Penyeberangan Antarpulau Harus Diawasi Ketat

id kapal

Penyeberangan Antarpulau Harus Diawasi Ketat

Sejumlah moda transportasi laut yang siap diberangkatkan dari Pantai Paloh Larantuka menuju Tanah Merah di Pulau Adonara. Kapal-kapal yang melayani lintasan penyeberangan ini umumnya tidak laik melaut. (Foto Ist)

"Pemerintah kabupaten, Syahbandar, maupun instansi terkait di daerah harus mengawasi kapal-kapal yang melayani penyeberangan antarpulau agar tidak beroperasi secara ilegal yang berujung celaka," kata Richard Djami.
Kupang (Antara NTT) - Kepala Dinas Perhubungan Nusa Tenggara Timur Richard Djami meminta pemerintah kabupaten mengawasi dengan ketat layanan penyeberangan antapulau di setiap pelosok daerah.

"Pemerintah kabupaten, Syahbandar, maupun instansi terkait di daerah harus mengawasi kapal-kapal yang melayani penyeberangan antarpulau agar tidak beroperasi secara ilegal yang berujung celaka," kata Richard Djami saat dihubungi Antara di Kupang, Kamis.

Ia mengatakan hal itu terkait upaya pembenahan layanan kapal-kapal motor penyeberangan untuk pulau-pulau kecil di daerah pelosok provinsi berbasiskan kepulauan itu.

Ia menjelaskan, layanan penyeberangan antarpulau baik di dalam kabupaten maupun antarkabupaten yang saling berdekatan di provinsi itu umumnya menggunakan kapal-kapal kayu.

Kapal-kapal penyeberangan itu, lanjutnya, perlu diawasi secara ketat untuk memastikan laik beroperasi terutama dari aspek kelengkapan izin operasi, fasilitas keselamatan sehingga tidak mengancam keselamatan penumpang.

Ia mencontohkan, kapal kayu Kenangan Indah yang memuat 16 penumpang yang tenggelam dan mengakibatkan satu orang meninggal dalam penyeberangan dari Kalabahi, Kabupaten Alor, menuju Lewoleba, Kabupaten Lembata, beberapa waktu lalu.

"Sangat disayangkan kalau kapal tersebut kemudian diketahui tidak dilengkapi fasilitas keselamatan yang memadai, yang seperti ini yang perlu diawasi secara ketat sehingga tidak lagi terjadi," katanya.

Selain itu, lanjutnya, kondisi fisik kapal-kapal penyeberangan berbadan kayu dalam periode waktu tertentu tidak bertahan sehingga seharusnya tidak bisa diperkenankan beroperasi.

"Kapal-kapal tua yang tampilannya sudah keropos, mesinnya juga sering macet harus diawasi secara ketat, bila perlu dilarang beroperasi hingga ada upaya perbaikan menjadi laik," katanya.

Menurut Richard, kondisi NTT yang berkarakter kepulauan sangat rawan dengan praktik layanan penyeberangan yang beroperasi tanpa izin dan sulit diawasi.

"Kalau layanan penyeberangan seperti dari Pulau Adonara ke Pulau Lembata itu kan terbuka bisa diawasi sehingga mudah dipastikan bahwa itu berizin, tapi kalau di daerah pelosok pulau-pulau maka maka masih sekali diawasi," katanya.

Untuk itu, ia memandang penting bahwa sosialisasi terkait layanan penyeberangan untuk masyarakat terutama pemilik kapal harus ditingkatkan hingga ke pelosok-pelosok daerah.

"Pihak dinas terkait baik di provinsi hingga kabupaten, unit pelaksana Kantor Syahbandar Otoritas Pelabuhan (KSOP) harus terus sosialisasi agar masyarakat tahu bagaimana menerapkan layanan penyeberangan sesuai standar aturan yang ada," katanya.