Houston (ANTARA) - Minyak mentah tergelincir pada akhir perdagangan Selasa (Rabu, (13/7/222 pagi WIB), dengan Brent menetap di bawah 100 dolar AS per barel untuk pertama kali dalam tiga bulan karena penguatan dolar, pembatasan COVID-19 yang melemahkan permintaan di importir minyak mentah utama China, dan meningkatnya kekhawatiran global perlambatan ekonomi.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman September merosot 7,61 dolar AS atau 7,1 persen, menjadi menetap di 99,49 dolar AS per barel, level terendah sejak 11 April. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS jatuh 8,25 dolar AS atau 7,9 persen, menjadi ditutup di 95,84 dolar AS per barel, juga terendah dalam tiga bulan.
Penurunan tajam mengikuti satu bulan perdagangan bergejolak, di mana investor telah menjual posisi minyak di tengah kekhawatiran bahwa kenaikan suku bunga yang agresif untuk membendung inflasi akan memacu penurunan ekonomi yang akan menarik permintaan minyak.
"Saya pikir itu cukup kritis hanya dari titik psikologis yang kami pegang di 95 dolar AS per barel," kata Rebecca Babin, pedagang energi senior di CIBC Private Wealth US.
Harga minyak menghadapi tekanan ekstrem "karena postur defensif berlanjut dengan sentimen konsumen masih dalam mode tertekan seiring dengan munculnya kembali COVID di China," kata Dennis Kissler, wakil presiden senior untuk perdagangan di BOK Financial.
Rekor dolar yang tinggi memicu lebih banyak likuidasi penjualan, Kissler menambahkan. Minyak umumnya dihargai dalam dolar AS, sehingga greenback yang lebih kuat membuat komoditas lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya.
Indeks dolar, yang melacak mata uang AS terhadap sekeranjang enam mata uang mitra, pada Selasa pagi naik ke 108,56, level tertinggi sejak Oktober 2002. Investor cenderung melihat dolar sebagai tempat yang aman selama volatilitas pasar.
Investor telah membuang turunan terkait minyak bumi pada salah satu tingkat tercepat di era pandemi karena kekhawatiran resesi meningkat. Para hedge fund dan pengelola uang lainnya menjual setara dengan 110 juta barel dalam enam kontrak berjangka dan opsi terkait minyak paling penting dalam seminggu hingga 5 Juli.
Direktur Eksekutif Badan Energi Internasional (IEA) Fatih Birol mengatakan bahwa setiap batas harga minyak Rusia harus mencakup produk olahan.
Sanksi Barat yang dijatuhkan kepada Rusia atas perang di Ukraina, yang disebut Moskow sebagai "operasi militer khusus", telah mengganggu arus perdagangan minyak mentah dan bahan bakar.
Baca juga: Pertamina naikkan harga BBM dan elpiji nonsubsidi
Baca juga: Saham global terangkat rebound minyak
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Minyak tergelincir terseret reli dolar, prospek permintaan yang lemah