-JarNas Anti-TPPO

Pertama mendukung langkah Kemenlu RI untuk memanggil Duta Besar RRT untuk Indonesia, sekaligus memulangkan pekerja Indonesia yang bekerja bersama korban dari Busan, Korea Selatan
Kupang (ANTARA) - Lembaga Hukum dan HAM Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian Indonesia (Padma Indonesia) mendukung langkah Kementerian Luar Negeri untuk meminta penjelasan Duta Besar Republik Rakyat Tiongkok (RRT) untuk Indonesia terkait dengan pelarungan jenazah ABK Indonesia.

"Pertama mendukung langkah Kemenlu RI untuk memanggil Duta Besar RRT untuk Indonesia, sekaligus memulangkan pekerja Indonesia yang bekerja bersama korban dari Busan, Korea Selatan," kata Direktur Padma Indonesia Gabriel Goa kepada ANTARA, Jumat (8/5).

Ia mengemukakan hal itu ketika menghubungi ANTARA untuk menyampaikan sikap Padma Indonesia terkait dengan kasus pelarungan jenazah ABK yang bekerja di kapal asing.

Baca juga: PADMA minta Pemerintah NTT proaktif data PMI yang pulang akibat COVID-19
Baca juga: Padma Indonesia: Negara wajib selamatkan PMI dari COVID-19


Kedua, mendesak Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Perdagangan Orang untuk meminta keterangan pekerja di kapal ikan Tiongkok yang pulang dari Busan.

Jika korban yang dibuang ke laut adalah korban human trafficking, maka pelaku dan aktor intelektualnya harus ditangkap dan diproses secara hukum.

Ketiga, mendesak Menko Kemaritiman, Menhub, Menteri Kelautan dan Perikanan, Menlu, Menaker, dan BP2MI agar segera menerbitkan turunan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.

Turunan UU ini, khusus untuk pekerja migran Indonesia di sektor maritim, serta melindungi pekerja di sektor maritim karena Indonesia sejak 1961 menjadi anggota aktif IMO (International Maritime Organization).

Selain itu, telah meratifikasi Konvensi Internasional di sektor Maritim seperti International convention for Safety of Life at Sea (Solas).

Menurut dia, dibuangnya jenazah pekerja Indonesia di kapal-kapal asing, bukan baru terjadi sekarang seperti yang ramai diviralkan tapi sudah berlangsung lama.

Kondisi ini disebabkan karena belum adanya perlindungan terhadap pekerja Indonesia di sektor maritim, seperti ABK kapal tanker, kapal kargo, kapal pesiar, dan kapal-kapal penangkap ikan, kata Gabriel Goa yang juga Sekretaris II Jaringan Nasional Anti-Tindak Pidana Perdagangan Orang (JarNas Anti-TPPO) ini.

Baca juga: Pekerja migran yang meninggal umumnya non prosedural

Oleh karena itu, peristiwa tragis yang dialami para pekerja Indonesia ini wajib menjadi atensi negara dalam pemerintahan Jokowi yang menjadikan poros maritim sebagai program unggulan.

Hal itu, kata dia, sekaligus menjadi prioritas Menko Kemaritiman dan Kemenhub serta Kementerian Kelautan dan Perikanan mempercepat Peraturan Perlindungan Pekerja Indonesia di sektor maritim dengan mengimplementasikan turunan UU No. 18/2017.