Kupang (Antara NTT) - Pengamat ekonomi Dr James Adam MBA menilai disparitas harga masih menghambat kebijakan satu harga bahan bakar minyak (BBM) di Tanah Air untuk mencegah kesenjangan antarawilayah timur dan barat Indonesia.
"Kebijakan satu harga BBM merupakan terobosan berani dan lebih pro rakyat yang tinggal di daerah Tertinggal, Terluar dan Terdepan (3T) yang selama ini dilanda disparitas atau perbedaan harga bahan bakar," katanya kepada Antara di Kupang, Jumat.
Anggota IFAD (International Fund for Agricultural Development) untuk program pemberdayaan masyarakat pesisir NTT itu mengatakan hal tersebut terkait Penerapan program BBM satu harga saat ini tengah digenjot pemerintah.
"Sehingga wajar saja apabila pemerintah mengalami kendala dalam penerapannya yaitu sulitnya menemukan investor yang bersedia membangun SPBU di daerah-daerah dengan status 3T seperti yang ada di NTT," katanya.
Padahal, daerah-daerah dengan status 3T di Nusa Tenggara Timur ini sangat potensial untuk dikembangkan bahan bakar minyak dan energi listrik dan sumber energi lainnya.
"Hanya saja banyak investor yang tentunya enggan karena banyak pertimbangan diantaranya disparitas harga yang dikhawatirkan akan sangat menghambat ketika diterapkan jarak tempuh dari barat ke Timur dan Tengah wilayah-wilayah Indonesia yang 3T itu," katanya.
Ia mengatakan, salah satu jurus pemerintah untuk mengatasi hal itu di Indonesia bagian timur seperti Nusa Tenggara Timur dan Papua, yaitu dengan menurunkan biaya logistik.
Caranya, kata dia, Kementerian Perhubungan dan Kementerian BUMN mengoptimalkan proyek Pendulum Nusantara yang bertujuan untuk menurunkan biaya logistik dengan cara mengoptimalkan biaya dan volume yang diangkut antara kawasan Indonesia Timur dan kawasan Indonesia bagian Barat.
Mantan dosen pada Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Artha Wacana Kupang itu mengatakan, jika solusi itu diterapkan maka akan memicu para investor untuk berminat menanamkan modalnya di sektor energi itu.
Sebab, menurut dia, mahalnya bahan-bahan kebutuhan pokok itu umumnya bukan karena pedagang dan distributor tidak sanggup mendatangkannya tetapi lebih pada daya beli konsumen ketika bahan kebutuhan itu tiba dan diecerkan pedagang kepada konsumen dengan harga tinggi.
Hal ini terjadi karena disparitas atau perbedaan harga bahan perdagangan dalam proses perdagangan antarwilayah dan daerah di Tanah Air diantaranya disebabkan oleh jarak tempuh sarana transportasi.
"Jarak tempuh sarana transportasi darat, laut dan udara dalam proses perdagangan telah menimbulkan perbedaan harga dari lokasi proses produksi (pabrik) hingga hasil produksi itu diperdagangkan atau diantarpulaukan," katanya.
Diharapkan disparitas harga barang-barang yang terlalu mencolok sekarang ini dapat diturunkan atau bahkan dikurangi dengan berbagai terobosan apakah sistem impor ataukah pasar murah oleh Bulog setempat.