Minyak catat hari terburuk sejak pandemi

id harga minyak,minyak berjangka,minyak WTI,minyak Brent,tambah pasokan

Minyak catat hari terburuk sejak pandemi

Ilustrasi - Barel minyak dengan grafik harga minyak jatuh. ANTARA/Shutterstock/pri.

...Kami mendukung peningkatan produksi dan akan mendorong OPEC untuk mempertimbangkan tingkat produksi yang lebih tinggi

Bengaluru (ANTARA) - Harga minyak global pada akhir perdagangan Rabu (Kamis 10/3 pagi WIB), mencatat penurunan terbesar sejak awal pandemi hampir dua tahun lalu, setelah Uni Emirat Arab mengatakan anggota OPEC akan mendukung peningkatan produksi ke pasar yang kacau karena gangguan pasokan sebagai dampak penerapan sanksi ke Rusia setelah menginvasi Ukraina.

Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Mei anjlok lebih dari 17 persen selama sesi sebelum menetap dengan merosot 16,84 dolar AS atau 13,2 persen, menjadi menetap di 111,14 dolar AS per barel, penurunan satu hari terburuk sejak 21 April 2020.

Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Maret terpangkas 15,44 dolar AS atau 12,5 persen menjadi ditutup pada 108,70 dolar AS per barel, hari terburuk mereka sejak November tahun lalu.

"Kami mendukung peningkatan produksi dan akan mendorong OPEC untuk mempertimbangkan tingkat produksi yang lebih tinggi," kata Duta Besar Yousuf Al Otaiba dalam sebuah pernyataan yang dicuit oleh Kedutaan Besar UEA di Washington.

"Itu bukan apa-apa. Mereka mungkin dapat membawa sekitar 800.000 barel ke pasar dengan sangat cepat, bahkan segera, membawa kita sepertujuh jalan ke sana dalam menggantikan pasokan Rusia," kata Bob Yawger, direktur energi berjangka di Mizuho.

Penurunan harga juga diperburuk oleh para pedagang yang menafsirkan beberapa komentar yang dilaporkan dari seorang menteri Irak sebagai kesediaan negara itu untuk meningkatkan produksi jika diperlukan. Namun, pemasar minyak mentah milik negara SOMO kemudian mengklarifikasi bahwa pihaknya melihat kenaikan bulanan OPEC+ sudah cukup untuk mengatasi kekurangan minyak.

Pernyataan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) berubah minggu ini ketika Sekretaris Jenderalnya Mohammed Barkindo mengatakan bahwa pasokan semakin tertinggal dari permintaan.

Hanya seminggu yang lalu, kelompok dan sekutunya, yang dikenal sebagai OPEC+, menyalahkan kenaikan harga pada geopolitik daripada kurangnya pasokan dan memutuskan untuk tidak meningkatkan produksi lebih cepat dari sebelumnya.

OPEC+, yang mencakup Rusia, telah menargetkan peningkatan produksi 400.000 barel per hari setiap bulan, dan telah menolak permintaan dari Amerika Serikat dan negara-negara konsumen lainnya untuk memompa lebih banyak.

Rusia adalah pengekspor minyak mentah dan bahan bakar utama dunia, mengirimkan sekitar 7 juta barel per hari atau 7,0 persen dari pasokan global.

Harga minyak telah jatuh di awal sesi setelah Badan Energi Internasional mengatakan cadangan minyak dapat dimanfaatkan lebih lanjut untuk mengkompensasi gangguan pasokan Rusia.

"Jika ada kebutuhan, jika pemerintah kita memutuskan demikian, kita dapat membawa lebih banyak minyak ke pasar, sebagai salah satu bagian dari tanggapan," kata ketua IEA, Faith Birol.

Birol mengatakan keputusan IEA pekan lalu untuk melepaskan 60 juta barel minyak dari cadangan strategis adalah "tanggapan awal."

Pernyataannya menggemakan kata-kata dari Penasihat Senior Departemen Luar Negeri AS Amos Rothstein pada konferensi industri pada Selasa (8/3/2022) yang juga menyarankan lebih banyak rilis akan datang.

Tingkat Cadangan Minyak Strategis AS turun minggu lalu ke level terendah sejak Juli 2002, karena pemerintahan Biden telah menyetujui pelepasan pada November sebagai bagian dari upaya yang lebih besar untuk meningkatkan pasokan bahan bakar AS.

Dunia sedang bekerja sama untuk mengatasi lonjakan harga minyak dan itu telah menempatkan puncak jangka pendek untuk minyak mentah, kata Edward Moya, analis pasar senior di OANDA.

Amerika Serikat melarang impor minyak dan gas dari Rusia pada Selasa (8/3/2022), sementara Inggris mengatakan akan menghapus impor minyak Rusia pada akhir tahun, yang menambah gangguan ekspor yang disebabkan oleh serangkaian sanksi ekonomi hukuman terhadap Rusia.

Harga minyak telah reli lebih dari 30 persen sejak invasi Rusia pada 24 Februari, menyentuh puncak di atas 139 dolar AS per barel pada Senin (7/3/2022), dan Relative Strength Index untuk Brent, indikator momentum, menunjukkan pasar akan melakukan aksi jual.

"Pasti ada ruang untuk sedikit pendinginan di sini," kata Yawger. "Pada level ini, Anda akan kehabisan pembeli."

Baca juga: Harga minyak melonjak disaat Barat bahas larangan impor minyak Rusia

Baca juga: Pertamina tak naikkan harga Pertalite demi stabilitas ekonomi