Pengembangan "food estate" di NTT tidak mudah

id food estate,ntt,estate di ntt

Pengembangan "food estate" di NTT tidak mudah

Pengamat pertanian dari Undana Kupang, Leta Rafael Levis. (ANTARA/Bernadus Tokan)

Sebagai warga NTT, tentu saya sangat senang dan mendukung jika rencana Presiden Jokowi untuk ekspansi food estate ke NTT, tetapi berbicara food estate di NTT tidak semudah berbicara seperti di tempat atau daerah lain
Kupang (ANTARA) - Pengamat pertanian dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang Dr Leta Rafael Levis mengatakan tidak mudah mengembangkan lahan pangan terintegrasi atau food estate di Nusa Tenggara Timur (NTT).

"Sebagai warga NTT, tentu saya sangat senang dan mendukung jika rencana Presiden Jokowi untuk ekspansi food estate ke NTT, tetapi berbicara food estate di NTT tidak semudah berbicara seperti di tempat atau daerah lain," kata Leta Rafael Levis kepada ANTARA di Kupang, Kamis (24/9).

Dia mengemukakan hal itu, berkaitan dengan rencana Presiden Joko Widodo memperluas pembangunan lahan pangan terintegrasi (food estate) hingga ke Papua, Nusa Tenggara Timur dan Sumatera Selatan.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) merencanakan perluasan pembangunan lahan pangan terintegrasi (food estate) hingga ke Papua, NTT, dan Sumatera Selatan.

Namun, kata Presiden Jokowi dalam rapat terbatas (ratas) secara virtual di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu, (23/9), pemerintah saat ini memfokuskan terlebih dahulu untuk pembangunan food estate di Kalimantan Tengah yakni di Kabupaten Kapuas dan Kabupaten Pulang Pisau, serta di Sumatera Utara yakni di Kabupaten Humbang Hasundutan.

"Ini yang ingin kita prioritaskan terlebih dahulu, meskipun juga ada rencana akan kita lanjutkan setelah ini, sudah mulai pengerjaan di lapangan untuk di provinsi yang lain, yaitu di Papua maupun di NTT dan di Sumatera Selatan. Tetapi ini apa akan kita diskusikan setelah yang dua ini betul-betul sudah bisa berjalan," kata Presiden dalam ratas Lanjutan Pembahasan Food Estate.

Menurut Leta Rafael Levis, ada beberapa hal yang sangat perlu diperhatikan dan dipersiapkan sebelum mengembangkan pola food estate di provinsi berbasis kepulauan itu.

Baca juga: Pengamat : ide penundaan pilkada terlalu generalis
Baca juga: Pengamat apresiasi kebijakan bebaskan bunga pinjaman untuk UMKM


Pertama adalah memilih dan menentukan luas lahan yang layak secara bisnis, berapa luasnya dan lokasinya. Kedua tanaman apa yang cocok dikembangkan di lokasi tersebut dan teknologi apa yang cocok dikembangkan.

Dia menambahkan ada tiga syarat utama penerapan teknologi di suatu wilayah yakni secara sosial teknologi tersebut tidak bertentangan dengan nilai sosial budaya masyarakat setempat.

Selain itu, lanjut dia, secara ekonomis menguntungkan, termasuk menguntungkan masyarakat sekitar dan secara teknis, teknologi tersebut mudah dilaksanakan.

"Dan hal yang paling penting adalah model bisnis yang dikembangkan seperti apa, apakah mengikuti pola plasma-inti atau pola lainnya, siapa pengelola food estate tersebut. Apakah daerah provinsi atau kabupaten atau kombinasi keduanya, atau pemerintah pusat atau swasta atau BUMN," katanya menambahkan.