Polisi diminta tangkap provokator penolakan rapid test di Flores Timur

id wabup flotim,ntt,agus boli

Polisi diminta tangkap provokator penolakan rapid test di Flores Timur

Wakil Bupati Flores Timur, Agus Payong Boli (ANTARA/Bernadus Tokan)

Mohon polisi tangkap karena masuk kategori ujaran kebencian, hasutan, hoaks dan provokator busuk
Kupang (ANTARA) - Wakil Bupati Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, Agustinus Payong Boli meminta aparat kepolisian untuk menangkap mereka yang menyebarkan provokasi terkait penolakan rapid test COVID-19 di Desa Sagu, Kecamatan Adonara.

"Pihak-pihak lain luar Desa Sagu jangan menebarkan provokasi dengan pernyataan-pernyataan aneh di media sosial maupun langsung, baik menggunakan akun palsu atau apapun. Mohon polisi tangkap karena masuk kategori ujaran kebencian, hasutan, hoaks dan provokator busuk," kata Agus Payong Boli kepada ANTARA, Kamis (4/6).

Dia mengemukakan hal itu, berkaitan dengan banyaknya pernyataan berbau provokasi yang muncul di media sosial dan adanya penolakan rapid test yang dilakukan warga Desa Sagu, Kecamatan Adonara, di Pulau Adonara.

Baca juga: Wabup Flotim minta warga Desa Sagu ikhlas jalani tes cepat
Baca juga: Sekolah dan kantor desa di Sagu masih ditutup warga


Menurut dia, pernyataan-pernyataan itu akan mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) dan menimbulkan keresahan publik.

"Polisi jangan menunggu lagi. Langsung bisa ditangkap dan diproses," kata Agus Boli.

Tolak rapid test

Sebanyak 22 warga Desa Sagu, Kecamatan Adonara, yang sebelumnya diketahui kontak erat dengan pasien positif COVID-19, menolak menjalani rapid test di Puskesmas setempat.

Camat Adonara, Ariston Kolot Ola, mengatakan tim Gugus Tugas COVID- 19 dari kecamatan sudah menjadwalkan rapid test pada Senin (1/6/2020), namun pemeriksaan dibatalkan karena adanya penolakan warga.

Penolakan itu, menurut dia, karena warga meragukan hasil pemeriksaan swab terhadap pasien 02 yang dinyatakan positif terpapar COVID-19, yang merupakan warga Desa Sagu.

"Kita sudah bangun komunikasi, awalnya warga siap, tetapi sekarang menolak. Menurut mereka masa inkubasi itu 14 hari, sementara pasien positif baru ditemukan. Keragu-raguan mereka ini sebagai dasar penolakan, bahkan mereka menanyakan hasil swab," katanya.

Untuk mengatasi ini, pihak kecamatan sudah berkoordinasi dengan ketua gugus tugas kabupaten untuk melakukan langkah persuasif, katanya.